Rabu, 16 November 2016

Acara Resmi Ekologi Tanaman















Disusun oleh:
Nama
: Andrew Budiherlando 
NIM
: 13188
Kelompok/golongan
: 2/C4
Asisten
: 1.Devi Alvioliana

  2.Denny Andria

  3.Chalida
  4. 



LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN

ACARA 1
ALELOPATI TANAMAN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)










Disusun oleh:
Nama
: Andrew Budiherlando 
NIM
: 13188
Kelompok/golongan
: 2/C4
Asisten
: 1.Devi Alvioliana

  2.Denny Andria

  3.Chalida
  4. 



LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA I
ALELOPATI TANAMAN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

ABSTRAK
Praktikum Ekologi Tanaman Acara 1 dengan judul Pengaruh Alelopati Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays) dilakukan di Laboratorium Ekologi Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian UGM, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 23 September 2014. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu petridish, blender, timbangan, gelas ukur, kertas filter, corong, sprayer, erlenmeyer, TDS meter, penggaris, oven dan alat tulis. Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu benih jagung (Zea mays), daun kenikir, bunga cengkeh, buah tomat, dan polibag. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alelopati tanaman cengkeh, kenikir, dan tomat terhadap pertumbuhan tanaman jagung. Alelopat yang terkandung dalam ekstrak cengkeh adalah eugenol, sementara pada buah tomat mengandung coumarin dan pada kenikir mengandung aquoeus. Ekstrak alelopat yang paling mempengaruhi perkecambahan jagung, pertumbuhan plumula dan radikula, serta cenderung menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, yang berakibat pada menurunnya bobot segar tanaman, dan akumulasi asimilat (bobot kering) tanaman adalah pada ekstrak cengkeh karena mengandung eugenol dengan konsentrasi tinggi. Sehingga efektivitas alelopat lebih tinggi daripada ekstrak tomat dan kenikir.

Kata kunci: alelopati, cengkeh, kenikir, tomat, jagung

I.    LATARBELAKANG
Agroekologi adalah ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip ekologi untuk pertanian. Agroekologi merupakan ilmu yang menjadi landasan untuk merancang sistem pertanian berkelanjutan dan memberikan pedoman untuk mengembangkan diversifikasi agroekosistem dengan memanfaatkan keragaman hayati serta pengaruh interaksi komponennya. Konsep agroekologi dapat membantu mewujudkan pertanian berkelanjutan yang berguna untuk kebutuhan manusia untuk hidup yang sekaligus dapat mempertahankan dan meningkatkan kondisi lingkungan dan juga sumber daya alam. Namun akhir-akhir ini konsep agroekologi sudah tidak dihiraukan terutama para masyarakat yang terlibat di sektor pertanian. Penggunaan herbisida kimia untuk memberantas gulma oleh petani menjadi solusi yang instan. Akibatnya, terjadi kerusakan keseimbangan lingkungan yang akan merugikan banyak pihak. Mulai dari petani sendiri yang akan terus bergantung terhadap bahan-bahan kimia dan produk pertanian yang dihasilkan tidak organik, juga masyarakat yang akan tercemar oleh limbah herbisida kimia tersebut. Padahal penggunaan herbisida alami masih bisa dilakukan salah satunya dengan memanfatkan alelopati pada tanaman tertentu.
            . Alelopati adalah peristiwa dimana suatu tanaman mengeluarkan substansi yang bersifat toksik yaang mempengaruhi organisme lain di sekitarnya. Alelopati menjadi sangat penting untuk dipelajari karena pengaruhnya terhadap lingkungan. Terutama pada lingkungan pertanaman yang mengharuskan produksi dari tanaman.
 Alelopati dalam penentuan pola pertanaman penting untuk dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pemilihan jenis tanaman, waktu tanam dan sistem tanam. Untuk itu praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh alelopati tanaman cengkeh, kenikir, dan tomat terhadap pertumbuhan tanaman jagung.






















II.  METODE PERCOBAAN
Praktikum Ekologi Tanaman yang berjudul Alelopati Tanaman pada Tanaman Jagung (Zea mays )  dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 23 September—21Oktober  2014. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah petridish, mortir/ blender, timbangan, gelas ukur, kertas filter, corong, erlenmeyer, dan TDS meter. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kenikir (Tagetas erecta), tomat (Solanum lycopersicum), cengkeh (Syzygium aromaticum), dan benih jagung (Zea mays). Rancangan yang digunakan adalah CRD (Complete Randomized Design). 
Praktikum dimulai dengan pembuatan ekstrak tanaman yang mengandung alelopat, yaitu kenikir, cengkeh dan tomat. Ekstrak dibuat dengan cara bagian tumbuhan tersebut dicuci, kemudian dipotong kecil dan dikeringkan, setelah ditimbang seberat 20 g. Bahan tersebut kemudian dihaluskan menggunakan blender dan ditambahkan dengan air hangat hingga100 ml. Hasil ekstrak tersebut kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dimasukan dalam wadah tertutup. Kemudian, dilakukan uji penanaman benih jagung di petridish dengan 20 petridish untuk 3 perlakuan alelopat serta ditambahkan 1 kontrol tanpa perlakuan alelopat. Masing-masing dengan ulangan 5 kali. Kemudian, kertas saring dibasahi dan dijadikan alas pada petridish yang akan diisi 10 benih. Pemberian alelopat dilakukan tiap hari dengan dosis yang sama dan untuk kontrol diberikan akuades. Pemberian alelopat di pertridish dengan menambahkan 3 tetes ekstrak alelopat. Variabel yang diamati meliputi jumlah biji berkecambah, panjang batang (plumula), panjang akar (radikula), Indeks vigor, gaya berkecambah, dan rasioakar/batang. Selanjutnya, dilakuakan uji alelopat dengan penanaman dirumah kaca. Disiapkan 20 polibag untuk 3 perlakuan alelopat  serta ditambahkan 1 kontrol tanpa perlakuan alelopat. Masing-masing dengan ulangan 5 kali. Polibag diisi dengan tanah 4/5 bagian, bersihkan dari kotoran dan kerikil. Tiap polibag ditanamkan 4 benih yang pada hari ke-7 akan dijarangkan menjadi 2 tanaman per polybag. Pengamatan dan pemberian alelopat dilakukan 2 hari sekali hingga hari ke-21 setelah penjarangan, dengan dosis 3 kali penyemprotan dengan sprayer. Variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman,  jumlah daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman, luas daun dan abnormalitas pertumbuhan tanaman seperti klorosis atau gejala lainnya. Pada variabel tinggi tanaman diukur hingga daun jagung yang terpanjang, serta untuk pengamatan jumlah daun dihitung daun yang membuka.  Hasil data kemudian dibuat grafik dan histogram pertumbuhan meliputi. Grafik tinggi tanaman vs hari pengamatan (rumah kaca), Grafik jumlah daun vs hari pengamatan (rumah kaca), Histogram bobot kering dan segar akar dan tajuk (rumah kaca), Diagram batang rasio akar/tajuk petridish, Histogram Gaya Berkecambahn dan Indeks Vigor dan variabel dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variation (ANOVA) CRD dan dilanjutkan dengan menguji lanjut menggunakan LSD-Dunnett (Least Significant Difference) 5%.
























III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.   Dalam Petridish
Tabel 1. Gaya Berkecambah
Komoditas
Perlakuan
Hasil
Padi
Kontrol
0.975
Kenikir
0.975
Tomat
0.975
Cengkeh
0.000
Jagung
Kontrol
0.975
Kenikir
0.875
Tomat
0.775
Cengkeh
0.550
Kangkung
Kontrol
0.875
Kenikir
0.650
Tomat
0.775
Cengkeh
0.100

Tabel 2. Rasio Akar/Tajuk pada Petridish
Komoditas
Perlakuan
Hasil
Padi
Kontrol
1.038
Kenikir
0.863
Tomat
0.815
Cengkeh
0.000
Jagung
Kontrol
1.038
Kenikir
0.863
Tomat
0.815
Cengkeh
0.000
Kangkung
Kontrol
1.038
Kenikir
0.863
Tomat
0.815
Cengkeh
0.000

Tabel 3. Indeks Vigor Tanaman
Komoditas
Perlakuan
Pengamatan Ke-
1
2
3
4
5
6
7
Padi
Kontrol
0.00
0.38
2.75
0.06
0.05
0.04
0.00
Tomat
0.00
0.13
2.67
0.06
0.20
0.00
0.04
Kenikir
0.00
0.13
2.08
0.81
0.00
0.00
0.00
Cengkeh
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Komoditas
Perlakuan
Pengamatan Ke-
1
2
3
4
5
6
7
Jagung
Kontrol
0.00
2.63
1.17
0.19
0.05
0.04
0.00
Tomat
0.00
2.50
1.17
0.00
0.00
0.04
0.00
Kenikir
0.00
1.75
1.25
0.31
0.00
0.00
0.04
Cengkeh
0.00
0.38
1.00
0.56
0.00
0.00
0.00

Komoditas
Perlakuan
Pengamatan Ke-
1
2
3
4
5
6
7
Kangkung
Kontrol
0
0.13
0.25
0.63
0.60
0.29
0.07
Tomat
0
0.00
0.08
1.00
0.25
0.21
0.14
Kenikir
0
0.00
0.08
0.81
0.40
0.00
0.14
Cengkeh
0
0.00
0.00
0.06
0.05
0.00
0.07

B.   Dalam Polybag
Tabel 1. Gaya Berkecambah
Komoditas
Perlakuan
Hasil
Padi
Kontrol
0.975
Kenikir
0.975
Tomat
0.975
Cengkeh
0.000
Jagung
Kontrol
0.975
Kenikir
0.875
Tomat
0.775
Cengkeh
0.550
Kangkung
Kontrol
0.875
Kenikir
0.650
Tomat
0.775
Cengkeh
0.100

Tabel 2. Rasio Akar/Tajuk pada Petridish
Komoditas
Perlakuan
Hasil
Padi
Kontrol
1.038
Kenikir
0.863
Tomat
0.815
Cengkeh
0.000
Jagung
Kontrol
1.038
Kenikir
0.863
Tomat
0.815
Cengkeh
0.000
Kangkung
Kontrol
1.038
Kenikir
0.863
Tomat
0.815
Cengkeh
0.000

C.   Tabel 3. Indeks Vigor Tanaman
Komoditas
Perlakuan
Pengamatan Ke-
1
2
3
4
5
6
7
Padi
Kontrol
0.00
0.38
2.75
0.06
0.05
0.04
0.00
Tomat
0.00
0.13
2.67
0.06
0.20
0.00
0.04
Kenikir
0.00
0.13
2.08
0.81
0.00
0.00
0.00
Cengkeh
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Komoditas
Perlakuan
Pengamatan Ke-
1
2
3
4
5
6
7
Jagung
Kontrol
0.00
2.63
1.17
0.19
0.05
0.04
0.00
Tomat
0.00
2.50
1.17
0.00
0.00
0.04
0.00
Kenikir
0.00
1.75
1.25
0.31
0.00
0.00
0.04
Cengkeh
0.00
0.38
1.00
0.56
0.00
0.00
0.00

Komoditas
Perlakuan
Pengamatan Ke-
1
2
3
4
5
6
7
Kangkung
Kontrol
0
0.13
0.25
0.63
0.60
0.29
0.07
Tomat
0
0.00
0.08
1.00
0.25
0.21
0.14
Kenikir
0
0.00
0.08
0.81
0.40
0.00
0.14
Cengkeh
0
0.00
0.00
0.06
0.05
0.00
0.07

Alelopati merupakan sesuatu yang pengaruhnya berbahaya atau menguntungkan dari tanaman termasuk mikroorganisme terhadap tanaman lain melaui pelepasan bahan kimia ke lingkungan (Rice, 1984 cit. Raden, 2008). Menurut Putnam (1988), pengaruh negarif alelopat tergantung dari konsentrasi bahan kimia yang dikandungnya. Senyawa alelopati yang pertama ditemukan pada tahun 1928 oleh Davis pada larutan hasil “leaching” serasah kering Black Walnut (Kenari hitam) mampu menekan perkecambahan dan pertumbuhan benih tanaman yang ada dibawah pohon kenari hitam tersebut. Sebelumnya Condolle pada tahun 1832 menyatakan bahwa eksudat tanaman bisa menyebabkan terjadinya tanah yang marginal akibat adanya ekskresi atau eksudasi akar tanaman sebelumnya (Wilis, 1985). Hasil penelitian lainnya telah dilaporkan bahwa senyawa alelopati juga dapat merusak dan menghambat pertumbuhan tanaman penghasil senyawa alelopati itu sendiri yang disebut dengan autotoksik (Hasanuzzaman, 1995 cit. Djazuli, 2011).
Inderjit (1996) menjelaskan pelepasan alelokimia difasilitasi oleh proses pelarutan dari bagian sekitar tanaman, eksudat akar, batang, dekomposisi residu bahan kering. Selain itu menurut Djazuli (2011), senyawa alelopati juga bisa berasal dari volatilasi oleh daun yang berupa gas melalui stomata dan transformasi dari mikroorganisme tanah. Namun pada umumnya konsentrasi senyawa alelopati yang berasal dari leaching daun segar jauh lebih rendah dibandingkan yang berasal dari serasah yang telah terdekomposisi. Rice (1984), Einhellig (1995), dan Rimando dan Duke (2003) menyatakan bahwa alelokimia pada tumbuhan dapat dibentuk di berbagai organ, seperti di akar, batang, daun, bunga atau biji yang merupakan hasil metabolit sekunder seperti asam lemak, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam benzoat dan derivatnya, cumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein, sulfida serta nukleosida.
Cekaman yang diakibatkan faktor lingkungan seperti kelembapan, hara, suhu, kerapatan tanam, cahaya, juga patogen mempengaruhi produksi, persistensi dan efektivitas alelopati (Weidenhamer 1996). Adanya senyawa alelopati dari tanaman berkayu dapat dimanfaatkan dalam pertanaman sistem wanatani (agroforestry) serta dalam pengendalian gulma, patogen, ataupun hama. Alelopati dalam sistem wanatani dapat dimanfaatkan dalam strategi pengurangan keragaman vegetasi di bawah tegakan. Misalnya pada sistem agroforestry yang mengusahakan tanaman cengkeh. Tajuk cengkeh yang berat serta kemampuan menghasilkan senyawa yang dapat bersifat alelopati kemungkinan menjadi faktor pembatas untuk pengembangan jenis tanaman bawah. Jenis tanaman yang dapat dikembangkan di bawah tegakan cengkeh dapat berupa jenis tanaman penghasil minyak atsiri lain yang mampu berasosiasi dengan tanaman cengkeh yaitu jahe, kunyit, kapulaga, sereh dan temulawak (Hani, 2014).


Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman

Pada grafik di atas dapat terlihat bahwa tinggi tanaman terus meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. Grafik antartanaman dengan perlakuan ekstrak cengkeh, ekstrak mahoni, ekstrak tomat dan kontrol terlihat hampir sama dan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Pemberian senyawa alelopat tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dapat disebabkan oleh pemberian senyawa alelopat yang jumlahnya sedikit, pengaplikasian senyawa alelopat hanya pada permukaan daun, dan kemungkinan tanaman saling terkena perlakuan pada tanaman lain akibat terlalu rapatnya jarak antarpolibag tanaman, atau efek yang diberikan oleh masing masing alelopat memberikan pengaruh yang sama terhadap pertanaman.


















Gambar 2. Grafik Jumlah Daun
Pada pengamatan jumlah daun, hasil yang didapatkan pada grafik di atas antartanaman dengan perlakuan ekstrak cengkeh, ekstrak mahoni, ekstrak tomat dan kontrol terlihat hampir sama dan menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Pemberian senyawa alelopat tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman dapat disebabkan oleh pemberian senyawa alelopat yang jumlahnya sedikit, pengaplikasian senyawa alelopat hanya pada permukaan daun, dan kemungkinan tanaman saling terkena perlakuan pada tanaman lain akibat terlalu rapatnya jarak antarpolibag tanaman, atau efek yang diberikan oleh masing masing alelopat memberikan pengaruh yang sama terhadap pertanaman.


Gambar 3. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Akar
            Pada parameter bobot segar dan bobot kering akar juga tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata antarperlakuan. Bobot segar yang cukup jauh jaraknya dengan bobot kering yang dihasilkan mengindikasikan bahwa tanaman tersebut lebih banyak menyerap dan menyimpan air dibandingkan asimilat hasil fotosintesis. Hal ini dapat disebabkan karena adanya gangguan fotosintesis akibat pengaruh pemberian senyawa alelopat dan merupakan salah satu mekanisme tanaman untuk meminimalisir pengaruh negatif senyawa alelopat.


Gambar 4. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Tajuk
            Pada histogram di atas dapat terlihat bahwa perlakuan pemberian senyawa alelopat tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman dan akumulasi bahan kering tanaman. Tidak adanya beda nyata pada parameter ini dapat dipengaruhi oleh tidak adanya perbedaan nyata pada jumlah daun tinggi tanaman yang merupakan komponen dari tajuk.
Tabel 1. Komponen Hasil Panen Tanaman Padi pada 21 mst
Komoditas
Perlakuan
   BK Tajuk 
Perlakuan
    Rasio A/T
Perlakuan
         LD
Padi
Kontrol
0.035
a
Kontrol
0.465
a
Kontrol
1008.045
a
Tomat
0.035
a
Tomat
0.261
b
Tomat
911.012
b
Kenikir
0.039
a
Kenikir
0.262
b
Kenikir
967.366
ab
Cengkeh
0.048
a
Cengkeh
0.367
ab
Cengkeh
999.568
a
Jagung
Kontrol
1.203
b
Kontrol
0.592
a
Kontrol
3809.815
a
Tomat
1.289
ab
Tomat
0.772
a
Tomat
3817.951
a
Kenikir
1.543
a
Kenikir
0.724
a
Kenikir
4602.453
a
Cengkeh
1.311
ab
Cengkeh
0.673
a
Cengkeh
3736.398
a
Kangkung
Kontrol
0.383
a
Kontrol
1.059
a
Kontrol
2552.348
a
Tomat
0.341
a
Tomat
0.911
a
Tomat
2458.092
a
Kenikir
0.433
a
Kenikir
1.221
a
Kenikir
2429.154
a
Cengkeh
0.338
a
Cengkeh
1.053
a
Cengkeh
2357.359
a

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa perlakuan pemberian senyawa alelopat tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berbagai parameter pengamatan pada tanaman padi. Antarperlakuan yang diberikan pada  tanaman padi didapatkan hasil yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman padi memberikan respon yang sama terhadap perlakuan yang diberikan.
Gambar 7. Grafik Gaya Berkecambah Benih Padi




Gambar 8. Grafik Indeks Vigor
            Dua grafik di atas menunjukkan bahwa perkecambahan yang paling baik terjadi pada perlakuan kontrol yaitu dengan pemberian air tanpa pemberian senyawa alelopat. Air merupakan faktor esensial dalam proses perkecambahan dan pada masa perkecambahan, benih tidak dapat melakukan mekanisme maupun fotosintesis untuk menghindari efek negatif dari pemberian senyawa alelopat sehingga pengaruh pemberian alelopat terlihat lebih nyata pada pengamatan proses perkecambahan benih padi.
 
Gambar 9. Grafik Rasio Akar/Tajuk 
            Grafik di atas menunjukkan bahwa perlakuan kontrol dan tomat memacu pertumbuhan akar yang lebih tinggi pada pertumbuhan atau akar muncul terlebih dahulu dibandingkan tajuk. Seiring bertambahnya usia tanaman, rasio akar/tajuk menurun karena laju pertumbuhan tajuk lebih tinggi dibandingkan akar. Pada perlakuan mahoni didapatkan angka yang mendekati nol karena senyawa alelopat mahoni menghambat pemunculan dan pertumbuhan akar, namun tidak menghambat pertumbuhan tajuk. Pada perlakuan cengkeh didapatkan grafik linear pada angka nol karena pemberian ekstrak cengkeh membuat proses perkecambahan benih tidak terjadi atau menghambat proses perkecambahan benih.


IV.KESIMPULAN
Ekstrak alelopat cengkeh yang paling mempengaruhi perkecambahan tanaman, pertumbuhan plumula dan radikula, serta cenderung menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar jagung, yang berakibat pada menurunnya bobot segar tanaman, dan akumulasi asimilat (bobot kering) tanaman. Namun secara keseluruhan pengaruh alelopat dari perlakuatn yang diberikan rata-rata memberikan efek yang sama terhadap pertanaman.
















DAFTAR PUSTAKA
Djazuli, M. 2011. Potensi senyawa alelopati sebagai herbisida nabati alternative pada budidaya lada organic. Semnas pesnab IV: 177-186..

Djazuli, M. 2011. Alelopati pada beberapa tanaman perkebunan dan tekhnik pengendalian serta prospek pemanfaatannya. Prospektif 10 (1): 44-50.

Djazuli, M dan Maslahah,N. 2012. Alelopati pada tanaman nilam. Bunga Rampai Inovasi Tanaman Atsiri Indonesia. 77-80.
Einhellig F. A. 1995. Mechanism of action of allelochemicals in allelopathy. In: Inderjit, K.M.M. Dakhsini, F.A. Einhellig (eds). Allelopathy, Organism, Processes and Applications. Washington DC: American Chemical Society 96—116.
Garrity DP et al. 1997. The Imperata grasslands of tripocal Asia: area, distribution and typology. Agroforestry Systems 36: 3-29

Hani, A.,  dan P. Suryanto.  2014. Dinamika agroforestry tegalan di perbukitan menoreh, kulon progo, daerah istimewa yogyakarta. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 3 : 119 —128.

Imatomi, M., 1, P. Novaes,  and S. C. J. Gualtieti. 2013.  Interspecific variation in the allelopathic potential of the family Myrtaceae. Journal Acta Botanica Brasilica 27: 54 —61.

Rice, E. L. 1984. Allelopathy. Academic Press, New York.

Rimando, A.M., S.O Duke. 2003. Studies on rice allelochemical. In: C.W. Smith and R.H. Dilday (eds). Rice, Origin History, Technology and Production: John Wiley and Sons, Inc:Hoboken. New Jersey 221—244.
Weidenhamer JD. 1996. Distinguishing resource competition and chemical interference: overcoming the methodological impasse. Journal Agron 88: 866—875.

Willis, R.J. 1985. The historical bases of the concept of allelopathy. Journal of the History of Biology 18:71-102.


LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN

ACARA II
PERTUMBUHAN PADI SAWAH DAN PADI GOGO PADA KETERSEDIAAN AIR YANG BERBEDA












Disusun oleh:
Nama
: Andrew Budiherlando 
NIM
: 13188
Kelompok/golongan
: 2/C4
Asisten
: 1.Devi Alvioliana

  2.Denny Andria

  3.Chalida
  4. 



LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA II
PERTUMBUHAN PADI SAWAH DAN PADI GOGO PADA KETERSEDIAAN AIR YANG BERBEDA

ABSTRAK
Praktikum Ekologi Tanaman acara II dengan judul “Pertumbuhan padi sawah dan padi gogo pada ketersediaan air yang berbeda” dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Ekologi Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, pada Tanggal 30 September 2016. Alat yang dipakai yaitu ember, timbangan, cetok, penggaris, label, sprayer, gelas ukur, EC meter, Lux meter, termohigrometer, munshell colour chart, oven. Bahan yang digunakan adalah dua jenis bibit padi sawah, ember, pupuk NPK, pupuk kandang, kertas label. Tujuan percobaan untuk mengetahui pengaruh cara irigasi terhadap pertumbuhan tanaman padi IR-64 dan padi Situ Bagendit dan mengetahui respon pertumbuhan  pada kondisi air berbeda pada beberapa tanaman. Hasil percobaan padi IR 64 optimal tumbuhnya saat ketersediaan air mencukupi (tidak berlebih) sedangkan padi Situ Bagendit cenderung membutuhkan air lebih banyak


I.      LATARBELAKANG
            Kebutuhan konsumsi akan beras di Indonesia yang sangat tinggi memacu untuk terus meningkatkan produksi padi dalam negeri. Usaha untuk meningkatkan produksi tersebut dapat dilakukan dengan membuat atau menerapkan teknologi-teknologi yang berkaitan dengan budidaya padi. Salah satu yang bisa dilakukan adalah manajemen pemberiaan pengairan atau irigasi pada tanaman padi. Indonesia yang berada pada iklim tropis dan memiliki geografi yang beragam ditambah dengan perubahan iklim global harus memperhatikan manajemen pengairan pada tanaman padi jika ingin tetap meningkatkan produksi padi dalam bidang budidayanya.
            Tanaman padi termasuk golongan tanaman Gramineae atau rerumputan, yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Padi, selain ditanam di sawah dengan pengairan sepanjang musim, ada juga yang ditanam di tegalan, tanah hutan yang baru dibuka, lahan pasang surut dan rawa, sehingga terdapat istilah padi ladang, padi gogo, padigogo rancah dan padi lebak (Siregar, 1981). Siregar (1981) juga menyatakan, padi gogo dan padi ladang sebenarnya hampir sama, yaitu sama-sama ditanam di lahan kering. Perbedaannya terletak pada lahan yang dipergunakan untuk menanam, dimana padi ladang ditanam secara tidak menetap pada lahan bekas hutan atausemak belukar, sedangkan padi gogo ditanam pada lahan permanen.
            Dengan berbagai kondisi lahan pertanaman padi yang berbeda maka mengetahui pengaruh cara irigasi terhadap pertumbuhan tanaman padi sawah dan mengetahui respon pertumbuhan akar dan tajuk padi sawah pada kondisi air yang berbeda penting untuk diketahui agar penggunaan sistem irigasi mana yang menguntungkan dan optimal untuk produksi tanaman padi.
































II.    METODE PERCOBAAN
Praktikum Ekologi Tanaman acara II dengan judul “Pertumbuhan padi sawah dan padi gogo pada ketersediaan air yang berbeda” dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Ekologi Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, pada Tanggal 30 September 2016 hingga 04 Oktober 2016. Alat yang dipakai yaitu ember, timbangan, cetok, penggaris, label, sprayer, gelas ukur, EC meter, Lux meter, termohigrometer, munshell colour chart, oven. Bahan yang digunakan adalah dua jenis bibit padi sawah, ember, pupuk NPK, pupuk kandang, kertas label. 
Cara kerja disiapkan 9 ember yang telah diisi tanah sebanyak kurang lebih 3 kg dan dibersihkan dari kotoran serta kerikil. Tiga bibit padi ditanam pada tiap ember dan disiram setiap hari. Setelah tanaman berumur 14 hari, dijarangkan menjadi 2 tanaman tiap ember. Dipisahkan 3 ember untuk tiap perlakuan yang pertama disiram setiap hari dan dijaga agar kondisi tanah macam-macak (lembab), kedua digenangi setiap 3 hari sekali dan dibiarkan sampai air habis dengan sendirinya, baru kemudian digenangi lagi. Ketiga digenangi dan dipertahankan selama peraktikum berlangsung. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari hingga hari ke-21 setelah penjarangan.  Pengamatan Dilakukan pengamatan setiap hari sampai hari ke-21, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar dan bobot kering, panjang akar utama, dan luas daun.  Hasil pengamatan dibuat grafik dan histogram pertumbuhan : a) Grafik tinggi tanaman vs hari pengamatan, b) Grafik jumlah daun pada vs hari pengamatan, c) Histogram bobot kering dan bobot segar, d) Histogram Rasio akar/tajuk, e) Histogram Luas daun tanaman. Pengamatan faktor lingkungan ( suhu, kelembaban, intensitas cahaya). Analisis data CRD dan dilanjutkan DMRT 5%.










III.   HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Tinggi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada berbagai perlakuan
Komoditas
Perlakuan
Pengamatan hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
IR-64
Macak"
13.63
15.09
17.46
18.94
22.27
25.29
26.33
28.04
29.56
30.42
32.52
Berselang
13.13
14.69
17.10
19.07
23.44
28.98
32.03
34.86
38.74
41.91
46.24
Tergenang
12.88
14.59
17.16
19.35
22.69
26.50
30.85
34.30
38.61
41.11
44.84
Komoditas
Perlakuan
Pengamatan hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Situ
Macak"
13.32
16.33
17.98
21.03
24.88
28.45
30.75
32.39
37.41
41.84
45.78
Berselang
13.10
15.09
16.68
18.49
20.79
23.55
25.82
28.57
32.15
34.14
36.13
Tergenang
13.58
16.20
18.29
21.84
24.33
28.60
31.91
33.74
38.50
42.18
45.60


Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada berbagai perlakuan 
Komoditas
Perlakuan
Pengamatan hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
IR-64
Macak"
1.88
2.00
2.25
2.88
3.13
3.63
4.63
5.06
5.88
6.31
6.44
Berselang
2.00
2.13
2.44
2.94
3.31
4.06
5.25
5.94
7.31
8.56
9.50
Tergenang
2.00
2.13
2.31
3.06
3.44
4.00
5.19
5.69
7.06
8.50
9.69
Komoditas
Perlakuan
Pengamatan hari ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Situ
Macak"
2.00
2.00
2.56
2.75
3.19
3.63
3.94
4.19
5.69
6.88
8.00
Berselang
2.00
2.38
2.69
2.75
2.94
3.50
3.75
4.27
5.38
6.31
6.85
Tergenang
2.00
2.00
2.44
2.75
3.19
3.44
4.19
4.81
6.19
7.65
9.17


Tabel 3. Luas Daun 
Komoditas
Perlakuan
Hasil
IR-64
Macak
549.868
Berselang
824.778
Tergenang
887.605
Situ
Macak
633.805
Berselang
534.233
Tergenang
858.869


Tabel 4. Berat Segar Akar dan Tajuk Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada berbagai perlakuan

Komoditas
Perlakuan
Hasil
Komoditas
Perlakuan
Hasil
IR-64
Macak
0.303
IR-64
Macak
1.113
Berselang
0.350
Berselang
1.598
Tergenang
0.531
Tergenang
1.749
Situ
Macak
0.268
Situ
Macak
1.408
Berselang
0.288
Berselang
1.024
Tergenang
0.506
Tergenang
1.927


Tabel 5. Berat Kering Akar dan Tajuk Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada berbagai perlakuan
Komoditas
Perlakuan
Hasil
Komoditas
Perlakuan
Hasil
IR-64
Macak
0.074
IR-64
Macak
0.292
Berselang
0.052
Berselang
0.305
Tergenang
0.102
Tergenang
0.266
Situ
Macak
0.056
Situ
Macak
0.303
Berselang
0.046
Berselang
0.201
Tergenang
0.071
Tergenang
0.294


Tabel 6. Rasio Akar/Tajuk Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada berbagai perlakuan 
Komoditas
Perlakuan
Hasil
IR-64
Macak
0.375
Berselang
0.374
Tergenang
0.482
Situ
Macak
0.336
Berselang
0.484
Tergenang
0.470

Air merupakan kebutuhan dasar tanaman untuk dapat tumbuh, berkembang, serta berproduksi dengan baik (De Datta, 1981). Total kebutuhan air untuk tanaman padi pada lahan yang tergenang termasuk persiapan lahan berkisar antara 1300-1900 mm (Bouman et al., 2005). Pengelolaan air irigasi padi sawah sangat penting untuk memaksimumkan pengembangan teknologi budidaya padi terutama untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air.
Ketersediaan air yang cukup merupakan salah satu faktor utama dalam produksi padi sawah. Di sebagian besar daerah Asia, tanaman padi tumbuh kurang optimum akibat kelebihan air atau kekurangan air karena curah hujan yang tidak menentu dan pola lanskap yang tidak teratur. Pada umumnya, alasan utama penggenangan pada budidaya padi sawah yaitu karena sebagian besar varietas padi sawah tumbuh lebih baik dan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi ketika tumbuh pada tanah tergenang dibandingkan dengan tanah yang tidak tergenang. Air mempengaruhi karakter tanaman, unsur hara dan keadaan fisik tanah, dan pertumbuhan gulma (De Datta, 1981).
Salah satu harapan sebagai solusi terbaik bagi pertanian di Indonesia dalam peningkatan hasil produksi yaitu melalui pola pertanian dengan System of rice intensification (SRI). SRI merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Gagasan SRI pada mulanya dikembangkan di Madagaskar awal tahun 1980. Gagasan SRI juga dilakuakan melalui uji coba di berbagai Negara Asia, termasuk Asia Selatan maupun Asia Tenggara. Di Indonesia gagasan SRI juga telah diuji coba dan diterpakan diberbagai Kabupaten di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Penerapan gagasan SRI berdasrkan pada enam komponen penting : (1) Transplantasi bibit muda, (2) bibit ditanam satu batang,(3) Jarak tanam lebar, (4) Kondisi tanah lembab (irigasi berselang), (5) Melakukan pendangiran (penyiangan), (6) Hanya menggunakan bahan organik (kompos) (Anugrah, 2008).
System of Rice Intensification (SRI) adalah cara budidaya padi pada lahan sawah beririgasi dan lahan tadah hujan yang ketersediaan airnya terjamin secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan petani / kelompok tani / P3A / Gapoktan dan kearifan local. Usahatani padi sawah SRI adalah usahatani padi sawah secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok tani / P3A / Gapoktan dan kearifan lokal/daerah. Prinsip dasar budidaya padi SRI adalah : 
a.    Pengolahan tanah sawah sehat adalah pengolahan tanah yang dilakukan secara konvensional, dengan memberikan asupan bahan organik seperti kotoran hewan, hijauan, limbah organik, jerami yang proses dekomposisinya dipercepat dengan menggunakan mikroorganisme lokal (MOL) / POC. Selanjutnya untuk pengelolaan airnya dibuat parit keliling atau melintang petakan sawah dengan kedalaman 40 cm dan lebar 40 cm dan dibuat garis jarak tanam dengan menggunakan caplak 
b.    Persemaian SRI, dilakukan dengan cara kering (tidak digenang) dan dilakukan penyiraman setiap hari. Persemaian bisa dilakukan dilahan sawah / darat, pekarangan dengan dilapisi plastik dan di nampan / yang dilapisi daun pisang supaya akar bibit padi tidak tembus ke tanah dan memudahkan pada saat pindah tanam dari persemaian. Sebagai media tumbuh persemaian berupa campuran tanah dengan bahan organik dengan perbandingan 1:1. Kebutuhan benih 10 kg per ha, sebelum benih disemai perlu dilakukan uji benih bermutu / bernas dengan menggunakan larutan garam.
c.    Cara Tanam dan Jarak Tanam SRI adalah penanaman satu bibit per lubang (tanam tunggal, tanam dangkal dan akar membentuk hurup L) saat bibit berumur 5 - 7 hari. Jarak tanam longgar / lebar dengan alternatif antara lain : 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm.
d.    Pengelolaan air SRI adalah pada umur padi vegetatif, air diberikan secara macak - macak (kapasitas lapang) kecuali pada saat penyiangan dilakukan penggenangan ( 2 – 3 ) cm. Pada umur + 45 hari sebaiknya lahan dikeringkan selama 10 hari untuk menghambat pertumbuhan anakan, kemudian air diberikan secara macak-macak kembali sampai masa pertumbuhan malai, pengisian bulir padi hingga bernas, selanjutnya pada umur tanaman + 100 hari sawah dikeringkan sampai panen.
e.    Pemeliharaan tanaman SRI adalah penyiangan,penyulaman dan pengendalian hama. Penyiangan dilakukan dengan selang waktu 10 hari setelah tanam sebanyak 4 kali dan setiap selesai penyiangan dilakukan penyemprotan suplement Pupuk cair (POC) / Mikro Organisme Lokal (MOL) yang dibuat sendiri.
 Padi adalah salah satu jenis tanaman budidaya yang dapat tumbuh dalam kondisi tergenang karena kemampuannya mengoksidasi lingkungan perakarannya sendiri. Oksigen didifusikan dari daun melalui turiang (anakan padi) dan batang ke akar melalui lacuna (rongga antar sel) atau saluran dalam jaringan korteks.

 
Grafik 1. Tinggi tanaman padi IR-64 pada perlakuan pengairan yang berbeda

Grafik 2. Tinggi tanaman padi Situ Bagendit pada perlakuan pengairan yang berbeda

Dari hasil perlakuan padi  pada ketersediaan air yang berbeda dilihat pada grafik diatas, tanaman padi IR-64 menunjukkan pertumbuhan yang paling baik pada perlakuan berselangSementara pada padi Situ Bagendit menunjukkan pertumbuhan yang paling baik pada perlakuan Tergenang.  Hal tersebut ditunjukkan dengan tinggi tanaman padi pada kondisi tergenang dan berselang lebih tinggi dibandingkan perlakuan macak-macak pada padi IR-64. Sementara pada padi Situ Bagendit, tinggi tanaman pada kondisi  Tergenang dan Macak-macak. Pertumbuhan tinggi tanaman sebagai hasil pemanjangan batang merupakan respons toleransi tanaman terhadap penggenangan (Jackson, 2003). Pada kondisi tergenang, tanaman padi melakukan mekanisme untuk mengurangi dampak cekaman genangan dengan mempercepat pertumbuhannya sehingga tanaman padi perlakuan genangan paling tinggi. Pemanjangan tersebut bertujuan untuk meningkatkan difusi O2 oleh aerenkim yang juga terbentuk di batang padi. Perlakuan berselang dan tergenang pada padi IR-64 memberikan kecukupan air sehingga tanaman tidak tercekam oleh genangan tetapi justru memacu pertumbuhan yang lebih cepat pada padi. Sementara pada padi Situ Bagendit tercukup kebutuhan airnya pada perlakuan Tergenang dan Macak-macak. Namun pada perlakuan ini memberikan notasi “a” yang menandakan perlakuan terebut tidak memberikan hasil yang nyata.

Grafik 3. Jumlah daun padi IR-64 pada berbagai perlakuan

Grafik 3. Jumlah daun padi Situ Bagendit pada berbagai perlakuan

            Hasil pengamatan jumlah daun yang terlihat pada grafik pada berbagai perlakuan menunjukkan perlakuan tergenang dan berselang memiliki jumlah daun tertinggi pada padi IR-64 kemudian perlakuan tergenang pada padi Situ Bagendit. Pada daun padi yang tanaman yang tergenang terdapat lapisan gas (leaf gas film) yang membantu pertukaran oksigen. Banyaknya daun yang terbentuk membantu meningkatkan difusi O2 untuk membantu respirasi akar sehingga pertumbuhannya lebih baik.

Histogram 1. Luas daun padi pada berbagai perlakuan

Luas daun padi IR-64 perlakuan tergenang memberikan hasil yang paling tinggi kemudian perlakuan berselang dan diikuti perlakuan macak-macak. Luas daun padi Situ Bagendit perlakuan tergenang memberikan hasil yang paling tinggi kemudian perlakuan macak-macak dan diikuti perlakuan berselang. Luas daun perlakuan tergenang memiliki luas daun yang paling tinggi, hal itu berbanding lurus dengan jumlah daun. Semakin jumlah daun banyak maka dimungkinkan luas daun juga semakin tinggi.

Histogram 2. Rasio akar/tajuk tanaman padi pada berbagai perlakuan pengairan yang berbeda

Rasio antara akar dan tajuk merupakan selisih pertumbuhan akar dan daun yang ditunjukkan oleh tanaman. Pada padi IR 64 perlakuan tergenang, rasio akar/tajuknya lebih tinggi yang berarti pertumbuhan akar dan daun memiliki selisih yang besar dimana pertumbuhan keduanya didominasi oleh pertumbuhan akar. Pada padi Situ Bagendit  diodminasi oelh perlakuan berselang. Kondisi seperti itu dapat terjadi karena pada perlakuan berselang kondisi yang dialami tanaman berbeda saat air tergenang dan surut. Padi IR 64 memiliki rasio akar/tajuk paling tinggi pada perlk tergenang, dikarenakan intoleran terhadap genangan air sehingga melebarkan jangkauan akar untuk memperoleh sirkulasi O2. Pada padi Situ Bagendit memiliki rasio akar/tajuk paling tinggi pada perlk berselang, untuk melebarkan akarnya sehingga penyerapan air tetap optimal. 
Histogram 3. Berat segar dan berat kering tajuk tanaman padi pada berbagai perlakuan pengairan yang berbeda

Perlakuan berselang pada padi IR 64 dan perlakuan macak-macak pada padi Situ Bagendit memberikan hasil berat segar tajuk padi paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain seperti pada histogram diatas. Tanaman dengan perlakuan penggenangan mempunyai berat kering lebih tinggi daripada tanpa penggenangan. Biomassa tanaman mencerminkan hasil fotosintesis bersih (net photosynthesis) yang terkait dengan ketersediaan nutrien yang dapat diserap oleh tanaman (Barker and Pilbeam, 2007). Namun penggenangan yang dimaksud adalah penggenangan yang berselang. Dengan perlakuan berselang biomasa yang dihasilkan tidak berbeda jauh dengan perlakuan tergenang terus menerus. Ditambang perlakuan berselang lebih efisien dalam penggunaan air untuk tanaman.

Histogram 4. Berat segar dan berat kering akar tanaman padi pada berbagai perlakuan pengairan yang berbeda
Pada histogram diatas menunjukkan hasil perlakuan tergenang memiliki bobot segar akar paling tinggi. Diketahui bahwa penggenangan meningkatkan ketersediaan nutrien (Roger et al., 1992). Sehingga perlakuan tergenang mempunyai nutrisi untuk pertumbuh lebih tinggi. Namun hasil berat kering perlakuan tergenang memberikan hasil yang tinggi tidak signifikan.
Sistem irigasi penggenangan terus-menerus pada padi sawah menyebabkan banyaknya air yang terbuang, terutama ketika kanal rusak atau tidak terawat. Irigasi intermittent dengan menjaga air tetap macak-macak bahkan terkadang kering dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air (Shastry et al., 2000). Efisiensi penggunaan air pada budidaya padi sawah dengan kondisi tidak tergenang sebesar 19.581% sedangkan pada pengairan penggenangan terus-menerus efisiensinya sebesar 10.907% (Sumardi et al., 2007).





IV.  KESIMPULAN
1.    Padi IR 64 optimal tumbuhnya saat ketersediaan air mencukupi (tidak berlebih) sedangkan padi Situ Bagendit cenderung membutuhkan air lebih banyak




























DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, S.I., Sumedi, I.P. Wardana. 2008. Gagasan dan implementasi system of rice intensification (SRI) dalam kegiatan budidaya padi ekologis (BPE). Analisi Kebijakan Pertanian. 6.1 : 75-99

Bouman, B.A.M., S. Peng, A.R. Castaneda, and R.M. Visperas. 2005. Yield and water use of irrigated tropical aerobic rice systems. Agric. Water Man. J. 74: 87-105.

De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons, Inc. Canada. 618 p

Jackson, M.B. & P.C. Ram. 2003. Physiological and Molecular Basis Susceptibility and Tolerance of Rice Plants to Complete Submergence. Annals of Botany. 91: 227-241..

Shastry, S.V., D.V. Tran, V.N. Nguyen, and J.S. Nanda. 2000. Sustainable integrated rice            production, p.53-72. In J. S. Nanda (Ed). Rice Breeding and Genetics, Research      Priorities and Challenges. Science Publishers, Inc. New Hamisphere.

Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. PT Sastra Hudaya. Jakarta. 319             hal.


Sumardi, Kasli, M. Kasim, A. Syarif, dan N. Akhir. 2007. Respon padi sawah pada teknik budidaya secara aerobik dan pemberian bahan organik. Jurnal Akta Agrosia 10 (1): 65-71.


LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
EKOLOGI TANAMAN

ACARA III
PENGARUH LIMBAH TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN KACANG TANAH (Vigna sinensis)












Disusun oleh:
Nama
: Andrew Budiherlando 
NIM
: 13188
Kelompok/golongan
: 2/C4
Asisten
: 1.Devi Alvioliana

  2.Denny Andria

  3.Chalida
  4. 
LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA III
PENGARUH LIMBAH TERHADAP PERTUMBUHAN
TANAMAN KACANG TANAH (Vigna sinensis)

ABSTRAK
Praktikum Ekologi Tanaman Acara 3 dengan judul Pengaruh Limbah Air Buangan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kacang Tanah ( Vigna sinensis ) dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian UGM, Sleman, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah EC meter, Lux meter, Termohigrometer, cethok, penggaris, timbangan, oven, elas ukur. Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih kacang tanah (Vigna sinensis), label, serta polybag. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah air rumah tangga, industri, dan pertanian terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah. Limbah air dengan takaran tertentu tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan spesifik. Limbah yang tidak menyebabkan kerusakan fisiologis, morfologis, maupun kematian bukanlah disebut sebagai polutan.

Kata kunci: limbah air, kacang tanah, rumah tangga, industri, pertanian

I.      LATARBELAKANG
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik(rumah tangga), yang lebih dikenal sebagai sampah, yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.
Limbah akan menjadi masalah dalam pertanian ketika jumlah dan sifat dari limbah tersebut mempengaruhi dari segi kualitas dan kuantitas produk pertanian. Penyebaran limbah dilingkungan dari pencemaran limbah industri ataupun rumah tangga yang tidak terkontrol akan menyebabkan ketidaktahuan masyarakat terutama petani akan pengaruh buruk limbah tersebut maka penting dilukannya percobaan tentang pengaruh limbah. jadi nantinya akan diketahui pengaruh pemberian beberapa macam limbah terhadap pertumbuhan tanaman dan perbedaan tanggapan tanaman terhadap pemberian beberapa macam limbah. Sehingga petani akan tau dan akan sebisa mungkin memelihara lingkuangan agar sesuai untuk produksi pertanian.





























II.    METODE PERCOBAAN
Praktikum Ekologi Tanaman yang berjudul pengarun limbah terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah (Vigna sinensis) dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Sleman, Yogyakarta, selama 3 minggu. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah EC meter, Lux meter, Termohigrometer, cethok, penggaris, timbangan, oven, elas ukur. Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih kacang tanah (Vigna sinensis), label, serta polybag. 
percobaan diawali dengan menyiapkan media tanam yang dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 4/5 bagian dari polybag, serta tanah telah dibersiihkan dari kotoran dan kerikil. kemudian 2 benih kacang tanah ditanam di polybag. perlakuan yang digunakan dalam percobaan terdari dari 4 perlakuan yaitu: (1) perlakuan limbah rumah tangga yang berupa air cucian rumah tangga, (2) perlakuan limbah industri yang berupa limbah vinase, (3) perlakuan limbah pertaian yang berupa air dari kolam yang ditambah dengan pupuk dan pestisida, (4) perlakuan kontrol. Rancangan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (Complete randomized design) dengan pengulangan sebanyak 5 kali. kemudian setiap 2 hari sekali dilakukan pemberian perlakuan dan pengamatan yang meiputi tinggi tanaman dan jumlah daun. lalu ketika tanaman tidak diberikan perlakuan limbah, maka tanaman disiram dengan menggunakan air. setelah 21 hst, kacang tanah kemudian dipanen dan dihitung bobot segar-bobot kering, panjang akar, luas daun, serta pH tanah, selain itu dilakukan pula pengamataan iklim mikro yang meliputi suhu rumah kaca, kelembaban, serta intensitas cahaya. bobot segar ditimbang segera setelah tanaman dipanen, kemudian bobot kering ditmbang setelah dilakukan pengeringan dengan ove selama 48 jam. luas daun dihitung dengan menggunakan metode gravimetric, dan panjang akar dihitung berdasarkan akar yang paling panjang. setelah itu, dilakukan analisis menggunakan analisis varians (Anova) dan dilakukan pengujuan lanjut menggunakan LSD-DUNNETT (Least Significant Difference-DUNNETT) dengan tingkat signifikansi 5%. selain itu dibuat pula grafik tinggi tanamn dan jumlah daun terhadap hari pengamaatn, serta historgram bobot kering-bobot segar terhadap perlakuan limbah, dan histrogram luas daun dan rasio akar/tajuk terhadap perlakuan limbah.


III.   HASIL DAN PEMBAHASAN
Limbah merupakan suatu barang (benda) sisa dari sebuah kegiatan produksi yang tidak bermanfaat/bernilai ekonomi lagi. Limbah sendiri dari tempat asalnya bisa beraneka ragam, ada yang limbah dari rumah tangga, limbah dari pabrik-pabrik besar dan ada juga limbah dari suatu kegiatan tertentu. Berdasarkan senyawa limbah dibagi lagi menjadi dua jenis, yakni limbah organik dan limbah anorganik. Limbah Organik, merupakan limbah yang bisa dengan mudah diuraikan (mudah membusuk), limbah organik mengandung unsur karbon. Contoh limbah organik dapat anda temui dalam kehidupan sehari-hari, contohnya kotoran manusia dan hewan. Limbah anorganik, adalah jenis limbah yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa untuk di uraikan (tidak bisa membusuk), limbah anorganik tidak mengandung unsur karbon. Contoh limbah anorganik adalah Plastik dan baja.
Karakteristik limbah dipengaruhi oleh ukuran partikel (mikro), sifatnya dinamis, penyebarannya luas dan berdampak panjang atau lama. Sedangkan kualitas limbah dipengaruhi oleh volume limbah, kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industry dapat digolongkan menjadi 4 yaitu limbah cair, limbah padat, limbah gas dan partikel serta limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Untuk mengatasi limbah diperlukan pengolahan dan penanganan limbah. Pada dasarnya pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi: pengolahan menurut tingkatan perlakuanm pengolahan menurut karakteristik limbah (Widjajanti, 2009).
Contoh limbah indsutri yang memiliki banyak manfaat adalah limbah sagu. Limbah sagu merupakan hasil samping industri pengolahan pati. Industri ekstraksi pati sagu menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu residu selular empulur sagu berserat (ampas), kulit batang sagu, dan air buangan. Jumlah kulit batang sagu dan ampas sagu adalah sekitar 26% dan 14% berdasar bobot total balak sagu (Singhal et al. 2008). Limbah padat industri sagu yang telah menumpuk selama bertahun-tahun, akan mengalami dekomposisi sehingga menjadi kompos dan dapat dimanfaatkan sebagai media. Kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah atau seresah tanaman, dan termasuk pula bangkai binatang (Sutejo,2002 cit Zaimah, 2012). Kiat (2006) melaporkan bahwa limbah sagu mengandung komponen penting seperti pati dan selulosa. Jumlah limbah kulit batang sagu mendekati 26%, sedangkan ampas sagu sekitar 14% dari total bobot balak sagu. Ampas mengandung 65,7% pati dan dan sisanya merupakan serat kasar, protein kasar, lemak, dan abu. Dari persentase tersebut ampas mengandung residu lignin sebesar 21%, sedangkan kandungan selulosa di dalamnya sebesar 20% dan sisanya merupakan zat ekstraktif dan abu. Di sisi lain, kulit batang sagu mengandung selulosa (57%)  dan lignin yang lebih banyak (38%) daripada ampas sagu.
Air limbah tidak seluruhnya membahayakan bagi pertumbuhan dan perembangan tanaman budidaya. Air limbah akan berbahaya jika sidah melewati ambang batas kemampuan badan air dalam menampung dan merombak limbah yang ada. Air limbah baik limbah rumah tangga, pertanian, industri memiliki kandungan hara makro tersedia yang larut di dalam air.Untuk mengetahui tinggi rendahnya suatu badan air tercemar atau tidak biasanya menggunakan parameter Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Disolved Oxygen (DO). BOD dan COD menunjukkan kebutuhan oksigen di dalam air baik untuk organisme maupun rekasi kimia di dalam badan air. DO menunjukkan ketersediaan oksigen terlarut dalam air. Bila BOD dan COD lebih tinggi dari DO maka menunjukkan bahwa banyak polutan maupun suspense yang harus dirombak dimana proses perombakan membutuhkan oksigen dalam melaksanakannya, sehingga bisa menunjukkan tingkat polusi air yang ada.



Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman
            Limbah rumah tangga yang digunakan dalam praktikum ini merupakan limbah cucian sabun. Limbah cucian sabun bersifat basa dan seharusnya sifat larutan ini menimbulkan hambatan terhadap pertumbuhan tanaman. Ada kemungkinan jika limbah cair rumah tangga ini tidak terlalu tinggi sifat basanya sehingga tanaman  masih dapat toleran terhadap pengaruh limbah tersebut. Limbah industri yang digunakan merupakan limbah vinase yang telah diolah. Limbah vinase mengandung banyak kandungan nitrogen di dalamnya sehingga seharusnya pemberian limbah ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Namun apabila konsentrasi N yang terlalu tinggi bagi pertumbuhan tanaman sehingga justru menghambat pertumbuhan tanaman. Limbah pertanian yang digunakan berupa campuran dari pestisida, pupuk, dan limbah lain dari kegiatan pertanian. Pemberian limbah ini menghambat pertumbuhan tanaman dapat disebabkan karena kandungan pestisida, pupuk, dan limbah lain dalam konsentrasi yang tinggi justru menghambat pertumbuhan tanaman.
            Pada grafik di atas terlihat bahwa tanaman padi dengan perlakuan kontrol rumah tangga memiliki tinggi tanaman yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jagung dengan perlakuan limbah rumah tangga memiliki tinggi tanaman paling tinggi. Kangkung dengan perlakuan limbah tahu memiliki tinggi tanaman paling tinggi. Sedangkan kacang tanah rata-rata memiliki rata-rata tinggi tanaman yang sama untuk setiap perlakuan. 


Gambar 2. Grafik Jumlah Daun
            Pada grafik di atas terlihat bahwa tanaman padi dengan perlakuan kontrol, tanaman jagung dengan perlakuan rumah rumah tangga, tanaman kangkung dengan perlakuan control memiliki jumlah daun tanaman yang paling tinggi. Sementara tanaman kacang tanah cenderung memiliki jumlah daun yang relative sama pada tiap perlakuan. Grafik jumlah daun tanaman  dengan pengaruh limbah rumah tangga rata-rata berada di bawah grafik. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya kandungan nutrient tertentu yang berpengaruh positif terhadap pertambahan jumlah daun tanaman. Limbah rumah tangga yang digunakan dalam praktikum ini merupakan limbah cucian sabun. Limbah cucian sabun bersifat basa dan seharusnya sifat larutan ini menimbulkan hambatan terhadap pertumbuhan tanaman. Ada kemungkinan jika limbah cair rumah tangga ini tidak terlalu tinggi sifat basanya sehingga tanaman  masih dapat toleran terhadap pengaruh limbah tersebut. Limbah industri menghasilkan grafik jumlah daun yang tidak jauh berbeda dengan grafik jumlah daun tanaman dengan perlakuan lainnya. Limbah industri yang digunakan merupakan limbah vinase yang telah diolah. Limbah vinase mengandung banyak kandungan nitrogen di dalamnya sehingga seharusnya pemberian limbah ini dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, namun hasil yang didapatkan berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh konsentrasi N yang terlalu tinggi bagi pertumbuhan tanaman  sehingga justru menghambat pertambahan jumlah daun tanaman . Limbah pertanian menghasilkan pengaruh yang hampir sama terhadap tinggi tanaman yaitu tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan perlakuan lain. Limbah pertanian yang digunakan berupa campuran dari pestisida, pupuk, dan limbah lain dari kegiatan pertanian. Pemberian limbah ini menghambat pertumbuhan tanaman  dapat disebabkan karena kandungan pestisida, pupuk, dan limbah lain dalam konsentrasi yang tinggi justru menghambat pertambahan daun tanaman  itu.

Gambar 3. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Akar
Histogram di atas memperlihatkan bahwa dalam bobot segar akar tidak dapat perbedaan nyata pada setiap perlakuan. Hal hal serupa juga terjadi pada histogram bobot kering pada setiap perlakuan. Pada berat segar akar tanaman padi memiliki bobot paling tinggi pada perlakuan control, pada tanaman jagung dengan perlakuan control, tanaman kangkung dengan perlakuan limbah tahu, pada kacang tanah dengan perlakuan limbah rumah tangga. Sedangkan pada berat kering akar, tanaman padi memiliki bobotpaling tinggi pada perlakuan limbah tahu, pada tanaman jagung dengan perlakuan limbah rumah tangga, tanaman kangkung, dengan perlakuan tahu, dan tanaman kacang tanah dengan perlakuan limbah botong. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian limbah menghambat penimbunan asimilat dalam tanaman.

Gambar 4. Histogram Bobot Segar dan Bobot Kering Tajuk
Histogram di atas memperlihatkan bahwa dalam bobot segar dan bobot kering tajuk tidak menunjukkan perbedaan nyata pada setiap perlakuan. Pada berat segar tajuk tanaman padi memiliki bobot paling tinggi pada perlakuan limbah rumah tangga, pada tanaman jagung dengan perlakuan control, tanaman kangkung dengan perlakuan limbah blotong, pada kacang tanah dengan perlakuan limbah rumah tangga. Sedangkan pada berat kering tajuk, tanaman padi memiliki bobot paling tinggi pada perlakuan limbah blotong, pada tanaman jagung dengan perlakuan limbah rumah tangga, tanaman kangkung dengan perlakuan limbah blotong, dan tanaman kacang tanah dengan perlakuan limbah blotong. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian limbah menghambat penimbunan asimilat dalam tajuk tanaman.

Diagram batang 1. Rasio akar/tajuk kacang tanah berbagai perlakuan
Dari hasil diagram diatas diketahui perlakuan limbah tidak menunjukkan perlakuan yang nyata pada tiap-tiap perlakuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tanaman berjalan seimbang. Pada perlakuan limbah rumah tangga tanaman padi, pada perlakuan blotong tanaman jagung, perlakuan limbah tahu tanaman kangkung, perlakuan limbah tahu pada tanaman kacang tanah menunjukkan rasio tertinggi. Keadaan tersebut karena pengaruh cekaman senyawa yang terkandung pada limbah tersebut mengakibatkan akar terpacu untuk pemanjangan guna menghindari cekaman dan untuk mendapatkan hara yang dapat dimanfaatkan untuk terus tumbuh.

Diagram Batang 2. Luas daun kacang tanah berbagai perlakuan
Pada diagram batang luas daun padi pemberian limbah blotong, luas daun tanaman jagung pemberian limbah tahu, luas daun tanaman kangkung dengan pemberian perlakuan control, tanaman kacang tanah dengan perlakuan kontrol akan mengakibatkan luas daun tinggi. Respon yang ditunjukkan tanaman akibat adanya pemeberian limbah dengan memperluas daun seluasnya untuk mendapatkan cahaya guna melakukan fotosintesis agar hasil asimilasinya dapat disimpan.


Tabel 1. Komponen Hasil Tanaman 
Komoditas
Perlakuan
BS Akar
BS Tajuk 
BK Akar
BK Tajuk
Rasio A/T
Luas Daun
Padi
Kontrol
0.531
a
0.126
a
0.084
a
0.040
a
0.266
a
323.993
a
RT
0.525
a
0.240
a
0.109
a
0.057
a
0.309
a
196.380
a
Tahu
0.243
a
0.153
a
0.074
a
0.064
a
0.190
a
142.888
a
Blotong
0.483
a
0.266
a
0.114
a
0.105
a
0.235
a
286.955
a
Jagung
Kontrol
20.334
a
8.496
a
2.376
a
1.144
a
0.514
a
5001.555
a
RT
18.974
a
6.240
a
2.565
a
1.461
a
0.487
a
5189.993
a
Tahu
18.349
a
4.863
a
2.428
a
1.210
a
0.545
a
5974.435
a
Blotong
11.210
a
4.226
a
1.728
a
0.975
a
0.606
a
3386.120
a
Kangkung
Kontrol
10.384
a
1.326
a
0.836
a
0.194
a
0.480
a
2451.768
a
RT
7.243
a
1.440
a
0.594
a
0.164
a
0.570
a
1751.935
a
Tahu
11.375
a
1.506
a
0.951
a
0.214
a
0.688
a
2783.430
a
Blotong
10.225
a
1.466
a
0.768
a
0.325
a
0.560
a
2308.545
a
KCTanah
Kontrol
9.488
a
1.070
a
1.759
a
0.218
a
1.009
a
4160.058
a
RT
9.914
a
1.373
a
1.874
a
0.318
a
1.049
a
3756.625
a
Tahu
8.719
a
1.135
a
1.804
a
0.389
a
1.243
a
3840.618
a
Blotong
8.438
a
0.864
a
1.899
a
0.460
a
1.006
a
3515.713
a
            
Pada komponen hasil yang terdapat dalam tabel di atas, tidak terdapat perbedaan nyata pada semua parameter pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemberian limbah memberikan pengaruh sama yang nyata pada seluruh pertanaman.


IV.  KESIMPULAN
1.        Limbah dengan takaran tertentu tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. 
2.        Perlakuan berbagai macam limbah sama-sama mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman 


 DAFTAR PUSTAKA
Hach, C. 2002. Water Analysis Handbook. Loveland, Colorado.

Kiat LJ. 2006. Preparation and characterization of carboxymethyl sago waste and its hydrogel [tesis]. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.

 Singhal RS, Kennedy JF, Gopalakrishnan SM, Kaczmarek Agnieszka, Knill CJ, dan Akmar PF. 2008. Industrial production, processing, and utilization of sago palm-derived products. Carbohydr Polym 72: 1-20.

Widjajanti. E. 2009. Penanganan Limbah Laboratorium. Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY, Yogyakarta.

Zaimah, F and Erma P. 2012. Uji penggunaan kompos limbah sagu terhadap pertumbuhan          tanaman strawberry (Fragaria vesca L) di desa plajan kab. Jepara. Buletin Anatomi. 10(1):18-28.