Selasa, 24 Mei 2016

LAPORAN OBSERVASI PENGKAJIAN LAPANGAN AGRONOMI PENGKAJIAN LAPANGAN AGRONOMI DI HAMPARAN DUSUN SAREN, WEDOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENGKAJIAN LAPANGAN AGRONOMI DI HAMPARAN DUSUN SARENWEDOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA




PELAKSANA


PEMBIMBING



FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
I.  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pertanian merupakan salah satu sumber devisa utama bagi negara yang mempengaruhi perekonomian di Indonesia yaitu melalui ekspor. Selain berperan dalam perekonomian negara, sektor pertanian juga menjadi penyedia pangan nasional, serta menjadi penyerap tenaga kerja di Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Produktivitas suatu tanaman yang dibudidayakan akan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan dan kemampuan untuk ekspor. Hal tersebut menyebabkan suatu pengembangan pertanian baik secara infastruktur maupun teknik budidaya diperlukan agar sektor pertanian mampu bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri serta meningkatan kesejahteraan masyarakat, termasuk petani. Produktivitas pertanaman dalam satu lahan dan hamparan yang terlihat seragam dapat berbeda-beda meskipun jenis tanaman yang dikembangkan sama, sehingga perlu suatu pengkajian lapangan untuk mengetahui masalah, penyebab, serta cara menangani masalah dalam suatu hamparan tersebut.
Pengkajian lapangan agronomi perlu dilaksanakan agar kita dapat mengetahui keadaaan sebenarnya di lapangan yang kemudian dibandingkan dengan pustaka-pustaka yang sesuai dengan apa yang sedang dikaji. Selain itu pentingnya pengkajian lapangan agronomi adalah agar dapat membantu memecahkan masalah dan kendala-kendala yang berada di suatu hamparan yang dapat memberikan keragaan pertanaman dan produktivitas tanaman yang dibudidayakan mengalami perbedaan. Pengkajian lapangan agronomi ini tidak hanya bertujuan untuk memahami teknik budidaya yang diterapkan petani di lapangan saja. Akan tetapi juga bertujuan untuk memahami bahwa dalam perbedaan yang terjadi dalam suatu hamparan meskipun terlihat seragam namun dapat dipengaruhi oleh mutu tanaman, daya dukung lahan, maupun manajemen tanaman yang dilakukan oleh petani, serta dapat dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia dan latar belakang keluarganya.
B.     Tujuan
1.      Mengetahui kendala dalam budidaya pertanian di hamparan Dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY.
2.      Memberikan saran penyelesaian terhadap kendala dalam budidaya pertanian di hamparan Dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY.




II. TINJAUAN PUSTAKA
            Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan meliputi kawasan, lahan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan nasional. Kawasan peruntukan pertanian adalah kawasan budidaya yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan/atau perternakan (Menteri Pertanian RI, 2012).
            Menurut peraturan Menteri Pertanian nomor 07/permentan/ot.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan, hamparan lahan pertanian pangan memiliki luas minimal 20 ha. Kesatuan hamparan adalah luasan lahan pada satu hamparan pada skala ekonomi sehingga pertambahan produksi menyebabkan biaya rata-rata menjadi semakin rendah karena terjadi peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Luasan kesatuan hamparan adalah sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi dan sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cit. Setiawan (2016) hamparan diartikan sebagai suatu tempat yang tampak papar dan rata, membentang.
            Dalam suatu luasan hamparan lahan, umumnya akan memiliki topografi yang berbeda-beda. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan lingkungan tempat dimana tanaman tersebut tumbuh. Lingkungan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dikategorikan sebagai faktor internal (genetik) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal meliputi ketahanan terhadap tekanan iklim, tanah dan biologis, laju fotosintetik, respirasi, pembagian hasil asimilasi dan nitrogen, klorofil, karoten dan kandungan pigmen lainnya, aktifitas enzim, pengaruh langsung gen (misalnya heterosis, epistasis) dan differensiasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi edafik (tanah), biologis, serta iklim (Anonim, 2012).
            Interaksi antara tanaman dengan lingkungannya merupakan salah satu syarat bagi peningkatan produksi tanaman. Iklim dan cuaca merupakan lingkungan fisik esensial bagi produktivitas tanaman yang sulit dimodifikasi sehingga secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Di Indonesia faktor curah hujan dan kelembaban udara merupakan parameter iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pangan khususnya. Hal ini disebabkan faktor iklim tersebut memiliki peranan paling besar dalam menentukan kondisi musim di wilayah Indonesia (Suparyono dan Agus Setyono cit. Anonim, 2015).
            Tanaman padi secara umum membutuhkan suhu minimum 11°-25°C untuk perkecambahan, 22°-23 C untuk pembungaan, 20°-25°C untuk pembentukan biji, dan suhu yang lebih panas dibutuhkan untuk semua pertumbuhan, karena merupakan suhu yang sesuai bagi tanaman padi khususnya di daerah tropika. Suhu udara dan intensitas cahaya di lingkungan sekitar tanaman berkorelasi positif dalam proses fotosintesis, yang merupakan proses pemasakan oleh tanaman untuk pertumbuhan tanaman dan produksi buah atau biji (Aak cit. Anonim, 2015).
            Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air dengan curah hujan rata-rata 200 mm/bulan atau lebih. Dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki sekitar 1500-2000 mm/tahun dengan ketinggian tempat berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah dengan kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dengan perbandingan tertentu dan diperlukan air dalam jumlah yang cukup yang ketebalan lapisan atasnya sekitar 18-22 cm dengan pH 4-7 (Surowinoto cit. Anonim, 2015).
            Tanaman cabai merah mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, tetapi pertumbuhannya di dataran tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah 25-27°C pada siang hari dan 18-20°C pada malam hari (Wien cit. Sumarni dan Muharam, 2005). Suhu malam di bawah 16°C dan suhu siang hari di atas 32°C dapat menggagalkan pembuahan (Knott dan Deanon cit. Sumarni dan Muharam, 2005). Suhu tinggi dan kelembaban udara yang rendah menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga tanaman kekurangan air. Akibatnya bunga dan buah muda gugur. Pembungaan tanaman cabai merah tidak banyak dipengaruhi oleh panjang hari (Sumarni dan Muharam, 2005).
            Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai merah. Pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan, yang dapat menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah sekitar 600-1200 mm per tahun (Sumarni dan Muharam, 2005).
            Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/bulan. Untuk mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan pola distribusinya selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat ditentukan dengan baik dan tepat. Jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak. Pada tanah yang miskin hara dan rendah bahan organiknya, maka penambahan pupuk N, P dan K serta pupuk organik (kompos maupun pupuk kandang) sangat diperlukan (Anonim, 2008).
Sasaran utama pembangunan pertanian dewasa ini selain peningkatan produksi pertanian adalah pendapatan petani, karena itu kegiatan disektor pertanian diusahakan agar dapat berjalan lancar dengan peningkatan produk pangan baik melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi pertanian yang diharapakan dapat memperbaiki taraf hidup petani dan  memperluas lapangan pekerjaan bagi golongan masyarakat yang masih tergantung pada sektor pertanian. Tingkat pendapatan petani secara umum dipengeruhi oleh beberapa komponen yaitu : jumlah produksi, harga jual, dan biaya-biaya yang dikeluarkan petani dalam pertaniannya. Ini berarti bahwa perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian merupakan usaha untuk memperbaiki taraf kehidupan sebagian besar penduduk yang tergolong miskin (Roidah, 2015).
            Pendapatan menunjukkan besarnya balas jasa yang diterima oleh petani, karena petani berperan dalam pengelolaan, mengerjakan dan menanam modal. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran atau biaya tunai usahatani. Usatani tanaman hortikultura,tanaman pangan dapat menyediakan bahan yang dapat dipergunakan sebagai sumber pakan ,sementara ternak dapat dipergunakan ternak beban ataupundapat menyediakan bahan baku sumber pupuk organik ataupun sebagai sumber energy. Dengan perkataan lain ternak yang diintegrasikan dengan tanaman mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk samping tanaman, sementara ternak dapat menyediakan bahan baku pupuk organik sebagai sumber hara yang sangat dibutuhkan tanaman dan energy bagi kepentingan umat manusia (Dirjen Peternakan,2010). Harga jual tanaman hortilkutura sangat bervariasi sehingga pendapatan petani tidak pasti, dengan memelihara ternak maka petani dapat memanfaatkan kotoran sebagai pupuk dan menambah pendapatan keluarga.



III.  METODE OBSERVASI
Metode observasi yang digunakan yaitu metode Rural Research Development atau Farming System Research dengan pola deduktif-induktif. Bentuk metode observasi yang dilakukan terdiri dari pengumpulan informasi, pembuatan diagnosa, penyimpulan, pembuatan rekayasa baru berdasarkan diagnosa, kemudian penyebaran kembali rekayasa baru tersebut untuk diterapkan. Observasi dilakukan di hamparan Dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu observasi yang dilakukan adalah pada tanggal 19 Maret 2016, 2 April 2016, dan 10 April 2016 selama 12 jam di lapangan. Data yang diamati berupa kondisi umum hamparan, jenis tanaman yang ditanam, pola tanam, teknik budidaya masing-masing tanaman, serta kondisi sosial dan ekonomi petani. Data kemudian dikumpulkan menjadi satu dan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.
            Cara kerja yang dilakukan adalah melakukan studi pustaka terkait hamparan, komoditas tanaman, cara budidaya, kesesuaian lahan, dan lingkungan berupa tanah, topografi, sosial dan ekonomi petani di hamparan. Kemudian, dibuat perencanaan dengan memilih hamparan dan mendaftar jenis data yang diperlukan yang dapat menggambarkan potensi dan kenyataan pertanaman di hamparan. Selanjutnya observasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang telah didaftar untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan melakukan diagnose. Data yang diperoleh dikumpulkan dan dibuat diagnose berdasarkan studi pustaka dan kenyataan di lapangan. Setelah itu, dibuat rekayasa program budidaya tanaman di hamparan sehingga hamparan menjadi optimal penggunaannya.



 IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.    Kondisi Umum Hamparan
Pengamatan dilakukan pada hamparan di dusun Saren, Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi umum hamparan adalah sebagai berikut:

IV

IIII

II

I
Gambar 1. Hamparan di dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman
Keterangan:
I:       Batas Utara (Jalan)
II:    Batas Timur (Jalan)
III: Batas Selatan (Jalan)
IV: Batas Barat (Kebun dan pepohonan)
Gambar 1 menunjukkan daerah yang diamati. Hamparan berada pada koordinat 7°43’33.41”S dan 110°25’50.36”T. Luas hamparan yang diamati berada pada kisaran 3-5 hektar. Batas sebelah utara, timur, dan selatan adalah jalan desa yang tidak bernama. Batas sebelah barat adalah kebun dan pepohonan milik warga. Perjalanan menuju hamparan dari Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada dapat ditempuh melalui Jalan Affandi hingga Perempatan Condong Catur. Dari perempatan tersebut, dilanjutkan ke arah timur hingga sampai Pertigaan Jalan Raya Tajem, kemudian menuju utara sejauh 4,44 km dan menemukan pertigaan dengan tong ditengahnya, kemudian belok ke arah barat. Hamparan akan ditemui pada pertigaan kelima. Rute perjalanan adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Rute perjalanan dari Fakultas Pertanian UGM hingga Jalan Raya Tajem
Gambar 3. Rute perjalanan dari Jalan Raya Tajem hingga hamparan
Lokasi hamparan ini cukup strategis karena memiliki akses jalan yang cukup besar untuk dilewati truk sehingga memudahkan petani untuk mengelola input dan output pertanian. Jarak hamparan dengan pasar juga hanya sejauh 500 m sehingga sangat memungkinkan bagi petani untuk menjual langsung hasil panennya ke pasar. Terdapat pula kandang kambing dan sapi di dekat hamparan yang dapat dimanfaatkan kotorannya sebagai pupuk. Di daerah Wedomartani juga mudah ditemui toko pertanian sehingga kebutuhan benih, pestisida, dan pupuk dapat diperoleh dengan mudah. Hamparan hanya berjarak sekitar 500 m dari Jalan Raya Tajem dan 2 km dari SPBU terdekat. 
Kemiringan lahan pada hamparan kurang dari 40% (Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman, 2012). Ketinggian lahan berada pada 200-240 mdpl (Daftlogic, 2016). Jenis tanah yang berada di hamparan adalah regosol dengan tekstur agak kasar. Tanah regosol adalah tanah dari bahan aluvial seperti abu vulkan, sedimen sungai, maupun endapan kuarsa laut dan banyak terdapat di sekitar sungai dengan tekstur pasir, struktur lepas, kapasitas menahan air dan unsur hara rendah, kandungan bahan organik rendah, permeabilitas cepat, dan porositas tinggi. Tanah regosol cenderung memiliki pH netral.
Fasilitas yang terdapat di sekitar hamparan adalah pengairan, akses jalan, dan kandang ternak. Di dalam hamparan, terdapat pematang yang digunakan sebagai jalan untuk memasuki lahan pertanaman. Pematang juga menjadi pemisah lahan dari pemilik yang satu dengan yang lainnya. Saluran air untuk irigasi berupa parit yang terdapat di sekeliling hamparan. Kondisi lahan yang agak miring membantu distribusi air sehingga dapat menyebar hingga hamparan dengan ketinggian yang lebih rendah.
Jenis tanaman yang terdapat di hamparan adalah pagi, jagung, cabai, pepaya, dan pisang. Akan tetapi, tanaman yang mendominasi adalah padi, jagung, dan cabai. Petani memilih tanaman tersebut dengan pertimbangan yang berbeda beda, namun pemilihan padi sebagai bahan tanam umumnya dengan alasan yang sama, yakni musim hujan yang tinggi. Pertanaman yang diterapkan tidak dengan menerapkan pertanian organik.



B.  Wawancara Petani
1.      Pak Tri
a.
Nama
:
Hj. Tri Haryanto, S. Sos
b.
Alamat
:
Dusun Saren RT 7 RW 13, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
c.
Umur
:
60 tahun
d.
Keluarga
:
4 orang anak
e.
Pendidikan
:
Lulusan Sosiologi Agama UIN
f.
Luas lahan
:
1300 m2, lahan untuk cabai 1000 m2
g.
Komoditas
:
Padi, cabai, kakao, jahe, pepaya


Pak Tri memilih komoditas cabai untuk ditanam karena nilai jualnya dianggap lebih baik dibanding padi. Varietas cabai yang dibudidayakan adalah cabai keriting red sabel. Budidaya cabai yang dilakukan oleh Pak Tri diawali dengan pengolahan tanah dengan cara dibajak menggunakan traktor, dibuat guludan, kamudian diberi pupuk kompos, ZA, Phonska, dan NPK. Selanjutnya, guludan dipasangi mulsa dan dilubangi sesuai jarak tanam (50 x 60 cm). Bibit yang digunakan untuk bahan tanam berasal dari benih yang telah disemai selama 3-4 minggu, kemudian ditanam pada lahan pertanaman. Pemeliharaan padi dilakukan dengan pemberian pupuk mutiara sekali setiap satu minggu dengan dosis tidak tetap dan pupuk NPK sebanyak 3-4 kg. Pengairan dilakukan dengan menggenangi lahan tanpa melebihi tinggi mulsa, namun Pak Tri masih mengalami kesulitan untuk menentukan ketinggian air yang tepat karena masih dalam proses belajar. Panen dilakukan pada bulan keempat selama 1,5 bulan hinga 2 bulan. Satu kali panen dapat diperoleh 120 kg cabai dan total pemanenan dapat mencapai 1 ton dengan 14 kali pemetikan. Hasil panenan langsung dijual. Pola tanam yang diterapkan oleh Pak Tri dalam satu tahun adalah cabai-cabai-padi.
Kendala yang dialami Pak Tri selama bertanam cabai diantaranya adalah jamur buah dan akar, keriting daun yang disebabkan oleh thrips dan tungau, serta ulat grayak. Pengendalian gulma yang dilakukan oleh Pak Tri adalah dengan penyemprotan menggunakan herbisida. Belum ada upaya untuk menggunakan pengendali alami yang dapat membatasi populasi hama.

Sebagai petani, Bapak Tri tergolong masih baru. Beliau telah bertani selama 4 tahun, sementara petani lainnya umumnya telah bertani selama puluhan tahun. Informasi mengenai pertanian diperoleh Pak Tri melalui rekan-rekan sesama petani. Pak Tri tergabung dengan Kelompok Tani Sempon dan Kelompok Tani Cabai sebagai anggota.
Hasil cabai yang diperoleh Pak Tri dirasa sudah memuaskan. Pemenuhan kebutuhan hidup untuk Pak Tri dan keluarga tidak hanya berasal dari hasil bertani cabai tapi juga dari pabrik batako dan uang pensiunan beliau. Harapan Pak Tri untuk waktu yang akan datang adalah harga jual cabai terus tinggi.
2.      Pak Idha
a.
Nama
:
Idha Sutopo
b.
Alamat
:
Dusun Saren RT 7 RW 13, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
c.
Umur
:
51 tahun
d.
Keluarga
:
4 orang anak
e.
Pendidikan
:
SLTA
f.
Luas lahan
:
1300 m2 milik sendiri 1300 m2 milik saudara
g.
Komoditas
:
Padi

P







menjadi komoditas yang dipilih beliau untuk ditanam pada saat itu mengingat kondisi yang sangat mendukung untuk pertanaman padi. Musim penghujan menjadi alasan utama mengapa Pak Idha memilih tanaman padi dibandingkan tanaman lain. Selain padi, Pak Idha juga terbiasa menanam cabai keriting, tetapi karena musim penghujan, Pak Idha lebih memilih padi. Varietas yang dipakai adalah varietas mekongga dan varietas pepe. Varietas mekongga dipilih karena pada pertanaman sebelumnya mempunyai hasil yang bagus. Masing-masing varietas tersebut ditanam di lahan milik beliau sendiri dan lahan milik saudara beliau yang terletak bersebelahan.
Pak Idha mengawali kegiatan budidaya tanaman padi dengan mengolah lahannya terlebih dahulu. Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak menggunakan traktor kemudian diberi pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak sebanyak 5 kwintal. Pemberian pupuk organik ini hanya dilakukan di lahan milik beliau, lahan milik saudara beliau tidak diberi pupuk organik karena dianggap tanahnya masih bagus. Selain itu pada periode tanam sebelumnya, lahan tersebut sudah diberi pupuk organik sehingga dilakukan pergiliran pemberian pupuk organik. Selain itu, Pak Idha juga melakukan pembibitan hingga berumur 30 hari kemudian ditanam. Pak Idha menerapkan sistem jajar legowo 2-1 dengan jarak tanam 20 cm dengan 35 cm. 
Pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan pengairan relatif mudah karena di tepi lahan terdapat saluran airnya serta terdapat embung saren yang letaknya tidak terlalu jauh dari lahan. Selama musim hujan, Pak Idha hanya mengandalkan air hujan. Sedangkan pada musim kemarau, air disedot dari embung seren dan dialirkan melalui saluran air tersebut. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kimia; urea dan ponska. Pemupukan pertama kali dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam. Adapun pengendalian hama dan penyakit dilakukan setelah tanaman terinfeksi. Kebetulan, pada saat itu tanaman padi milik Pak Idha terserang oleh jamur. Serangan jamur ini merupakan yang pertama kalinya sejak Pak Idha menanam padi. Hal yang dilakukan adalah menyemprot tanaman dengan fungisida setelah satu minggu terserang. Pada musim tanam kali ini, kendala utama dalam kegiatan budidaya tanaman padi adalah serangan jamur. Lahan pertanaman padi yang lain juga mengalami hal yang hampir sama. Selain jamur, masalah yangs sering muncul adalah hama orong-orong dan busuk pangkal malai.
Pak Idha tergabung dalam kelompok tani Sepon dan beliau kebetulan menjabat sebagai ketuanya. Kegiatan rutin yang dilakukan kelompok tani Sepon adalah mengadakan pertemuan setiap 35 hari sekali dengan Petugas Penyuluh Lapang (PPL), namun menurut Pak Idha pertemuan tersebut kurang efektif karena PPL sangat jarang terjun ke lapangan sehingga tidak mengetahui keadaan secara langsung. Peran serta PPL terhadap kegiatan pertanian secara langsung khususnya di wilayah beliau dinilai kurang, hanya berkesan sebagai formalitas dan hanya terpaku pada kegiatan rapat atau pertemuan saja.
Mengenai pengetahuan Pak Idha tentang istilah-istilah pertanian tergolong sangat baik. Hal ini mungkin dikarenakan pengalaman beliau sebagai ketua kelompok tani yang sudah sering mengikuti pelatihan dari dinas terkait. Menyikapi kegiatan pertanian yang dilakukan, beliau mengaku belum puas karena masih ada hama dan penyakit yang selalu menyerang tanamannya. Dalam keadaan normal, dengan luasan 1300 m2 beliau mendapatkan 6-7 kwintal gabah. Hasil tersebut dinilai masih kurang. Beliau menjelaskan karena keadaan tanah yang sudah rusak akibat penggunaan bahan kimialah yang menyebabkan hasil panen belum bisa maksimal. Pak Idha hanya mengandalkan hasil pertanian dan beberapa hewan ternak sebagai tabungan apabila ada keperluan yang mendesak. 
3. Pak Sukirin                       
a.
Nama
:
Sukirin
b.
Alamat
:
Dusun Saren Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
c.
Umur
:
55 tahun
d.
Keluarga
:
2 orang anak
e.
Pendidikan
:
Tidak lulus SD
f.
Luas lahan
:
500 m2
g.
Komoditas
:
Padi
Padi menjadi komoditas yang dipilih beliau untuk ditanam pada saat itu mengingat kondisi yang sangat mendukung untuk pertanaman padi. Pak Sukirin juga menanam cabai apabila musim kemarau tiba. Musim penghujan menjadi alasan utama mengapa Pak Sukirin memilih tanaman padi dibandingkan tanaman lain. Pak Sukirin menggunakan varietas IR 64 hasil dari pertanaman milik saudaranya.
Pak Sukirin mengawali kegiatan budidaya tanaman padi dengan mengolah lahannya terlebih dahulu. Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak menggunakan traktor kemudian diberi pupuk organik. Tidak disebutkan berapa banyak pupuk organik yang digunakan, karena Pak Sukirin menggunakan kotoran ternak yang dikumpulkan tanpa menghitung secara pastinya. Selain itu, Pak Sukirin juga melakukan pembibitan hingga berumur 25 hari kemudian ditanam. Pak Sukirin menggunakan jarak tanam 30 cm dengan penanaman 2-3 bibit tiap lubang.
Pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan pengairan relatif mudah karena di tepi lahan terdapat saluran airnya serta terdapat embung saren yang letaknya tidak terlalu jauh dari lahan. Selama musim hujan, Pak Sukirin hanya mengandalkan air hujan. Sedangkan pada musim kemarau, air disedot dari embung seren dan dialirkan melalui saluran air tersebut. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kimia; urea. Pemupukan pertama kali dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam kemudian 40 hari setelah tanam. Kebetulan, pada saat itu tanaman padi milik Pak Sukirin terserang oleh wereng.
Pada saat ini Pak Sukirin tidak ikut dalam kegiatan kelompok tani Sepon dan tidak menjadi anggota. Sebelumnya beliau pernah bergabung dalam kelompok tani tersebut, namun keluar. Beliau beralasan karena kelompok tani tersebut terlalu banyak pertemuan dan tidak efektif.
Menyikapi kegiatan pertanian yang dilakukan, beliau mengaku sudah puas selama tidak ada hama dan penyakit yang menyerang tanamannya. Dalam keadaan normal, denga luasan 500 m2 beliau mendapatkan 2-3 kwintal gabah dengan. Hasil tersebut dinilai sudah bagus. Selain menjadi petani, Pak Sukirin juga bekerja di pabrik kayu dan tukang bangunan.
3.      Pak Pujo
a.
Nama
:
Pujo Pranyoto
b.
Alamat
:
Dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
c.
Umur
:
77 tahun
d.
Keluarga
:
4 orang anak
e.
Pendidikan
:
-
f.
Luas lahan
:
1500 m2
g.
Komoditas
:
Jagung











Jagung menjadi komoditas yang dipilih beliau untuk ditanam pada saat itu terpaksa. Awalnya, Pak Pujo akan menanam padi, namun karena kebutuhan air yang dinilai belum mencukupi untuk menanam padi, maka Pak Pujo menanam jagung. Selain itu biaya yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Pak Pujo mengatakan bahwa jagung yang ditanam adalah jagung jenis jagung untuk pakan burung tanpa menyebutkan varietasnya. Jagung tersebut dinilai yang paling bagus hasilnya.
Pak Pujo mengawali kegiatan budidaya tanaman padi dengan mengolah lahannya terlebih dahulu. Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak menggunakan traktor tanpa diberi pupuk organik. Pak Pujo menggunakan jarak tanam 20cm x 60 cm dengan penanaman 2-3 benih tiap lubang.
Pemeliharaan yang dilakukan adalah pemupupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Kegiatan pengairan relatif mudah karena di tepi lahan terdapat saluran airnya serta terdapat embung saren yang letaknya tidak terlalu jauh dari lahan. Selama musim hujan, Pak Pujo hanya mengandalkan air hujan. Sedangkan pada musim kemarau, air disedot dari embung seren dan dialirkan melalui saluran air tersebut. Pemupukan dilakukan dua kali. Pada saat ini Pak Pujo ikut dalam kegiatan kelompok tani Sepon dan menjadi anggota. Namun, menurut penuturan Pak Idha selaku ketua kelompok tani, Pak Pujo tidak ikut menjadi anggota kelompok tani.
Menyikapi kegiatan pertanian yang dilakukan, beliau mengaku sudah puas. Dalam keadaan normal, denga luasan 1500 m2 beliau mendapatkan 8,7 kwintal jagung. Hasil panen dijemur sendiri kemudian dijual dengan pendapatan bersih dari penjualan jagung sebesar Rp 2.500.000,00. Hasil tersebut dinilai sudah bagus.
C. Analisis Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasamya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain (lereng, topografi/ relief, batuan), hidrologi, dan persyaratan tujuan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman (Suratinojo et al., 2008 cit. Sandri, 2015) kesesuaian. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tersebut (Suratinojo dkk, 2008). Untuk memperoleh tingkatan dalam kesesuaian lahan didapat dari hasil membandingkan antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan.
Manfaat mengetahui kesesuaian lahan adalah untuk mengetahui pemanfaatan terbaik dari suatu lahan yang paling efektif dan mungkin untuk dikembangkan. Hal ini dapat diterapkan pada berbagai kegiatan budidaya tanaman, khususnya pada bahasan ini yaitu padi, jagung, dan cabai. Apabila lahan yang digunakan sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman durian, persyaratan pengelolaan, dan persyaratan konservasi, maka hasil produksi yang didapatkan bisa lebih maksimal, dengan biaya yang lebih sedikit, yang berarti kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan baik, efektif, dan efisien atau dapat dikatakan bahwa dengan mengetahui kesesuaian lahan maka dapat mengetahui apakah tanaman durian yang ditanam pada tanah di lahan yang digunakan sudah sesuai dengan syarat yang dibutuhkan oleh tanaman yang dibudidayakan atau belum, sehingga penggunaan lahan akan lebih meningkatkan produksi dan pendapatan.

C.1. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cabai
Tabel 1. Kesesuaian lahan dan karakteristik lahan untuk tanaman cabai di Ngemplak, Sleman.
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
Kelas Kesesuaian
S1
S2
S3
N
Temperatur (tc)

Temperatur rerata (°C)
21 - 27
27 - 28
16 - 21
28 - 30
14 - 16
> 30
< 14
S1
(26,15oC)
Media perakaran (rc)

Tekstur kasar
halus, agak halus, sedang
-
agak kasar
kasar
S3
(Agak Kasar)
Kedalaman tanah (cm)
> 75
50 - 75
30 - 50
< 30
S2
(48-60.5)

Ketersediaan air (wa)




S3
  Curah hujan (mm)
600 - 1.200
500- 600
1.200-1.400
400 - 500
> 1.400
< 400
(1793,214)






Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)
< 8
8 - 16
16 - 30
> 30
S1
(1,67 -3,3)
Kesesuaian lahan
S3rcwa

C.2. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung
Tabel 2. Kesesuaian lahan dan karakteristik lahan untuk tanaman jagung di Ngemplak, Sleman.
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
Kelas Kesesuaian
S1
S2
S3
N
Temperatur (tc)

Temperatur rerata (°C)
20 - 26
-    
26 – 30
16 - 20
30 - 32
> 16
< 32
S2
(26,15oC)

Kelembaban (%)
>42
36-42
30-36
<30 o:p="">

S1
81.51
Media perakaran (rc)

Tekstur kasar
halus, agak halus, sedang
-
agak kasar
kasar
S3
(Agak Kasar)
Kedalaman tanah (cm)
> 60  
40 - 60
25 - 40
< 25
S2
(48-60.5)

Ketersediaan air (wa)




S3
  Curah hujan (mm)
500 - 1.200
1.200- 1.600
400-500
>1.600
300-400
< 300
(1793,214)






Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)
< 8
8 - 16
16 - 30
> 30
S1
(1,67 -3,3)
Kesesuaian lahan
S3rcwa





C.3. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi
Tabel 3. Kesesuaian lahan dan karakteristik lahan untuk tanaman padi di Ngemplak, Sleman.
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
Kelas Kesesuaian
S1
S2
S3
N
Temperatur (tc)

Temperatur rerata (°C)
24 - 29
  22-24 29 – 32
18 - 22
32 - 35
<18 br=""> >35
S1
(26,15oC)

Kelembaban (%)
33 - 90
30 - 33
<30>90

 S1
81,51
Media perakaran (rc)

Tekstur kasar
halus, agak halus
sedang
agak kasar
kasar
S3
(Agak Kasar)
Kedalaman tanah (cm)
> 50  
40 - 50
25 - 40
< 25
S2
(48-60.5)

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%)
< 3
3 - 5
5 - 8
> 8
S1
(1,67 -3,3)
Kesesuaian lahan
S3rc

D. Rekomendasi
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan pada beberapa petani di dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berikut rekomendasi berdasarkan kesesuaian lahan beserta budidaya yang telah dilakukan petani di hamparan tersebut :
1.      Pak Idha
Selaku ketua kelompok tani, beliau bisa membujuk PPL untuk terjun kelapangan agar melihat langsung keadaan di lapangan, sehingga diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan di lapangan. Selain itu bedasarkan analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi di dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY adalah S3rc yang berarti terdapat hambatan pada media perakaran akibat tekstur tanah yang berada di daerah tersebut berupa regosol yang bertekstur agak kasar, sehingga perlu ditingkatkan kelas kesesuaian lahannya. Salah satu cara dapat dilakukan adalah dengan penambahan bahan-bahan organik ke lahan agar menjadi lebih sesuai dan pertanaman menjadi lebih optimal.
2.      Pak Sukirin
Diharapkan Pak Sukirin bisa bergabung kembali ke dalam kelompok petani mengingat sekarang segala bantuan saprodi pertanian disalurkan melalui kelompok petani sehingga pak sukirin juga bisa ikut memanfaatkannya. Pak Sukirin yang melakukan budidaya tanaman padi seperti Pak Idha perlu pula penambahan bahan-bahan organik ke lahan agar menjadi lebih sesuai dan pertanaman menjadi lebih optimal.
3. Pak Tri
Menurut kami, semangat Pak Tri sebagai petani sudah sangat baik. Beliau mau belajar meskipun banyak tertinggal dibanding rekan-rekannya sesama petani. Saran kami, untuk pengendalian hama, dapat dibantu dengan penggunaan predator seperti belalang sembah atau serangga karnivor lainnya. Selain itu dapat juga dengan pembuatan trap untuk menangani thrips. Jika memiliki dana yang cukup besar, pengendalian juga dapat dilakukan dengan penyebaran agens hayati hama. Penanganan penyakit pada cabai dapat ditahan dengan pencabutan organ atau tanaman yang sakit sehingga mengurangi risiko penyebaran penyakit jamur pada cabai. Pemberian air dengan cara penyiraman juga dapat mencegah persebaran patogen di lahan pertanaman karena air tidak menggenang. Kesulitan Pak Tri untuk menentukan kebutuhan air dapat teratasi seiring berjalannya waktu karena bertambahnya pengalaman. Akan tetapi, pemberian air dengan penyiraman lebih disarankan karena dapat mengurangi insidensi penyakit dan mengurangi kemungkinan kelebihan air di lahan cabai.
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan untuk tanaman cabai dapat diketahui bahwa lahan di dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY memiliki kelas kesesuaian yaitu S3rcwa yang berarti lahan tersebut memiliki hambatan pada media perakaran berupa tekstur tanah dan ketersediaan air yang dapat dilihat dari curah hujan. Tekstur tanah yang agak kasar perlu dilakukan pengelolaan agar menjadi lebih sesuai bagi pertanaman cabai seperti dengan penambahan bahan-bahan organik ke tanah. Curah hujan yang berkisar ±1793,214 mm/tahun, sedangkan curah hujan ideal bagi tanaman cabai adalah 600 - 1.200 mm/tahun maka perlu dilakukan pengelolaan drainase yang baik agar tidak kelebihan air yang dapat menyebabkan tanaman mudah terserang patogen atau kekurangan air yang dapat menyebabkan tanaman mengalami cekaman.
4. Pak Pujo
          Pemeliharaan yang dilakukan pada tanaman budidaya jagung Pak Pujo sudah cukup baik karena dilakukan pengolahan tanah dan dilakukan pemeliharaan, selain itu penggunaan pestisida dilakukan secara conditional sehingga potensi mencemari lingkungan dan resistensi hama berkurang serta sudah menggunakan sistem tumpang sari dengan kacang sehingga dapat menambat nitrogen yang baik bagi pertumbuhan jagung serta mengoptimalkan lahan. Rekomendasi yang dapat diberikan dari kelas kesesuaian lahan jagung (S3rcwa) adalah tekstur tanah yang agak kasar diberikan penambahan bahan organik agar tekstur tanah menjadi lebih baik, serta curah hujan yang berkisar ±1793,214 mm/tahun, sedangkan curah hujan ideal bagi tanaman jagung adalah 500 - 1.200 mm/tahun maka perlu dilakukan pengelolaan drainase yang baik agar tidak kekurangan air yang dapat menyebabkan tanaman mengalami cekaman atau kelebihan air yang dapat menyebabkan tanaman mudah terserang patogen.









V. KESIMPULAN DAN SARAN
1.      Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, diperoleh bahwa di hamparan dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman memiliki kendala media perakaran dan ketersediaan air yang berlebih. Menurut petani, kendala yang dialami adalah OPT.
2.      Saran yang dapat diberikan untuk meningkatkan kesesuaian lahan adalah dengan penambahan bahan organik sehingga akar tanaman lebih mudah tumbuh dan menyerap nutrisi dari tanah. Saran untuk petani dalam menangani OPT adalah mencoba menggunakan predator untuk menangani hama pada lahan pertanaman.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan   Teknologi Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Anonim, 2012. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Berhubungan Dengan Pertumbuhan         Tanaman. <http://staff.unila.ac.id/janter/2012/09/19/faktor-faktor-lingkungan-yang-berhubungan-dengan-pertumbuhan/>. Diakses 8 Mei 2016.

Anonim, 2015. Syarat Tumbuh Tanaman Padi. <http://digilib.unila.ac.id/827/9/BAB%20II. 
            pdf>. Diakses 8 Mei 2016.
Daftlogic. 2016. Google Maps Find Altitude. < https://www.daftlogic.com/sandbox-google-maps-find-altitude.htm>. Diakses 7 Mei 2016.
Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman. 2012. Update Data Peruntukan Tanah Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2012. < http://kppd.slemankab.go.id/wp-content/uploads/2013/04/BAB-LENGKAP.pdf>. Diakses 7 Mei 2016.
Menteri Pertanian Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:             07/Permentan/Ot.140/2/2012 Tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan     Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.              <http://tataruangpertanahan.com/regulasi/pdf/peraturan/permen/permentan/2.pdf>. Diakses 8 Mei 2016.

Roidah, I. S. 2015. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Musim Hujan Dan Musim Kemarau (Studi Kasus di Desa Sepatan Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung). Jurnal Agribisnis Fakultas Pertanian Unita, 11 (13) : 45 – 55.
Sandri, Fitriawati. 2015. Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Jurnal Nasional Ecopedon 2 (1): 43-47.
Setiawan, E. 2016. Hamparan. <http://kbbi.web.id/hampar>. Diakses 20 April 2016.
Sumarni, N. dan A.Muharam, 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Pusat Penelitian dan          Pengembangan Hortikultura, Badan    Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai          Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.




LAMPIRAN
               
           

           

   
A. Kelas Kesesuaian Tanaman Cabai
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
S1
S2
S3
N
Temperatur (tc)




  Temperatur rerata (°C)
21 - 27
27 - 28
16 - 21
28 - 30
14 - 16
> 30
< 14
Ketersediaan air (wa)




  Curah hujan (mm)
600 - 1.200
500 - 600
1.200 - 1.400
400 - 500
> 1.400
< 400
Ketersediaan oksigen (oa)




  Drainase
baik, agak terhambat
agak cepat, sedang
terhambat
sangat terham-bat, cepat
Media perakaran (rc)




  Tekstur
halus, agak halus, sedang
-
agak kasar
kasar
  Bahan kasar (%)
< 15
15 - 35
35 - 55
> 55
  Kedalaman tanah (cm)
> 75
50 - 75
30 - 50
< 30
Gambut:




  Ketebalan (cm)
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
  Ketebalan (cm), jika ada
  sisipan bahan mineral/
  pengkayaan
< 140
140 - 200
200 - 400
> 400
  Kematangan
saprik+
saprik,
hemik+
hemik,
fibrik+
fibrik
Retensi hara (nr)




  KTK liat (cmol)
> 16
≤ 16


  Kejenuhan basa (%)
> 35
20 - 35
< 20

  pH H2O
6,0 - 7,6
5,5 - 6,0
7,6 - 8,0
< 5,5
> 8,0

  C-organik (%)
> 0,8
≤ 0,8


Toksisitas (xc)




  Salinitas (dS/m)
< 3
3 - 5
5-7
> 7
Sodisitas (xn)




  Alkalinitas/ESP (%)
< 15
15 - 20
20 - 25
> 25
Bahaya sulfidik (xs)




  Kedalaman sulfidik (cm)
> 100
75 - 100
40 - 75
< 40
Bahaya erosi (eh)




  Lereng (%)
< 8
8 - 16
16 - 30
> 30
  Bahaya erosi
sangat rendah
rendah - sedang
berat
sangat berat
Bahaya banjir (fh)




  Genangan
F0
-
F1
> F1
Penyiapan lahan (lp)




  Batuan di permukaan (%)
< 5
5 - 15
15 - 40
> 40
  Singkapan batuan (%)
< 5
5 - 15
15 - 25
> 25
(sumber : bbsdlp.litbang.pertanian.go.id)

B. Kelas Kesesuaian Tanaman Jagung
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
S1    
S2    
S3   
N   
Temperatur (tc)




  Temperatur rerata (°C)
20 - 26
-   
26 – 30 
16 - 20
30 - 32 
< 16 
> 32  
Ketersediaan air (wa)




  Curah hujan tahunan (mm)
500 – 1.200
1.200 - 1.600
400 - 500
> 1.600 
300 – 400

< 300 
  Kelembaban (%)
> 42   
36 – 42 
30 - 36
< 30  
Ketersediaan oksigen (oa)




  Drainase
baik, agak terhambat
agak cepat, sedang
terhambat
sangat terhambat, cepat
Media perakaran (rc)




  Tekstur
halus, agak halus, sedang
-
agak kasar      
kasar      
  Bahan kasar (%)
< 15   
15 – 35 
35 - 55 
> 55  
  Kedalaman tanah (cm)
> 60   
40 – 60 
25 - 40 
< 25  
Gambut:




  Ketebalan (cm)
< 60   
60 – 140
140 - 200
> 200 
  Ketebalan (cm), jika ada
  sisipan bahan mineral/
  pengkayaan
< 140  
140 - 200
200 - 400
> 400 
  Kematangan
saprik+ 
saprik,
hemik+  
hemik,  
fibrik+
fibrik 
Retensi hara (nr)




  KTK liat (cmol)
> 16
≤ 16


  Kejenuhan basa (%)
> 50   
35 - 50
< 35  

  pH H2O
5,8 - 7,8
5,5 - 5,8
7,8 – 8,2
< 5,5
> 8,2 

  C-organik (%)
> 0,4   
≤ 0,4


Toksisitas (xc)




  Salinitas (dS/m)
< 4    
4 - 6
4 - 8
> 8   
Sodisitas (xn)




  Alkalinitas/ESP (%)
< 15   
15 - 20  
20 - 25
> 25  
Bahaya sulfidik (xs)




  Kedalaman sulfidik (cm)
> 100  
75 - 100 
40 - 75
< 40  
Bahaya erosi (eh)




  Lereng (%)
< 8    
8 - 16
16 - 30
> 30  
  Bahaya erosi
sangat rendah    
rendah - sedang  
berat   
sangat berat   
Bahaya banjir (fh)




  Genangan
F0    
-    
F1   
> F2  
Penyiapan lahan (lp)




  Batuan di permukaan (%)
< 5    
5 - 15
15 - 40
> 40  
  Singkapan batuan (%)
< 5    
5 - 15
15 - 25
> 25  
(sumber : bbsdlp.litbang.pertanian.go.id)

C. Kelas Kesesuaian Tanaman Padi
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan
Kelas kesesuaian lahan
S1
S2
S3
N
Temperatur (tc)




  Temperatur rerata (°C)
24 - 29
22 - 24
18 - 22
< 18


29 - 32
32 - 35
> 35
Ketersediaan air (wa)




  Kelembaban (%)
33 - 90
30 - 33
< 30; > 90

Media perakaran (rc)




  Drainase
agak terhambat,
sedang
terhambat, baik
sangat terhambat, agak cepat
cepat
  Tekstur
halus, agak halus
sedang
agak kasar
kasar
  Bahan kasar (%)
< 3
3 - 15
15 - 35
> 35
  Kedalaman tanah (cm)
> 50
40 - 50
25 - 40
< 25
Gambut:




  Ketebalan (cm)
< 60
60 - 140
140 - 200
> 200
  Ketebalan (cm), jika ada
  sisipan bahan mineral/
  pengkayaan
< 140
140 - 200
200 - 400
> 400
  Kematangan
saprik+
saprik,
hemik+
hemik,
fibrik+
fibrik
Retensi hara (nr)




  KTK liat (cmol)
> 16
≤ 16


  Kejenuhan basa (%)
> 50
35 - 50
< 35

  pH H2O
5,5 - 8,2
4,5 - 5,5
8,2 - 8,5
< 4,5
> 8,5

  C-organik (%)
> 1,5
0,8 - 1,5
< 0,8

Toksisitas (xc)




  Salinitas (dS/m)
< 2
2-4
4-6
> 6
Sodisitas (xn)




  Alkalinitas/ESP (%)
< 20
20 - 30
30 – 40
> 40
Bahaya sulfidik (xs)




  Kedalaman sulfidik (cm)
> 100
75 - 100
40 – 75
< 40
Bahaya erosi (eh)




  Lereng (%)
< 3
3 - 5
5 – 8
> 8
  Bahaya erosi
sangat rendah
rendah
sedang
berat
Bahaya banjir (fh)




  Genangan
F0,F11,F12, F21,F23,F31,F32
F13,F22,F33,
F41,F42,F43
F14,F24,F34,
F44
F15,F25, F35,F45
Penyiapan lahan (lp)




  Batuan di permukaan (%)
< 5
5 - 15
15 – 40
> 40
  Singkapan batuan (%)
< 5
5 - 15
15 – 25
> 25
(sumber : bbsdlp.litbang.pertanian.go.id)