Selasa, 26 April 2016

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN ACARA VII KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN


Description: Description: C:\Users\hapsaribka\Pictures\Logo+UGM++.jpg
Disusun Oleh:
                                              
                                              
                                              
                                              
                                              
                                                           
                                               Golongan/kelompok  :
                                               Asisten Praktikum      :


LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA VII
KUALITAS AIR UNTUK PERTANIAN


ABSTRAK
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 7 “Kualitas Air untuk Pertanian” dilaksanakan pada hari jumat, 18 Maret 2016. Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif. Praktikum ini menggukan alat ukur pH meter dan EC meter. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain: pH meter, EC meter, tabung nessler, gelas beker 500 ml dan 50 ml, pipet olumetric, dan reagen warna. Tiga sungai besar sebagai Jantung Kota yang diamati dalam praktikum ini diantaranya Sungai Gajahwong, Sungai Winongo dan Sungai Code. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil tiga bagian sungai yaitu dua tepi sungai dan bagian tengah sungai sehingga mendapatkan tiga sampel air. Setelah sampel diambil, dilakukan uji  di laboratorium. Seluruh sampel air dimasukan dalam gelas beker 500ml kemudian sampel air tersebut dimasukkan dalam gelas beker 50 ml untuk dilakukan uji sedimen, sisa sampel air digunakan untuk uji pH dan DHL dengan memasukkan air ke dalam 4 cepuk plastik (untuk 2 ulangan pengamatan) serta uji warna kekeruhan air. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air adalah suhu, kekeruhan, kecerahan salinitas, pH, bahan terlarut, nilai BOD dan COD. Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, kualitas air yang paling baik adalah sungai Code dan kualitas air yang paling buruk adalah Sungai Winongo.

Kata kunci : kualitas air;  DHL; kekeruhan; warna; pH


I.       PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting dan tidak bisa diganti perannya bagi makhluk hidup. Kualitas air merupakan penentu kelangsungan kehidupan makhluk hidup kedepannya, khususnya manusia. Pencemaran air memiliki pengertian bahwa adanya penyimpangan sifat–sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurnian air tersebut. Air yang tersebar di bumi ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni. Namun bukan berarti bahwa semua sudah tercemar.Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kubik tersedia di bumi.
Untuk menentukan kualitas air, pengamatan dilakukan berdasarkan berbagai parameter air baik fisika, kimia, dan biologinya. Dari segi parameter fisika yaitu suhu, tingkat kecerahan, tingkat kekeruhan dan tingkat kedalaman. Parameter kimia yaitu Ph, O2 terlarut dan CO2 bebas, sedangkan untuk parameter biologi yaitu plankton dan bentos.  Kini dengan adanya pencemaran-pencemaran air oleh pabrik maupun rumah tangga, kandungan zat-zat kimia di dalam air semakin meningkat dan pada akhirnya kualitas air tersebut menurun. Oleh karena itu, diperlukan analisa air untuk menentukan dan menghitung zat-zat kimia yang terkandung di dalam air sehingga dapat diketahui air tersebut membahayakan kesehatan, layak tidaknya dikonsumsi maupun sudah tercemar atau belum. Analisa air termasuk ke dalam kimia analisa kuantitatif karena menentukan kadar suatu zat dalam campuran zat-zat lain. Kualitas air secara umum menunjukkan mutu atau kondisi air yang dikaitkan dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu dengan demikian, kualitas air akan berbeda dari suatu kegiatan ke kegiatan lain, sebagai contoh: kualitas air untuk keperluan irigasi berbeda dengan kualitas air untuk keperluan air minum.
B.       Tujuan
Mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif.





















II.    TINJAUAN PUSTAKA
Pesatnya laju pembangunan di negara kita tak terelakkan telah menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup, terutama penurunan kualitas air. Satu-satunya upaya yang dapat dilakukan adalah meminimalkan pengaruh yang mungkin muncul, melalui telaah-telaah yang komperhensif terhadap pengaruh suatu kegiatan dengan beberapa parameter kualitas lingkungan. Penelaahan parameter kualitas air memerlukan suatu pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang pengertian (terminologi) parameter kualitas air, keterkaitan antar-parameter, hubungan kausatif antar-parameter, dan peran parameter-parameter tersebut dalam keseimbangan lingkungan perairan (Effendi, 2003). Air mungkin mempunyai kualitas yang buruk ketika sangat asam, kaya nutrisi dan bahan organik, tinggi padatan suspensi atau tercemar dengan bahan kimia industri atau pertanian. Namun, jika tanah memiliki ketersediaan input yang baik dari segi nutrisi dan bahan organik dapat menyebabkan air tanah berada dalam keadaan yang buruk. Maka, tanah dan air mempunyai masalah secara umum di tempat tambak, dan banyak metode yang digunakan untuk memperbaiki tanah pada tambak dan perbaikan air (Adhikari, 2003).
Pemakaian air untuk pertanian adalah terbanyak, dimana untuk Indonesia diperkirakan sekitar 76% dari pemakaian air total dalam tahun 1987 (Gleick, 1998 cit Arsyad dan Rustiadi, 2008) dan 64% dalam tahun 1990 menurut perkiraan Balai Penyelidikan Air. Mengingat besarnya pemakaian air di sektor pertanian, maka peningkatan efisiensi pemakaian akan sangat berarti bagi penyedia air untuk keperluan lain atau untuk meningkatkan produksi pertanian (Arsyad dan Rustiadi, 2008). Sumberdaya air dipandang sebagai barang bebas (free goods) sehingga diambil dan dimanfaatkan secara berlebihan, sehingga menimbulkan pengikisan sumberdaya (disseipasipastion resource), sumberdaya air tidak terdistribusi sesuai dengan tempat dan waktu yang dibutuhkan, dimana menimbulkan kekeringan dan banjir pada wilayah tertentu. keadaan ini tidak terjadi jika pengelolaan sumberdaya air menitikberatkan pada aspek ekonomi sumberdaya air, karena ketimpangan distribusi antara wilayah dan waktu dapat diatasi dengan pertukaran dan transfer hak atas sumberdaya air antara pengguna yang memiliki volume yang berlebihan tetapi nilainya rendah dengan pengguna yang memiliki volume yang rendah tetapi nilainya tinggi (Arsyad dan Rustiadi, 2008).
Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang potensial, karena air tanah dimanfaatkan sebagai sumber pemasok kebutuhan air, khususnya sebagai air minum di suatu daerah (Widyaningsih et al., 2012). Potensi air tanah dan kualitasnya di suatu wilayah dikaitkan dengan penggunaan air tanah dapat diketahui melalui penelitian penyebaran sistem akuifer dan sifat-sifat kimia airtanah. Namun secara alami, tidak semua batuan dapat bertindak sebagai akuifer karena sangat tergantung pada pori-pori batuan dan permeabilitasnya (Kodoatie, 1996 cit Haumahu, 2011). Kontaminasi dari terestrial dan lingkungan air dari aplikasi langsung dan tidak terarah oleh adanya proses pelindian, runoff, dan kejadian deposisi kering dan basah. Polusi yang ekstrim memungkinkan hasil dari adanya proses jatuh, pembuangan dari tempat residu, atau alat operasi pembersihan (Caux et al., 1998).  Air tanah mengandung unsur-unsur dalam jumlah tertentu yang berasal dari proses berlangsungnya siklus hidrologi dari pembentukan uap air di atmosfer hingga selama pengalirannya di dalam tanah (Heraclitus & Biswas, 1970 cit Appelo & Postma, 1993 cit Haumahu, 2011).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas yaitu: Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk baku air minum, dan peruntukan yang lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yangmempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi persawahan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; dan kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Rahadi dan Novia, 2012).
Strategi pengendalian pencemaran air merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran air serta pemulihan kualitas air sesuai kondisi alaminya sehingga kualitas air sungai terjaga sesuai dengan peruntukkannya. Strategi pengendalian pencemaran air memerlukan serangkaian kriteria dan alternatif untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya yang ada. Strategi pengendalian pencemaran air dirumuskan berdasarkan wawancara mendalam dengan keyperson serta berdasarkan hasil AHP (Analytic Hierarchy Process) . Kriteria dan alternatif untuk mencapai tujuan strategi pengendalian pencemaran air disusun berdasarkan hasil surve lapangan serta diskusi terhadap keyperson yang berkompeten dalam pengendalian pencemaran air (Agustiningsih et al., 2012).
Aspek sosial kelembagaan menjadi aspek prioritas dalam pengendalian pencemaran air dikarenakan pemanfaatan sumber daya alam dan kualitas lingkungan berkaitan dengan pola perilaku masyarakat di sekitarnya. Begitu pula dengan kondisi dan kualitas air sungai Blukar, dipengaruhi oleh masukkan buangan air limbah yang berasal dari daerah tangkapan airnya yang dipengaruhi oleh aktivitas perencanaan menjadi aspek prioritas kedua. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam strategi pengendalian pencemaran air diperlukan suatu instrumen kebijakan yang dijadikan pedoman dalam pengendalian pencemaran termasuk pembagian peran antar instansi terkait. Aspek ekologi menjadi prioritas ketiga, bahwa dalam melakukan upaya pencegahan pencemaran air dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas lingkungan sekitar sumber air (Agustiningsih et al., 2012).















III.   METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 7 “Kualitas Air untuk Pertanian” dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Maret 2016 di Laboratorium Agrohidrologi, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tujuan dari praktikum acara 7 ini adalah untuk mengetahui cara menghitung kualitas air secara kuantitatif. Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain: pH meter, EC meter, tabung nessler, gelas beker 500 ml dan 50 ml, pipet olumetric, dan reagen warna.
Sebelum melakukan praktikum acara 7, setiap kelompok mengambil sampel air di sungai Gajahwong. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil tiga bagian sungai yaitu dua tepi sungai dan bagian tengah sungai sehingga mendapatkan tiga sampel air. Setelah sampel diambil, dilakukan uji  di laboratorium. Seluruh sampel air dimasukan dalam gelas beker 500ml kemudian sampel air tersebut dimasukkan dalam gelas beker 50 ml untuk dilakukan uji sedimen, sisa sampel air digunakan untuk uji pH dan DHL dengan memasukkan air ke dalam 4 cepuk plastik (untuk 2 ulangan pengamatan) serta uji warna kekeruhan air.
Uji sedimentasi dilakukan dengan memasukkan air dari gelas beker 50 ml ke dalam cawan kosong. Kemudian cawan tersebut di oven untuk mengetahui berat cawan setelah dioven. setelah itu, cawan dicuci kemudian ditimbang untuk mengetahui berat cawan kosong. Selisih antara berat cawan setelah dioven dan cawan kosong adalah berat sedimen atau endapan pada air sungai tersebut. Uji pH dan DHL dilakukan dengan menggunakan alat pH meter dan EC meter. Langkah ini dilakukan dengan memasukkan ujung sensor kedua alat ke dalam air sampai muncul angka stabil pada layar kedua alat tersebut. Untuk menguji air pada cepuk yang berbeda ujung sensor alat perlu diberi aquades terlebih dahulu. Uji warna kekeruhan air dilakukan dengan mengamati langsung dan mengurut tingkat kekeruhan dari seluruh 5 jenis pengambilan sampel air sungai yang berbeda. Seluruh parameter uji kemudian ditulis pada tabel hasil pengamatan kemudian dibahas pada bagian pembahasan.




  1. HASIL PENGAMATAN
Lokasi Sampel
Warna
pH
DHL (mS/cm)
Bahan Terlarut (gram)
Code
+++++
7,91
324
88
Winongo I
++++
7,65
302
256
Gadjah Wong I
+++
7,72
276
188
Gadjah Wong II
++
7,85
255
228
Winongo II
++
7,85
330,5
246
Tabel 1. Warna, pH, Daya Hantar Listrik, dan Bahan Terlarut Sampel Sungai
Keterangan: semakin banyak tanda plus (+) warnanya semakin gelap




















V.   PEMBAHASAN
Yogyakarta mempunyai tiga sungai besar sebagai Jantung Kota diantaranya Sungai Gajahwong, Sungai Winongo dan Sungai Code. Sungai Gajahwong adalah sebagian kecil dari beberapa sungai yang terdapat di Yogyakarta. Sungai Gajahwong merupakan salah satu sub DAS dari DAS Opak (Dinas SDA Kabupaten Bantul, 2013). Sungai Gajahwong merupakan Sub DAS Opak, yang meliputi wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Sungai Gajahwong ini memiliki luas sekitar 46.082 km2. Sungai Gajahwong terletak di Kabupaten Sleman di bagian hulu terdiri dari Kecamatan Pakem, Ngemplak, Ngaglik, dan Depok (BLH, 2015). Untuk bagian tengah masuk ke dalam wilayah Kota Yogyakarta yang terdiri dari Kecamatan Umbulharjo, Kotagede, dan Gondokusuman; sedangkan daerah hilir termasuk termasuk wilayah Kabupaten Bantul yang terdir dari Kecamatan Pleret dan Banguntapan. Batas dari Daerah Aliran Sungai sebelah utara dibatasi oleh Gunung Merapi, sebelah Barat dibatasi oleh sub DAS Code, Sebelah timur dibatasi Sub DAS Mruwe dan Tambak Bayan, sebelah selatan masuk ke dalam system DAS Opak. Sungai Gajahwong merupakan daerah aliran sungai yang terletak pada zona tengah Jawa Tengah, yaitu terletak pada lereng selatan Gunung Merapi. Sehingga material yang terdapat pada sungai Gajahwong mempunyai permeabilitas yang bersar, karena tersusun oleh endapan Vulkanik Merapi Muda. Dasar dari sungai Gajahwong kebanyakan berbatu dan berkrakal besar kecil, kondisi gradient aliran airnya yang telatif miring menyebabkan terjadinya genangan-genangan air diatas bendungan.
Kualitas air yang ada di Sungai Gajahwong dipengaruhi oleh limbah yang berada di daerah sungai tersebut. Manfaat sungai Gajahwong ini meliputi penggunaan kebun, rumput, permukiman, sawah, dan telaga. Daerah bagian hulu sungai banyak didominasi oleh pengunaan lahan sawah dan pekarangan, perkebunan dan telaga. Untuk daerah bagian tengah merupakan permukiman kota dan perkarangan dengan aktivitas pasat termasuk industri, sedangkan daerah hilir sungai sebagaian besar berupa sawah, permukiman dan perkarangan. Pencemaran sungai Gajahwong bagian hulu adalah rumah tangga, pertanian dan jasa. Sumber pencemaran sungai Gajahwong bagian tengah adalah dari kegiatan pertanian dan pemukiman; sedangkan dibagian hilir adalah pemukiman, jasa dan industri. Perilaku petani yang berpengaruh terhadap kualitas air Gajahwong adalah cara pemupukan dan pengendalian hama.
Parameter kualitas air di Sungai Gadjah Wong menurut  Pergub DIY No. 20 Tahun 2008 yaitu meningkatnya kualitas air Sungai Gadjah Wongo ditandai dengan menurunnya kadar BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), dan meningkatnya Coliform Total, deterjen dan minyak/lemak. Parameter kualitas air yang konsentrasinya meningkat adalah TSS, sulfida total, nitrat, fenol dan pestisida yang menyebabkan kualitas air Sungai Gajahwong menurun. Sungai Gajahwong juga mengalami pencemaran oleh krom, TSS (Total suspended solid), BOD, sulfida total, nitrat, fenol, minyak/lemak dan pestisida (aldrin/dieldrin), karena konsentrasinya melebihi ambang batas baku mutu kualitas air kelas II.
Daerah pertanian yang dilewati oleh Sungai Gajahwong adalah Kecamatan Umbulharjo, Kotagede, Gondokusuman, dan Bantul. Kecamatan Umbulharjo merupakan salah satu wilayah Kota Yogyakarta yang sebagian besar wilayahnya dilalui sungai Gajahwong, wilayahnya yaitu Kelurahan Muja-Muju, Kelurahan Warungboto, Kelurahan Pandeyan, dan Kelurahan Giwangan. Ditinjau lebih jauh, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air. Faktor-faktor tersebut dibagi menurut 4 persyaratan yaitu fisika, kimia, dan mikrobiologis serta radioaktif.
Berdasarkan Tabel 1, warna yang paling keruh adalah Sungai code sedangkan warna paling jernih adalah Sungai Gadjah Wong II dan Sungai Winongo II. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah bahan terlarut yang terdapat dalam air sungai yang mengalir. Bahan yang terlarut dalam air dapat berupa bahan organik maupun bahan non organik. Nilai bahan terlarut dapat ditunjukkan pada Tabel 1 yang membuktikan bahwa nilai bahan terlarut dengan satuan gram yang memiliki nilai tertinggi adalah Sungai Winongo I dengan nilai 256 g/L. Pada kolom pH tidak menunjukkan keadaan yang ekstrim, dari lima sungai yang diamati tidak menunjukkan pH yang masam maupun basa. pH yang ditunjukkan dari semua sungai adalah mendekati netral yang memiliki range pH 7 sampai 8 sehingga dapat dikatakan mendekati netral. Sampah yang ada di aliran sungai tidak terlalu mempengaruhi kualitas air sehingga pH yang dimiliki dari setiap sungai masih mendekati pH netral. Air yang mendekati netral masih dapat digunakan untuk pengairan pembudidayaan tanpa perlakuan khusus yang mengharuskan air yang mengalir adalah air yang aman terhadap tanaman dan terbebas dari bahan meracun. Pada kolom Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukkan Sungai Winongo II memiliki nilai DHL tertinggi dengan nilai 330,5 mS/cm dan yang terendah adalah Sungai Gadjah Wong II dengan nilai DHL 276 mS/cm. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air, antara lain:
1.        Suhu
Suhu air mempunyai pengaruh yang nyata terhadap proses pertukaran atau metabolisme makhluk hidup. Selain mempengaruhi proses pertukaran zat, suhu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen yang terlarut dalam air, juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Dalam berbagai hal suhu berfungsi sebagai syarat rangsangan alam yang menentukan beberapa proses seperti migrasi, bertelur, metabolisme, dan lain sebagainya. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya. Selain itu, peningkatan suhu juga meningkatkan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen (Effendi, 2003).
2.        Kekeruhan
Kekeruhan dan warna dapat terjadi karena adanya zat-zat koloid berupa zat-zat yang terapung serta terurai secara halus sekali, kehadiran zat organik, lumpur atau karena tingginya kandungan logam besi dan mangan. Kehadiran amonia dalam air bisa berasal karena adanya rembesan dari lingkungan yang kotor, dari saluran air pembuangan domestik. Amonia terbentuk karena adanya pembusukan zat organik secara bakterial atau karena adanya pencemaran pertanian. Kandungan besi dan mangannya tinggi (>0,3 mg/l untuk besi dan >0,1 mg/l untuk mangan) disebabkan batuan penyusun akuifer yang banyak mengandung logam besi dan mangan. Pada umumnya senyawa besi dan mangan sangat umum terdapat dalam tanah dan mudah larutdalam air terutama bila air bersifat asam. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).


3.        Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi, 2003).
Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air sungai menjadi rendah, sehingga dapat  menurunkan nilai produktivitas perairan. Parameter kecerahan dapat untuk mengetahui sampai dimana proses asimilasi dapat berlangsung di dalam air. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan. Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Total Suspended Solid (TSS) suatu contoh air adalah jumlah bobot bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, dengan satuan mg per liter.
4.        Warna
Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua, yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang terlarut. Sedangkan warna tampak disebabkan oleh bahan kimia dan bahan tersuspensi (Effendi, 2003).
Warna air mempunyai hubungan dengan kualitas perairan. Warna perairan dipengaruhi oleh adanya padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Nilai warna perairan ada kaitannya dengan masuknya limbah organik dan limbah anorganik yang berasal dari KJA (keramba jaring apung) dan pemukiman penduduk yang berada disekitar wilayah perairan (Effendi, 2003)
5.        Salinitas
Salinitas adalah larutan garam yang pada kadar tertentu akan mempengaruhi kualitas air. Parameter yang terpenting adalah konsentrasi kadar garam dan total larutan benda padat atau Total Dissolved Solids (TDS). Definisi dari salinitas dan hubungannya dengan TDS adalah berat total semua larutan substansi setiap unit berat air dengan semua karbon teroksidasi, semua bromida dan iodium diganti oleh khlorine serta bahan organik teroksidasi pada 480 C. Efek salinitas berpengaruh terhadap manusia karena kadar garam di dalam air melebihi dari yang diijinkan maka pengaruh salinitas terhadap manusia adalah penurunan kualitas dan potabilitas air yang berdampak pada kesehatan dan aktifitas manusia (Kodoatie, 1996).
Pada perairan laut dan limbah industri, salinitas perlu diukur. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromina dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik yang telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (0/00). Terminologi yang mirip dengan salinitas adalah klorinitas, yang hanya mencakup klorida, bromida, dan iodida, dan memiliki nilai yang lebih kecil daripada salinitas (Effendi, 2003).
6.        pH ( Derajat Keasaman)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan Derajad keasaman menunjukkan suasana air tersebut apakah masih asam ataukah basa. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amoniak yang dapat terisolasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium bersifat tidak toksik(innocuous). Namun, pada suasana pH tinggi lebih banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi (unioized) dan bersifat toksik. Amonia tak terionisasi ini lebih mudah terserap ke dalam tubuh organisme akuatik dibandingkan dengan amonium (Effendi, 2003).

7.        Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan, oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa- senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air terjadi secara langsung pada kondisi stagnant (diam) atau karena agitasi (pergolakan massa air) akibat adanya gelombang atau angin. Kandungan oksigen terlarut menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air. Kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup. Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu dan bervariasi antar-organisme. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik sehingga saat kadar oksigen terlarut rendah dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi lebih menderita (Effendi, 2003).
8.        BOD
Secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Pada proses dekomposisi bahan organik, mikroba memanfaatkan bahan organik sebagai bahan makanan dari suatu rangkaian reaksi biokimia yang kompleks. Reaksi-reaksi tersebut dapat berupa katabolisme maupun reaksi anabolisme. Pada reaksi katabolisme, makanan (bahan organik) dipecah atau diuraikan untuk menghasilkan energi. Pada reaksi anabolisme, energi pada makhluk hidup melibatkan senyawa Adenosine Triphosphate (ATP) (sebagai tempat penimpanan energi) dan senyawa Adenosine Diphosphate (ADP). Pemecahan senyawa ATP dan ADP disertai dengan pelepasan energi. Energi yang tersimpan dalam bahan anorganik digunakan untuk membentuk kembali ATP dari ADP.
9.        COD
Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dibantu dengan oksidator kuat (kalium dikromat/ K2Cr2o7) dalam suasana asam. Dengan menggunakan dikromat sebagai oksidator diperkirakan 95%-100% bahan organik dapat dioksidasi (Effendi, 2003).
Ada banyak manfaat dari mengetahui kualitas air. Pada bidang pertanian, kualitas air akan menentukan ketahanan tanaman dalam suatu kondisi cekaman pada air. Kualitas air yang buruk dapat menjadikan tanaman terhambat dalam fase pertumbuhan karena mengalami toksisitas dari kandungan mineral atau ion yang terlarut dalam air. Hal ini juga akan menentukan tanaman mana yang baik untuk kondisi air tertentu, atau apa yang dapat dilakukan agar air dapat menjadi sesuai bagi pertumbuhan tanaman. Kualitas air pada suatu kondisi tertentu juga dapat menentukan biaya untuk membeli bahan-bahan tambahan bagi air tersebut agar sesuai dengan tanaman yang dibudidayakan. Kualitas air juga dapat menentukan produktivitas tanaman. Di bidang non pertanian, kualitas air dapat menjadi indikator penggunaan air. Misalnya baik atau buruk untuk pemandian air, kolam perikanan, air minum, atau habitat organisme akuatik.















VI.  KESIMPULAN
1.        Pengukuran kualitas air secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengukur warna, kekeruhan, DHL, dan bahan terlarut.
2.        Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air adalah suhu, kekeruhan, kecerahan salinitas, pH, bahan terlarut, nilai BOD dan COD.
3.        Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum ini, kualitas air yang paling baik untuk irigasi pertanian adalah sungai Code dengan warna air jernih dan bahan terlarut sedikit  serta kualitas air yang paling buruk adalah Sungai Winongo dengan warna air keruh  dan bahan terlarut banayak.

























DAFTAR PUSTAKA
Adhikari, S. 2003. Fertilization, soil and water quality management in small-scale ponds. Soil and Water Quality Management 8 (1): 11-13.

Agustiningsih, D., S. B. Sasongko, dan Sudarmo. 2012. Analisis kualitas air dan strategi pengendalian pencemaran air sungai Blukar Kabupaten Kendal. Jurnal Presipitasi 9 (2): 64-71.

Arsyad, S. dan E. Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan. Yayasan Obor Indoensia. Jakarta.

Badan Lingkungan Hidup. 2015. Kualitas Air Sungai Daerah Istimewa Yogyakarta. <http://blh.jogjaprov.go.id/kualitas-air/>. Diakses pada tanggal 23 Maret 2016.

Caux, P.Y., R. A. Kent, G. T. Fan and C. Grande. 1998. Canadian water quality guidelines for linuron. Linuron Water Quality Guidelines 351 (1): 1-41.

Dinas SDA Bantul. 2013. Data Umum Daerah Aliran Sungai. <https://bantulkab.go.id/datapokok/.> Diakses pada tanggal 23 Maret 2016.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Haumahu, J. P. 2011. Kualitas kimia air tanah di Kota Piru Kabupaten Seram Bagian Barat. Jurnal Budidaya Pertanian 7 (2): 72-78.

Kodoatie, R.K.1996. Penghantar Hidrogeologi. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Rahadi, B. dan Novia, L. 2012. Penentuan kualitas air tanah dangkal dan arahan pengelolaan (studi kasus Kabupaten Sumenep). Jurnal Teknologi Pertanian, 13 (2): 97-104.

Widyaningsih, R., C. H. Muryani, dan D. Endarto. 2012. Kajian kualitas air tanah dangkal di area industri tepung aren Desa Daleman Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten. Jurnal FKIP UNS, 1 (1): 1-10,







1 komentar:

  1. Permisi, izin salin sebagian tulisannya untuk tugas kuliah ya. Terimakasih banyak.

    BalasHapus