Disusun Oleh:
Golongan/kelompok :
Asisten Praktikum :
LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA VI
PANEN AIR (WATER
HARVESTING)
ABSTRAKSI
Permasalahan
air yang sering dijumpai adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan
kekeringan pada musim kemarau. Kondisi air yang melimpah pada musim hujan dapat
disimpan sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Panen air
merupakan salah satu usaha untuk melestarikan sumber daya air secara
berkelanjutan. Panen air merupakan pengumpulan atau penampungan air hujan atau
air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu
curah hujan rendah. Metode yang berbeda, objektif untuk pemanenan air hujan di
berbagai area juga berbeda. Air hujan dapat ditampung dengan menggunakan sistem
pemanenan air hujan. Praktikum
dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2016 di Laboratorium Agrohidrologi,
Departemen Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bahan yang dibutuhkan adalah data sekunder
mengenai waduk atau embung Tambak Boyo.Berdasarkan
hasil perhitungan dapat diketahui bahwa volume waduk yaitu 1.314.498,5m3 dengan waktu
pengisian waduk 65.725,625 sekon atau kurang lebih 18 hari. Lama penggunaan
waduk adalah 26,289,97 sekon
atau sekitar 7 hari dengan luas lahan yang dapat dialiri air per bulan adalah
7.871.227.544,910 m2/bulan
dan 94.568.257.410, 071m2/tahun.
Kata kunci: Panen air, Tambak Boyo, air
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Permasalahan air
yang sering dijumpai adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan
pada musim kemarau. Kondisi air yang melimpah pada musim hujan dapat disimpan
sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Air hujan tidak
dapat mengalir oleh karena tidak diberi cukup peluang oleh urugan dan
pembangunan pada alur-alur air (sungai), urugan pada cekungan tanah dalam
dimana air dapat terkumpul, dan pembuatan sudetan-sudetan sebagai langkah
darurat. Saat ini permasalahan air yang sudah mendorong dan
meningkatkan kesadaran dan perlunya kepedulian bersama dari seluruh komponen
bangsa dan bahkan dunia untuk memanfaatkan dan melestarikan sumber daya air
secara berkelanjutan.
Panen air merupakan salah satu usaha untuk
melestarikan sumber daya air secara berkelanjutan. Panen air merupakan
pengumpulan atau penampungan air hujan atau air aliran permukaan pada saat
curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air
harus diikuti dengan konservasi air, yaitu menggunakan air yang sudah dipanen
secara hemat sesuai kebutuhan. Prinsip dari panen air adalah memaksimalkan
penyerapan air ke dalam tanah pada musim hujan dan dijadikan sebagai sumber air
pada musim kemarau.
B.
Tujuan
Menghitung dan
mengetahui cara pemanfaatan air melimpah pada saat musim hujan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penyediaan
air bersih merupakan perhatian utama di banyak negara berkembang termasuk
indonesia karena air merupakan kebutuhan dasar dan sangat penting unruk
kehidupan dan kesehatan umat manusia. Konvensi sumber daya air dalam arti
penghematan dan penggunaan kembali (reuse) menjadi hal yang sangat penting pada
saat ini. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah yang berkaitan dengan
ketersediaan air bersih seperti penurunan muka air tanah dan kekeringan maupun
dampak dari perubahan iklim. Pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan
didasarkan pada prinsip bahwa sumber air seharusnya digunakan sesuai dengan
kuantitas air yang dibutuhkan. Alternatif sumber air yang dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan manusia dan tidak harus memiliki standar air minum (Cahyono dan
Anwar, 2013).
Sumber
daya air adalah kemampuan dan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan
oleh kegiatan manusia untuk kegiatan sosial ekonomi. Terdapat berbagai jenis
sumber air yang umumnya dimanfaatkan oleh masyarakat seperti air laut, air
hujan, air tanah, dan air permukaan. Dari keempat jenis air tersebut sejauh ini
air permukaan merupakan sumber air tawar yang terbesar digunakan oleh
masyarakat. Untuk itu, air permukaan yang umumnya dijumpai di sungai, danau,
dan waduk buatan akan menjadi perhatian utama dalam proses pengelolaan air
(Surbakti, 1987).
Dilihat
dari ruang lingkup implementasinya, menurut Harsoyo (2010), teknik pemanenan
air dapat digolongkan dalam dua kategori, yaitu: (1) teknik pemanenan air hujan
dengan atap bangunan (roof top ran water
harvesting) dan (2) teknik pemanenan air hujan (dan aliran permukaan)
dengan bangunan reservoir, seperti dam, parit, embung, kolam, situ, waduk dan
sebagainya. Perbedaan dari dua kategori tersebut adalah bahwa pada kategori
yang pertama, ruang lingkup implementasinya adalah pada skala individu bangunan
rumah dalam suatu wilayah pemukiman ataupun perkotaan; sementara untuk kategori
yang kedua skalanya lebih luas lagi, biasanya untuk suatu lahan pertanian dalam
suatu wilayah DAS ataupun sub-DAS.
Metode
yang berbeda, objektif untuk pemanenan air hujan di berbagai area juga berbeda.
Air hujan dapat ditampung dengan menggunakan sistem pemanenan air hujan. Secara
umum, sistem pemanenan air hujan yaitu mengumpulkan secara langsung air hujan
dari atap-atap dan tujuan lain dengan membuat bangunan penampung, air run off yang terkumpul dari lubang
galian buatan atau penampung alami permukaan dan penampungan dari lapisan
batuan untuk domestik, industri, pertanian, dan kegiatan lingkungan. Sistemnya
dapat dikategorikan dalam skala kecil, sedang, dan besar. Normalnya, ukuran
dari panen air hujan berdasarkan dari ukuran area penampung. Dari segi ilmu
pemanenan air hujan mengacu pada pengumpulan dan penyimpanan air hujan dan juga
kegiatan lain yang bertujuan pemanenan permukaan dan air bawah tanah, pencegahan
kehilangan air melalui evaporasi dan perkolasi dan semua studi hidrologi (Kumar
et al., 2011).
Penyimpanan
lengas tanah bertujuan untuk mencegah run
off dan menyimpan air hujan di tempat dimana ia jatuh dari langit sebanyak
mungkin. Pemanenan air hujan dalam makna yang luas dapat didefinisikan sebagai
kegiatan pengumpulan run off untuk
penggunaan yang produktif. Run off dapat ditangkap dan dikumpulkan dari cucuran
atap atau dari permukaan lahan, atau dari sungai-sungai musiman. Sistem
pemanenan air yang memanen run off dari atap bangunan atau dari permukaan lahan
termasuk dalam kategori pemanenan air hujan, sedangkan semua sistem yang
mengumpulkan run off dari
sungai-sungai musiman dikelompokkan dalam kategori pemanenan air banjir (Clarke
dan Newson, 2007).
Dalam
kegiatan panen air, penentuan ukuran air hujan yang dibutuhkan sangatlah
penting. Adabeberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain : volume air yang
dibutuhkan perhari, ukuran tangkapan air hujan, tinggi rendanya air hujan,
kegunaan air sebagai alternative air bersih dan tempat tersedia. Utnuk
mengetahui kebutuhan air secara total, harus ditentukan kuantitas air yang
diperlukan untuk keperluan outdoor, seperti irigasi, reservoir, dan indoor
seperti mandi, cuci dan toilrt (Pacey dan Cullis, 1989).
III.
METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan
Air untuk Pertanian Acara VI “Panen Air (Water
Harvesting)” dilaksanakan pada hari Jumat, 11 Maret 2016 di Laboratorium
Agrohidrologi, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta dan di embung Tambak Boyo Condong Catur, Depok, Kec.
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,.Bahan yang digunakan adalah sketsa
danau buatan, tabel kedalaman embung, dan millimeter blok. Alat yang
digunakanadalah alat tulis dan kalkulator.
Cara kerja pertama yaitu
sketsa danau buatan dijiplak di kertas millimeter blok dan dihitung luas
permukaannya. Rata-rata kedalaman dihitung dengan data kedalaman dijumlahkan
kemudian dibagi dengan jumlah data. Setelah nilai luas permukaan embung dan
rata-rata kedalaman embung sudah diketahui, kemudian nilai volume embung
dihitung dengan dikalikan antara kedalaman dengan luas permukaan. Waktu yang
diperlukan pengisian embung dihitung dengan rumus :
Waktu
penggunaan air di dalam embung untuk dialirkan dengan Qirigasi sebesar
5 liter per sekon, dapat dihitung dengan rumus :
Qirigasi
per jam dihitung dengan rumus :
Qirigasi
per jam = Qirigasi per detik x 3600 detik
Qirigasi per hari dihitung
dengan rumus :
Qirigasi per hari = Qirigasi
per jam x 24 jam
Luas
lahan yang dialiri dapat dihitung dengan rumus :
Etobulanan
dihitung dengan rumus:
Etobulanan = Etoharian
x 30 hari
dan
Etotahunan dapat dihitung dengan rumus :
Etotahunan = Etobulanan
x 12 bulan
jika
diketahui Eto 5 mm per hari.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Data Informasi
Embung
No
|
Parameter yang diamati
|
Nilai
|
1
|
Volume waduk
|
1.314.498,5 m3
|
2
|
Waktu pengisian waduk
|
65.725,625
sekon = +/- 18 hari
|
3
|
Lama penggunaan air waduk
|
26,289,97 sekon = +/- 7 hari
|
4
|
Luas area yang dapat dialiri
|
8.763.300m2/bulan
|
105.159.880m2/tahun
|
Gambar 1. Peta Letak Embung
Tambakboyo
Menurut
Perbup nomor 2.1 tahun 2014, Embung Tambakboyo, berada di Dusun Mancasan, Desa
Condongcatur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dengan ketinggian elevasi 153m.
Embung Tambakboyo memiliki fungsi utama yaitu konservasi, wisata dan perikanan.
Fungsi tersebut sebagai upaya untuk memanfaatkan sumberdaya air yang berlimpah.
Embung Tambakboyo memiliki dua input
dan satu output. Input Embung
Tambakboyo berasal dari Sungai Tambakboyo dan Sungai Buntung. Berdasarkan hasil
perhitungan dapat diketahui bahwa volume waduk yaitu 1.314.498,5m3 dengan waktu
pengisian waduk 65.725,625 sekon atau kurang lebih 18 hari. Lama penggunaan
waduk adalah 26,289,97 sekon atau sekitar 7 hari
dengan perkiraan luas lahan yang dapat dialiri air per bulan adalah 8.763.300m2/bulandan 105.159.880m2/tahun.Arah aliran Sungai Tambak Bayan sendiri telah
mengalami perubahan beberapa kali dalam waktu relatif dekat, yaitu mula-mula
menyusur tebing Barat kemudian pindah ke tengah, sekarang dialirkan melalui
saluran sudetan pasangan batu yang lurus dari arah Utara. Akibat banjir, daerah
yang semula relatif datar berpasir menjadi cekung sedalam 3,6 m seluas 7 Ha.
Tipe
bendungan adalah concrete gravity dam
yang sekaligus berfungsi sebagai pelimpah.Pemerintah Daerah Yogyakarta
membangun Embung Tambak Boyo dengan maksud untuk melestarikan sumber daya air
dan lingkungan Daerah Pengaliran Sungai Tambak Bayan, menaikkan muka air tanah,
serta mengembangkan potensi wisata daerah. Lokasi Embung terletak pada kaki
Gunung Merapi dengan luas genangan 5,8 Ha dan volume tampungan kurang lebih
400.000 m3. Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan
air hujan atau air aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk
digunakan pada waktu curah hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan
konservasi air, yakni menggunakan air yang sudah dipanen secara hemat sesuai
kebutuhan.
Pemanenan
Air Hujan (PAH) merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk
mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan
atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai salah satu sumber suplai air
bersih (UNEP, 2001; Abdullah et. al, 2009; Yulistyowati, 2011). Pembuatan rorak
merupakan contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan
konservasi air.Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai
bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan
berturut-turut dan pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm
per bulan). Air yang berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk
digunakan pada musim kemarau.Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi
pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
Menurut
UNEP (2001) dalam Yulistyorini (2011) beberapa keuntungan penggunaan air hujan
sebagai salah satu alternatif sumber air bersih adalah sebagai berikut:
1.
Meminimalisasi
dampak lingkungan: penggunaan instrumen yang sudah ada (atap rumah, tempat
parkir, taman, dan lain-lain) dapat menghemat pengadaan instrumen baru dan
meminimalisasi dampak lingkungan. Selain itu meresapkan kelebihan air hujan ke
tanah dapat mengurangi volume banjir di jalan-jalan di perkotaan setelah
banjir;
2.
Lebih bersih:
air hujan yang dikumpulkan relatif lebih bersih dan kualitasnya memenuhi
persyaratan sebagai air baku air bersih dengan atau tanpa pengolahan lebih
lanjut;
3.
kondisi darurat:
Air hujan sebagai cadangan air bersih sangat penting penggunaannya pada saat darurat
atau terdapat gangguan sistem penyediaan air bersih, terutama pada saat terjadi
bencana alam. Selain itu air hujan bisa diperoleh di lokasi tanpa membutuhkan
sistem penyaluran air;
4.
Sebagai cadangan
air bersih: pemanenan air hujan dapat mengurangi kebergantungan pada sistem
penyediaan air bersih;
5.
Sebagai salah
satu upaya konservasi; dan
6.
Pemanenan air
hujan merupakan teknologi yang mudah dan fleksibel dan dapat dibangun sesuai
dengan kebutuhan. Pembangunan, operasional dan perawatan tidak membutuhkan
tenaga kerja dengan keahlian tertentu.
Teknologi pemanenan air hujan pada lahan pertanian
berfungsi menyediakan sumber air irigasi pada musim kemarau dapat pula
berfungsi mengurangi banjir pada musim hujan. Panen air hujan dan aliran
permukaan ditujukan utuk mengurangi volume aliran permukaan, selain itu dapat
meningkatkan cadangan air tanah dan meningkatkan ketersediaan air tanaman
terutama pada musim kemarau, kemudian yang terakhir adalah untuk mengurangi
kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis dan daya angkutnya menurun
(Naiulu, 2014).Teknologi pemanenan air sangat bermanfaat untuk lahan yang tidak
memiliki jaringan irigasi atau sumber air bawah permukaan tanah (groundwater). Selain dapat dimanfaatkan
untuk pengairan, air yang tertampung dapat juga digunakan untuk pemeliharaan
ikan, keperluan rumah tangga, dan minum ternak terutama pada MK (Subagyono et. al, 2007).
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil perhitungan dapat diketahui bahwa volume waduk yaitu 1.314.498,5m3 dengan waktu
pengisian waduk 65.725,625 sekon atau kurang lebih 18 hari. Lama penggunaan
waduk adalah 26,289,97 sekon atau sekitar 7 hari
dengan luas lahan yang dapat dialiri air per bulan adalah 8.763.300m2/bulan dan 105.159.880m2/tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Y. dan N. Anwar. 2013. Teknologi pemanenan
air hujan untuk mengatasi kekeringandan
penyediaan air bersih di Desa Sawitan.
Jurnal Teknik Pomits 1: 1-6.
Clarke, R. T. dan M. D.
Newson. 2007. Some detailed water balance studies of research catchments. Proc.
Roy. Soc. Land 1: 21-42.
Harsoyo, B. 2010. Teknik pemanenan air hujan (rain
water harvesting) sebagai alternatif upaya penyelamatan
sumber daya air di wilayah DKI Jakarta. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi
Cuaca 1: 29-39.
Kumar, K., S. Thaman, C. Agrawal and P. Sharma.
2011. Rain water harvesting and ground water recharging in
North Western Himalaya region for sustainable agriculture productivity. Universal
Journal of Environmental and Technology 1: 539-544.
Naiulu, H. 2014. Sistem Pemanenan Air Hujan Di Daeah
Lahan Kering. Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Pacey, A and A. Culis. 1989. Rain Water Harvesting.
WBC Print Ltd, London.
Purbawa, G. A. dan G. N. Wiryajaya. 2009. Analisis spasial normal ketersediaan air tanah bulanan
di Provinsi Bali. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 5: 150-159.
Subagyono, K., U. Haryati, dan S. H. Tala’ohu. 2007.
Teknologi Konservasi air pada tanaman lahan kering. <http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/.> Diakses tanggal 18 Maret 2016.
Surbakti. 1987. Teknologi
Terapan Air Minum Sehat. Mutiara Salo, Surakarta.
Yulistyorini, A. 2011. Pemanenan air hujan sebagai
alternatif pengelolaan sumber daya air di perkotaan. Jurnal Teknologi dan
Kejuruan 34(1): 106-114.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar