Selasa, 26 April 2016

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN ACARA I PENGUKURAN LAJU INFILTRASI

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN
ACARA I
PENGUKURAN LAJU INFILTRASI

Description: Description: C:\Users\hapsaribka\Pictures\Logo+UGM++.jpg
Disusun Oleh:
                                              
                                              
                                              
                                              
                                              
                                                           
                                               Golongan/kelompok  :
                                               Asisten Praktikum      :


LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA I
PENGUKURAN LAJU INFILTRASI

ABSTRAKSI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 1 dengan judul Pengukuran Laju Infiltrasi dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 19 Februari 2016 di Laboratorium Agrohidrologi dan halaman Stasiun Meteorologi Fakultas Pertanian,Universaitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah dua buah infiltrometer tabung konsetrik (tabung dalam dan tabung luar), penggaris, ember, stopwatch, selang, dan air. Praktikum ini dilaksanakan pada dua daerah pengamatan yaitu daerah dengan vegetasi dan non vegetasi. Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 1 bertujuan untuk mengadakan pengukuran laju infiltrasi dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan terjadi secara vertikal. Pengukuran laju infiltrasi menunjukkan bahwa tanah dengan vegetasi memiliki laju infiltrasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah non vegetasi. Semakin lama waktu infiltrasi, maka laju infiltrasi tanah dengan vegetasi semakin menurun, sedangkan laju infiltrasi non vegetasi mengalami fluktuasi. Pengujian selanjutnya menggunakan F-Test dan T-Test, hasil menunjukkan bahwa antara tanah tanpa vegetasi dan tanah dengan vegetasi menunjukkan perbedaan yang nyata. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi antara lain gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah, tekstur tanah, struktur tanah, bulk density, dan total ruang pori (TRP) tanah, kerapatan lindak, dan jumlah bahan organik tanah dalam tanah.
Kata kunci: laju inflitrasi, double ring infiltrometer, vegetasi

I.         PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
            Air merupakan faktor penting bagi tanaman karena berkaitan dengan proses metabolisme tanaman. Kekurangan dan kelebihan air akan menghambat proses metabolisme tanaman sehingga berdampak pada menurunnya produksi tanaman. Dengan demikian, air yang diserap tanaman harus tepat jumlahnya sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman perlu diperhatikan karena berkaitan dengan unsur hara dalam tanah. Hara tanaman membutuhkan air sebagai medium untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Berkaitan dengan air dlaam tanah, air dibedakan menjadi 3 golongan yaitu: air gravitasi, yaitu air yang selalu merembes ke bawah akibat adanya gaya gravitasi, air ini dapat tersedia bagi tanaman namun tersedia dalam waktu yang singkat; air higroskopis, yaitu air yang tidak dapat diserap oleh tanaman, kecuali tanaman daerah kering; dan air kapiler, yaitu air yang tersimpan dalam pori-pori tanah sebagai akibat adanya gaya kapiler, dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Gaya gravitasi dan gaya kapiler inilah yang menyebabkan terjadinya infiltrasi dalam tanah.
Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan secara vertikal. Laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu yang dinyatakan dalam mm/jam. Proses infiltrasi berawal ketika air hujan menyentuh permukaan tanah dan masuk melalui pori-pori permukaan tanah. Kemudian air tertampung di dalam tanah dan mengalir ke tempat lain dengan arah lateral dan vertikal. Laju infiltrasi dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan air bagi tanaman. Dengan demikian, laju infiltrasi beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya penting untuk diketahui guna menentukan jumlah air yang harus diberikan pada tanaman agar produktivitas tanaman dapat dijaga atau ditingkatkan.
B.       Tujuan
       Mengadakan pengukuran laju infiltrasi dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya.

II.      TINJAUAN PUSTAKA
            Infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan terjadi secara vertikal (Dariah dan Rachman, 2015). Infiltrasi merupakan proses yang dinamis dan menjadi salah satu faktor yang paling penting dalam fase tanah pada siklus hidrologi karena infiltrasi menentukan jumlah limpasan serta pasokan air untuk profil tanah (Lado and Ben Hur, cit. Bedbabis et al., 2014). Laju infiltrasi merupakan ukuran dari laju air yang dapat diserap tanah, baik berasal dari air hujan maupun dari irigasi (Ben Rouina, cit. Bedbabis et al., 2014). Besarnya laju infiltrasi dinyatakan dalam millimeter per jam (mm/jam).
Secara umum, laju infiltrasi dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Gaya gravitasi dibatasi oleh besar kecilnya pori-pori tanah. Gaya gravitasi kurang bekerja pada pori-pori tanah yang kecil, sedangkan gaya kapiler tanah justru akan bekerja pada pori-pori tanah yang kecil. Gaya kapiler bersifat mengalirkan air tegak lurus (ke arah vertikal) dan mendatar (ke arah horizontal). Kapasitas infiltrasi merupakan laju maksimal gerakan air masuk ke dalam tanah. Kapasitas infiltrasi merupakan parameter hidrologi tanah yang penting karena dapat berfungsi sebagai indikator degradasi tanah dan kekeringan (Bi et al., 2014).
Infiltrasi merupakan interaksi kompleks antara intensitas curah hujan, karakteristik, dan kondisi permukaan tanah. Besarnya intensitas curah hujan menentukan efektivitas penyerapan air oleh tanaman. Air hujan pada intensitas curah hujan yang rendah akan diserap oleh akar tanaman secara lebih efektif karena infiltrasi terjadi secara sempurna. Sebaliknya, air hujan pada intensitas curah hujan tinggi tidak dapat diserap oleh akar tanaman sepenuhnya, terlebih saat jatuh pada permukaan tanah berpori kecil, sebagian besar dari air tersebut akan menjadi aliran permukaan. Dalam kurun waktu tertentu, hujan dengan intensitas curah hujan tinggi dapat menurunkan laju infiltrasi akibat kerusakan struktur permukaan tanah (pemadatan) yang ditimbulkan oleh hujan tersebut (Arsyad dan Rustiadi, 2004).
Menurut Corn and Digest (2011), laju infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pori-pori tanah, sisa-sisa akar yang menempel pada tanah (bahan organik), dan kandungan air tanah. Selain itu, laju infiltrasi juga dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah, kualitas air, kondisi penutupan permukaan tanah, pencucian partikel halus, dan pengolahan tanah. Semakin besar pori-pori tanah, infiltrasi akan semakin cepat karena air mendapat gaya gravitasi yang besar. Sebaliknya, semakin kecil pori-pori tanah, gaya gravitasi tidak dapat bekerja maksimal (didominasi oleh gaya kapiler), sehingga infiltrasi berjalan lebih lambat. Besarnya kandungan bahan organik di dalam tanah juga berpengaruh pada laju infiltrasi. Semakin besar kandungan bahan organik di dalam tanah, baik berupa seresah maupun sisa-sisa akar tanaman, kemampuan tanah untuk menjerap air akan semakin besar, sehingga laju infiltrasi akan semakin cepat. Kandungan air tanah juga menentukan besar kecilnya laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada tanah kering lebih besar dibandingkan dengan tanah basah. Hal ini berhubungan dengan kemampuan tanah untuk menampung air (Corn and Digest, 2011).
Infiltrasi dapat diukur dengan infiltrometer silinder atau infiltrometer sprinkler. Infiltrometer silinder merupakan alat ukur laju infiltrasi yang paling banyak digunakan karena sederhana dan relatif murah. Jika metode ini digunakan dengan tepat, informasi yang berguna saat air masuk permukaan tanah dapat disediakan. Infiltrometer sprinkler lebih tepat digunakan ketika sistem yang dipelajari melibatkan erosi, runoff, dan infiltrasi air hujan, sedangkan untuk menentukan informasi infiltrasi pada system irigasi permukaan, alur metode irigasi yang dijelaskan Kincaid (1986) harus digunakan (Ward and Trimble, 2004).


III.   METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 1 dengan judul Pengukuran Laju Infiltrasi dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 19 Februari 2016 di Laboratorium Agrohidrologi Departemen Tanah dan halaman Stasiun Meteorologi Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan adalah dua buah double ring infiltrometer, penggaris, ember, stopwatch, selang, dan air.
Praktikum ini dilaksanakan pada dua daerah pengamatan yaitu daerah dengan vegetasi dan non vegetasi. Double ring infiltrometer diletakan di atas permukaan tanah yang datar dengan posisi tegak lurus permukaan tanah. Kemudian tabung infiltrometer bagian luar dan dalam ditekan masuk kedalam tanah secara bergantian hingga kedalaman 10 cm dari permukaan tanah. Tabung diperhatikan agar tidak miring dan tidak merusak permukaan ketika dimasukan ke stanah. Kemudian, penggaris diletakan kedalam tabung infiltrometer. Setelah itu, tabung diisi dengan air pada tabung terluar hingga menggenang pada ketinggian tertentu. Setelah tabung terluar tidak mengalami penurunan tinggi air atau daka kondisi jenuh, tabung bagian dalam diisi pada ketinggian tertentu dan dicatat sebagai h1. Waktu pengukuran penurunan tinggi air dicatat dan diamati interval waktu setiap 1, 2, 4, 8, dan 10 menit. Masing-masing interval dilakukan pengamatan dengan 3 kali ulangan. Penurunan air pada tabung berdasarkan interval waktu pengamatan yang dicatat sebagai h2 diamati dan dicatat hingga laju infiltrasi air ke dalam tanah. Apabila air dalam tabung hampir habis, air ditambahkan hingga mencapai tinggi awal. Langkah tersebut diulangi hingga infiltrasi konstan. Infiltrasi konstan apabila pada tiga kali pengamatan selisih antara h1 dan h2 adalah konstan. Setelah itu, data yang diperoleh diolah dengan interpolasi sehingga didapatkan nilai laju infiltrasi setiap interval waktu.

IV.   HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Tabel Hasil Pengamatan Laju Infiltrasi pada Lahan Vegetasi dan Lahan Non Vegetasi
No
Waktu Interval
Waktu Kumulatif
Tinggi Air (cm)
Infiltrasi
Infiltrasi
Laju Infiltrasi
Vegetasi
Nonvegetasi
Vegetasi (cm)
Nonvegetasi (cm)
Vegetasi (cm)
Nonvegetasi (cm)
Vegetasi (mm/jam)
Nonvegetasi (mm/jam)
H1
H2
H1
H2
1
1'
1
11
10,5
11
10,8
0,5
0,2
0,5
0,2
300,00
120,00
2
1'
2
10,5
10
10,8
10,7
0,5
0,1
1
0,3
300,00
90,00
3
1'
3
10
9,6
10,7
10,5
0,4
0,2
1,4
0,5
280,00
100,00
4
2'
5
9,6
8,6
11
10,5
1
0,5
2,4
1
288,00
120,00
5
2'
7
8,6
7,8
10,5
9,8
0,8
0,7
3,2
1,7
274,29
145,71
6
2'
9
7,8
7
9,8
9,5
0,8
0,3
4
2
266,67
133,33
7
4'
13
7
5,4
11
10,8
1,6
0,2
5,6
2,2
258,46
101,54
8
4'
17
11
9,5
10,8
10,1
1,5
0,7
7,1
2,9
250,59
102,35
9
4'
21
9,5
7,9
10,1
9,2
1,6
0,9
8,7
3,8
248,57
108,57
10
8'
29
7,9
5
11
9,6
2,9
1,4
11,6
5,2
240,00
107,59
11
8'
37
11
8,3
9,6
8,1
2,7
1,5
14,3
6,7
231,89
108,65
12
8'
45
8,3
5,4
8,1
6,7
2,9
1,4
17,2
8,1
229,33
108,00
13
10'
55
11
7,7
11
9,3
3,3
1,7
20,5
9,8
223,64
106,91
14
10'
65
11
7,5
9,3
7,6
3,5
1,7
24
11,5
221,54
106,15
15
10'
75
11
7,5
7,6
5,9
3,5
1,7
27,5
13,2
220,00
105,60


Tabel 2. Tabel Hasil Perhitungan Interpolasi Kelipatan Menit Ke 5 pada Hasil Pengamatan Infiltrasi
Menit ke
Laju Infiltrasi (mm/jam)
Vegetasi
Nonvegetasi
5
288,00
120,00
10
264,62
125,38
15
254,52
101,95
20
249,08
107,02
25
244,29
108,08
30
238,99
107,72
35
233,92
108,38
40
230,93
108,41
45
229,33
108,00
50
226,48
107,45
55
223,64
106,91
60
222,59
106,53
65
221,54
106,15
70
220,77
105,88
75
220,00
105,60



Tabel 3. Tabel Hasil Uji T pada Pengamatan Laju Infiltrasi
Menit ke
Infiltrasi (mm)
Hasil Uji f
Hasil Uji t
Vegetasi
Nonvegetasi
1
293.33
103.33
*
*
2
276.32
133.02
*
*
4
252.54
104.15
ns
*
8
233.74
108.08
*
*
10
221.72
106.22
ns
*
*   : signifikan
ns : tidak signifikan


IV. PEMBAHASAN
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 1 yang berjudul pengukuran laju infiltrasi bertujuan untuk mengadakan pengukuran laju infiltrasi dan mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan laju infiltrasi pada tanah dengan vegetasi dan non vegetasi dapat dibuat grafik sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik Laju Infiltrasi pada Berbagai Waktu Kumulatif
Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa laju infiltrasi pada tanah vegetasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah yang non vegetasi. Pada grafik tersebut, laju infiltrasi pada menit pertama hingga menit-menit selanjutnya terus mengalami penurunan sedangkan pada laju infiltrasi di daerah non vegetasi, mengalami laju infiltrasi yang fluktuatif. Hal ini terlihat pada interval menit kedua terjadi peningkatan laju infiltrasi yang diikuti penurunan laju infiltrasi di interval berikutnya. Pada grafik 1 juga ditunjukkan bahwa laju infiltrasi pada tanah dengan vegetasi lebih cepat dibandingkan dengan laju infiltrasi pada tanah non vegetasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (1989), penutupan tanah dengan vegetasi dapat meningkatkan laju infiltrasi suatu lahan, hal ini didukung pula dalam penelitian Utaya (2008), dimana perbedaan kapasitas infiltrasi pada berbagai penggunaan lahan menunjukkan bahwa faktor vegetasi memiliki peran besar dalam menentukan kapasitas infiltrasi. Menurut Winanti dalam Utaya (2008), pengaruh vegetasi terhadap infiltrasi ditentukan oleh sistem perakarannya yang yang berbeda antara tumbuhan berakar pendek, sedang, dan dalam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kapasitas infiltrasi pada tanah bervegetasi akan cenderung lebih tinggi dibanding tanah yang tidak bervegetasi.
Proses masuknya air secara vertikal kedalam tanah atau Infiltrasi sangat mempengaruhi ketersediaan sumber daya air dalam tanah. Banyaknya air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah disebut laju infiltrasi (infiltration rate) dinyatakan dalam mmh-1 atau cmh-1 dimana laju infiltrasi dapat diperbesar dengan mempengaruhi salah satu dari faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi yaitu, meningkatkan banyaknya air yang masuk kedalam tanah dengan meningkatkan simpanan depresi yang ditimbulkan oleh pengolahan tanah, pembuatan galengan atau pengolahan lahan menurut kontur, mengurangi besarnya evaporasi, dengan pemberian mulsa misalnya juga memperbesar jumlah air yang masuk kedalam tanah, pemupukan dengan pupuk organik, penutupan tanah dengan vegetasi atau sisa-sisa tanaman dan menjaga ekosistem flora dalam tanah karena lubang atau celah-celah pada tanah yang ditimbulkan oleh binatang-binatang tanah, seperti cacing dan serangga dapat memperbesar jumlah air yang meresap ke dalam tanah (Arsyad, 1989).
Faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah sifat fisik tanah. Sifat fisik tanah yang diamati pada penelitian ini adalah yang berpengaruh terhadap laju infiltrasi yaitu tekstur tanah, struktur tanah, Bulk density, dan total ruang pori (TRP) tanah. Kartasapoetra dalam Elfiati dan Delvian, et al. (2010) menyatakan bahwa pada fraksi berpasir mempunyai kapasitas infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan fraksi liat. Menurut Suripin dalam Elfiati dan Delvian (2010), setiap jenis tanah mempunyai kemampuan untuk berinfiltrasi yang berbeda-beda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai rendah.
Tinggi atau rendahnya laju infiltrasi juga dipengaruhi kerapatan lindak, total ruang pori tanah, dan kandungan C-organik tanah. Hubungan antara kerapatan lindak dan total ruang pori dimana jika semakin tinggi kerapatan lindak maka semakin rendah total ruang pori dan semakin rendah kerapatan lindak maka semakin tinggi persen total ruang pori. Besarnya total ruang pori tanah menunjukkan tanah tersebut gembur dan memiliki banyak ruang pori tanah. Hal ini berarti proses penyerapan terhadap air berlangsung cepat (Foth; Havlin et al.; Winarso dalam Elfiati dan Delvian, 2010). Jumlah bahan organik tanah dalam tanah juga sangat mempengaruhi banyaknya air yang masuk kedalam tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai kemampuan meresapkan air sampai beberapa kali berat keringnya dan juga memiliki porositas yang tinggi, sehingga dapat mempengaruhi laju infiltrasi (Elfiati dan Delvian, 2010).
Fungsi dan kegunaan dari perlakuan penjenuhan pada ring besar pada double ring infiltrometer adalah untuk mengurangi pengaruh rembesan lateral. Rembesan lateral sering menyebabkan hasil pengukuran dari alat ini menjadi tidak mudah untuk disimulasikan ke dalam skala lapangan. Menurut Dariah dan Rachman (2015) hindari kebocoran di sekitar dinding ring dengan cara memadatkan bagian tanah yang bersentuhan dengan dinding ring. Bila terbentuk celah yang besar, maka perlu dilakukan perekatan dengan menggunakan serbuk bentonit atau lempung halus saat penjenuhan. Cara yang paling sederhana untuk melakukan adalah dengan menambahkan air secara manual, biasanya digunakan untuk tanah dengan laju infiltrasi rendah. Untuk mengetahui kapan air harus ditambahkan, diperlukan penunjuk/pointer (yang paling sederhana adalah penggaris atau batang kayu/logam yang ditera) atau bisa digunakan semacam kait pengukur (hook gauge). Ketika permukaan air dalam ring pengukur turun dan sampai pada titik penunjuk (pointer) atau hook gauge level, maka dilakukan penambahan air sampai permukaan air dalam ring kembali ke titik awal/preset mark. Rata-rata laju infiltrasi ditetapkan/dihitung dari volume penambahan air dan interval waktu penambahan (Dariah dan Rachman, 2015).
Berdasarkan hasil pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa untuk hasil uji f, pada menit ke-4 dan ke-10 diperoleh hasil bahwa rata-rata infiltrasi dengan vegetasi dan non vegetasi menunjukkan bahwa varians yang dimiliki adalah sama (equal). Sedangkan pada menit ke-1, ke-2, dan ke-8 menunjukkan hasil bahwa rata-rata laju infiltrasi antara tanah dengan vegetasi dan non vegetasi berbeda nyata dengan varians tidak sama atau (unequal). Hasil uji f ini akan menentukan cara analisis untuk uji lanjut berikutnya yaitu uji t. Untuk uji f yang menghasilkan hasil equal  atau f hitung lebih besar dari f critical maka akan dilanjutkan dengan analisis uji t Two-Sample Assuming Equal Variances. Begitu pula pada hasil analisis unequal atau f hitung lebih besar dari f critical maka akan dilanjutkan dengan analisis uji t Two-Sample Assuming Unequal Variances. Hasil yang diperoleh dari hasil Uji t didapatkan hasil bahwa untuk semua menit diperoleh hasil berbeda nyata yang berarti bahwa rata-rata laju infiltrasi antara perlakuan tanah dengan vegetasi dan non vegetasi berbeda nyata atau dapat dikatakan adanya pemberian perlakuan memberikan pengaruh nyata pada hasil pengamatan.
Infiltrasi dipengaruhi oleh volume hujan atau tampungan keadaan karakteristik tanahnya dan unsur-unsur lainnya. Adanya infiltrasi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan tingkat laju infiltrasi yang tinggi maka kandungan air dalam tanah sedikit sehingga tanaman membutuhkan air yang tinggi. Adapun laju infiltrasi yang rendah menyebabkan kebutuhan air pada tanaman menurun seiring kandungan air dalam tanah meningkat. Apabila kondisi demikian tidak dapat ditoleransi oleh tanaman maka tanaman akan mengalami titik layu sementara dan/atau permanen (Barid, 2007).
Berkaitan dengan infiltrasi, penggunaan lahan dengan tutupan vegetatif akan menyediakan perlindungan  dari pemadatan oleh energi air hujan. Namun besarnya infiltrasi tergantung pada fase pertumbuhan. Tanah dengan tanaman jagung dewasa meiliki infiltrasi yang lebih besar dibandingkan dengan jagung yang baru ditanam. Menurut Rawls et al. (1993), peningkatan infiltrasi ini disebabkan oleh  peningkatan bukaan akar dan perlindungan daun-daunan dewasa yang melindungi  tanah dari pemadatan oleh air hujan.
Dalam banyak kasus, vegetasi asli yang rimbun memiliki banyak bukaan akar yang meningkatkan infiltrasi. Vegetasi yang padat juga menyediakan resistensi untuk aliran lateral dari air melalui vegetasi, meningkatkan kedalaman aliran, dan meningkatkan kesempatan air untuk terinfiltrasi. vegetasi yang lebat  menyediakan selapisan material vegetatif yang melapuk yang menjadi sumber energi bagi bakteri, insekta dan hewan berkembang. Akumulasi serasah di lantai hutan memberikan lapisan padat dari material vegetatif yang mengurangi kecepatan aliran lateral dan meningkatkan infiltrasi (Singh and Narang, 1992).


V. KESIMPULAN
1.        Pengukuran laju infiltrasi menunjukkan bahwa tanah dengan vegetasi memiliki laju infiltrasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah non vegetasi.
2.        Faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi antara lain gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah, tekstur tanah, struktur tanah, bulk density, dan total ruang pori (TRP) tanah, kerapatan lindak, dan jumlah bahan organik tanah dalam tanah.
3.        Berdasarkan hasil pengamatan infiltrasi pada daerah vegetasi menit ke 1 sebesar 293,33 mm, menit ke 2 sebesar 276,32 mm, menit ke 4 sebesar 252,54 mm, menit ke 8 sebesar 233,74 mm, menit ke 10 sebesar 221,72 mm. Pada daerah tanpa vegetasi infiltrasi yang terjadi pada menit ke 1 sebesar 103,33 mm, menit ke 2 sebesar 133,02 mm, menit ke 4 sebesar 104,15 mm, menit ke 8 sebesar 108,08 mm, menit ke 10 sebesar 106,22 mm.




DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB, Bogor.

Arsyad, S. dan E. Rustiadi. 2004. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Barid B. 2007. Kajian unit resapan dengan lapisan tanah dan tanaman dalam menurunkan limpasan permukaan. Jurnal Berkala Ilmiah Teknik Perairan 13(4): 248-255.

Bedbabis, S., B. B. Rouina, G. Ferrara. 2014. Effect of irrigation with treated wastewater on soil chemical properties and infiltration rate. Journal of Environment Management 133: 45-50.

Bi, Y., H. Zou, C. Zhu. 2014. Dynamic monitoring of soil bulk density and infiltration rate during coal mining in sandy land with different vegetation. International Journal Science and Technology 1(2): 198-206.

Corn and S. Digest. 2011. Soil Factors Determine Beneficial Infiltration Rates from Rainfall. <http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/>. Diakses tanggal 25 Februari 2016.

Dariah, A. dan A. Rachman. 2015. Pengukuran Infiltrasi. <http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/>. Diakses tanggal 25 Februari 2016.

Elfiati, D., dan Delvian. 2010. Laju infiltrasi pada berbagai tipe kelerengan dibawah tegakan ekaliptus di areal HPHTI PT. Toba Pulp Lestari sektor aek nauli. Jurnal Hidrolitan 1 (2): 29-34.

Singh, B. and Narang, M. P., 1992. A comparison of chemical composition, cell-wall content, digestibility and degradation kinetic characteristics as predictors of forage intake. Indian J. Anim. Sci. 62: 369-373.

Rawls, J., Kirkpatrick, R., Yang, J., Lacy, L. 1993. The dhod gene and deduced structure of mitochondrial dihydroorotate dehydrogenase in Drosophila melanogaster.  Gene 124 (2): 191-197.

Utaya, Sugeng. 2008. Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap sifat biofisik tanah dan kapasitas infiltrasi di Kota Malang. Malang.

Ward, A. D. and S. W. Trimble. 2004. Environmental Hydrology: Second Edition. Lewis Publisher. New York.





LAMPIRAN
A.      Perhitungan Interpolasi


Laju Infiltrasi Vegetasi
Laju Infiltrasi Vegetasi 10 menit
-8,21       = 4(y-266,67)
-8,21       = 4y -1066,68
1066,68 – 8,21 = 4y
264,62    = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 15 menit
-7,87       = 2(y-258,46)
-7,87       = 2y-258,46
516,92 – 7,87 = 2y
254,525  = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 20 menit
-6,06       = 4(y-250,59)
-6,06       = 4y-1002,36
1002,36 - 6,06 = 2y
249,075  = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 25 menit
-8,57       = 2(y-248,57)
-8,57       = 2y-497,14
497,14 – 8,57 = 2y
244,29  = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 30 menit
-8,11       = 8(y-240)
-8,11       = 8y-1920
1920 – 8,11 = 8y
238,99  = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 35 menit
-48,66     = 8(y-240)
-48,66     = 8y-1920
1920 – 48,66 = 8y
233,92  = y

Laju Infiltrasi Vegetasi 40 menit
-7,68       = 8(y-231,89)
-7,68       = 8y-1855,12
1855,12 – 7,68 = 8y
230,93  = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 50 menit
-5,69       = 2(y-229,33)
-5,69       = 2y-458,66
458,66 – 5,69 = 2y
226,48  = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 60 menit
-2,1         = 2(y-223,64)
-2,1         = 2y-447,28
447,28 – 2,1 = 2y
222,59  = y
Laju Infiltrasi Vegetasi 70 menit
-1,54       = 2(y-223,64)
-1,54       = 2y-443,09
443,09 – 1,54 = 2y
220,77  = y

Laju Infiltrasi Non Vegetasi
Laju Infiltrasi Non Vegetasi 10 menit
-31,79     = 4(y-133,33)
-31,79     = 4y-533,32
533,32 – 31,79 = 4y
125,38  = y

Laju Infiltrasi Non Vegetasi 15 menit
0,81        = 2(y-101,54)
0,81        = 2y-203,08
203,08 + 0,81 = y
125,38  = y
Laju Infiltrasi Non Vegetasi 20 menit
18,66       = 4(y-102,35)
18,66       = 4y-409,4
409 + 18,66 = 4y
107,02  = y
Laju Infiltrasi Non Vegetasi 25 menit
-0,98       = 2(y-108,57)
-0,98       = 2y-217,14
217,14 – 0,98 = 2y
  108,08= y
Laju Infiltrasi Non Vegetasi 30 menit
1,06        = 8(y-107,59)
1,06        = 8y-860,72
860,72 + 1,06 = 8y
107,72  = y


Laju Infiltrasi Non Vegetasi 35 menit
6,36        = 8(y-107,59)
6,36        = 8y-860,72
860,72 + 6,36 = 8y
108,38  = y
Laju Infiltrasi Non Vegetasi 40 menit
-1,95       = 8(y-108,65)
-1,95       = 8y-869,2
869,2 – 1,95 = 8y
108,41  = y
Laju Infiltrasi Non Vegetasi 50 menit
-1,09       = 2(y-108)
-1,09       = 2y-216
216 – 1,09 = 2y
107,45  = y


Laju Infiltrasi Non Vegetasi 60 menit
-0,76       = 2(y-106,91)
-0,76       = 2y-213,82
213,82 – 0,76 = 2y
106,53 = y
Laju Infiltrasi Non Vegetasi 70 menit
-0,55       = 2(y-106,15)
-0,55       = 2y-212,3
212,3-0,55 = 2y
105,88 = y











B.       Hasil Analisis Uji f dan Uji t
Uji f Laju Infiltrasi 1 Menit
F-Test Two-Sample for Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
293.3333
103.3333
Variance
133.3333
233.3333
Observations
3
3
Df
2
2
F
0.571429
P(F<=f) one-tail
0.363636
F Critical one-tail
0.052632

F hit>Fcrit= unequal





Uji f Laju Infiltrasi 2 Menit
F-Test Two-Sample for Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
276.3175
133.0159
Variance
116.8738
165.3817
Observations
3
3
df
2
2
F
0.706691
P(F<=f) one-tail
0.414071
F Critical one-tail
0.052632

F hit>Fcrit= unequal

Uji f Laju Infiltrasi 4 Menit
F-Test Two-Sample for Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
252.5404
104.1543
Variance
27.31178
14.79926
Observations
3
3
df
2
2
F
1.845482
P(F<=f) one-tail
0.351434
F Critical one-tail
19

F hit

Uji f Laju Infiltrasi 8 Menit
F-Test Two-Sample for Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
233.7417
108.0783
Variance
31.0109
0.286792
Observations
3
3
df
2
2
F
108.1303
P(F<=f) one-tail
0.009163
F Critical one-tail
19

F hit>Fcrit= unequal




Uji f Laju Infiltrasi 10 Menit
 F-Test Two-Sample for Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
221.7249
106.221
Variance
3.331866
0.43181
Observations
3
3
df
2
2
F
7.716049
P(F<=f) one-tail
0.114731
F Critical one-tail
19

F hit

Uji t Laju Infiltrasi 1 Menit
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
293.3333
103.3333
Variance
133.3333
233.3333
Observations
3
3
Hypothesized Mean Difference
0
df
4
t Stat
17.18615
P(T<=t) one-tail
3.36E-05
t Critical one-tail
2.131847
P(T<=t) two-tail
6.73E-05
t Critical two-tail
2.776445

t tabel = 2.145
t stat > t tabel = beda nyata

Uji t Laju Infiltrasi 2 Menit
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
276.3175
133.0159
Variance
116.8738
165.3817
Observations
3
3
Hypothesized Mean Difference
0
df
4
t Stat
14.77374
P(T<=t) one-tail
6.11E-05
t Critical one-tail
2.131847
P(T<=t) two-tail
0.000122
t Critical two-tail
2.776445

t tabel = 2.145
t stat > t tabel = beda nyata

Uji t Laju Infiltrasi 4 Menit
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
252.5404
104.1543
Variance
27.31178
14.79926
Observations
3
3
Pooled Variance
21.05552
Hypothesized Mean Difference
0
df
4
t Stat
39.60554
P(T<=t) one-tail
1.21E-06
t Critical one-tail
2.131847
P(T<=t) two-tail
2.43E-06
t Critical two-tail
2.776445

t tabel = 2.145
t stat > t tabel = beda nyata

Uji t Laju Infiltrasi 8 Menit
t-Test: Two-Sample Assuming Unequal Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
233.7417
108.0783
Variance
31.0109
0.286792
Observations
3
3
Hypothesized Mean Difference
0
df
2
t Stat
38.90572
P(T<=t) one-tail
0.00033
t Critical one-tail
2.919986
P(T<=t) two-tail
0.00066
t Critical two-tail
4.302653

t tabel = 2.145
t stat > t tabel = beda nyata




Uji t Laju Infiltrasi 10 Menit
t-Test: Two-Sample Assuming Equal Variances

Variable 1
Variable 2
Mean
221.7249
106.221
Variance
3.331866
0.43181
Observations
3
3
Pooled Variance
1.881838
Hypothesized Mean Difference
0
df
4
t Stat
103.122
P(T<=t) one-tail
2.65E-08
t Critical one-tail
2.131847
P(T<=t) two-tail
5.3E-08
t Critical two-tail
2.776445

t tabel = 2.145
t stat > t tabel = beda nyata

C.      Dokumentasi Praktikum






Gambar 1. Persiapan double ring Infiltrometer
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
Gambar 2. Pengisian double ring Infiltrometer pada Pengamatan Laju Infiltrasi di Tempat Non Vegetasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
 


           

Gambar 3. Penjenuhan pada Ring Besar double ring Infiltrometer pada Pengamatan Laju Infiltrasi di Tempat Non Vegetasi
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar