Selasa, 12 April 2016


ACARA IX
KADAR KAPUR SETARA TANAH

ABSTRAKSI
Praktikum Dasar-dasar ilmu tanah acara IX yang berjudul”kadar kapus setara tanah” dilakukan pada hari selasa tanggal 26 maret 2013 pukul 13.30 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas gadjah mada, Yogyakarta. Kadar kapur berhubungan erat dengan sifat kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation dalam tanah. Kedua sifat ini berpengaruh pada kesediaan unsur hara yang diperlukan tanaman dan tingkat kesuburan tanah. Penentuan kadar kapus setara tanah dalam percobaan ini menggunakan sampel tanah entisol,alfisol, ultisol, rendzina, dan vertisol, serta mengunakan khemikalia larutan HCl, NaOH, dan Indikator phenolfthalein (PP). Sedangkan alat yang digunakan yaitu timbangan elektronik, pipet volume 5ml dan 50 ml, buret dan statif, labu ukur 50ml, erlenmeyer 50 ml, calsimeter dan pemanas. Penentuan kadar kapus setara tanah dilakukan dengan metode gravimetri yaitu penetapan kadar kapur setara tanah dengan menggunakan alat calsimeter dengan menghitung co2 yang dilepaskan setelah penabahan hcl pada tanah, metode lain yang digunakan adalah metode titrasi untuk mengetahui kadar ekuivalen caco3 tanah. Dari hasil percobaan dengan metode calsimeterdiketahui tanah 



I.     PENGANTAR
Kalsium di dalam tanah diimbangi pasangan anionnya. Kemampuan tukar kalsium identik dengan kapasitas tukar kation. Kation dalam bentuk terlarut merupakan bbentuk yang bisa diserap oleh akar. Kalsium karbonat adalah mineral yang memiliki solubilitas tinggi dan funsginya untuk menaikan PH tanah masam. Bentuk mineral ini banyak terdapat pada tanah dengan PH 7 dan tersusun atas kalsium karbonat bebas. Banyak atau sedikitnya kalsium karbonat didalam tanah dipengaruhi oleh kandungan CO2 dalam tanah.
Batu kapur merupakan hasil pengendapan dari air senyawa karbonat yang mengandung kation basa. Kation-kation basa yang banyak merangsang pembentukan dan pengendapan batu kapur ini adalah kalsium dan magnesium. Paduan khusus senyawa kalsium karbonat ( CaCO3 ) ( CaCO ) dengan magnesium karbonat ( MgCO3 ) disebut dolomit ( CaMg( CO3)2) jika kandungan magnesiumnya > 21%, dan jika kandungan magnesiumnya ≥ 5% sampai < 21% disebut batu kapur dolomitik. Batu kapur ini merupakan sumber penting bahan untuk pengapuran tanah asam dan kahat anasir Ca dan Mg ( Poerwowidodo, 1992 ).
            K
apur pertanian adalah bahan alamiah yang kandungan senyawa kalsium ( Ca ) dan atau magnesium ( Mg ) mampu menetralkan pengaruh buruk alumunium dan pengaruh kurang menguntungan dari kemasamam tanah. Sebagian besar bahan kapur pertanian adalah batu kapur yang depositnya hampir tersebar diseluruh Indonesia. Kapur pertanian dapat berupa kapur tohor, kapur tembok, kapur karbonat ( Kalsit, Dolomit ), kulit kerang dan terak baja. Kapur karbonat adalah batu kapur atau karang kapur yang langsung digiling tanpa melalui proses pembakaran. Bahan inilah yang kini digunakan sebagai kapur pertanian dan dipakai untuk tujuan pengapuran lahan bereaksi masam (Sarief, 1986).
            Tinggi rendahnya kadar kapur dalam tanah berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah.Tanah berkapur dengan sifat basa yang tinggi sangat berkebalikan dengan tanah yang kaya akan bahan organik. Bahan organik memiliki sifat asam yang sangat tinggi sehingga kurang baik untuk pertumbuhan tanaman. Kalau kedu hal ini dipadukan maka hasilnya akan saling melengkapi kekurngan kedua jenis tanah tersebut. Tanah akan menjadi kaya bahan mineral dan ber pH netral yang baik untuk pertanaman (Ayatullah, 2009).
            Keasaman tanah yang menyebabkan produksi tanaman yang rendah, yang sering dikaitkan dengan perkembangan akar dangkal dan ekstraksi air tanah terbatas.  Pada bagian ini kapur slotting dari tanah asam ditunjukkan untuk memperbaiki tanah fisik dan karakteristik kimia untuk pertumbuhan akar. Kapur slotting yang melibatkan melonggarkan hanya 25% dari luas permukaan tanah dan penambahan hanya seperenam dari jumlah kapur yang diperlukan untuk perbaikan tanah yang lengkap (Jayawardane et al, 1995).
            Penanggulangan keasaman tanah dengan cara pengapuran . Tujuan utama pengapuran adalah menaikkan pH hingga tingkat yang dikehendaki dan mengurangi atau meniadakan keracunan Al. Disamping itu juga meniadakan keracunan Fe dan Mn serta hara Ca. Pengaruh utama kapur terhadap tanah adalah menaikkan pH, mengurangi kandungan dan kejenuhan Al serta meningkatkan serapan hara  dan produksi tanaman pangan pada umumnya (padi, kedelai, jagung, kacangan lainnya, tomat, cabai). Pengaruh kapur dapat dinikmati selama beberapa kali panen (4-5 kali) (Komprat, 1970).
Pemberian kapur silikat berpengaruh sangat nyata terhadap Ca. Pemberian kapur akan meningkatkan ketersediaan Ca tanah. Hal ini berpengaruh positif terhadap tinggi tanaman, jumlah ruas batang, jumlah ruas daun, dan diameter batang. Penambahan kalsium sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan akar sedang pemberian kapur silikat mampu memberikan pH yang relatif sesuai untuk pertumbuhan optimum tanaman. Ketersediaan unsur hara umumnya kan menigkat dengan kenaikan reaksi tanah akibat pengapuran (Rivale, 1993).
Secara umum kandungan kapur dalam tanah dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah sertakegiatan jasad reniktanah. Bila ditinjau dari sudut kimia, maka tujuan pengapuran adalah untuk menetralkan kemasaman tanah dan untuk meningkatkan atau menurunkan ketersediaan unsure-unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Dalam melakukan pengapuran untuk menetralkan kemasaman tanah perlu dipertimbangkan  tentang macam sumber kemasaman bagi tanah dan sumber mana yang harus dinetralkan Perlu diketahui bahwa tanah yang memiliki kandungan kapur yang tinggi, belum tentu tanah tersebut juga memiliki tingkat kesuburan yang tinggi bisa terjadi suatu kapur itu menjadi racun karena kapur akan menyerap unsur hara dari dalam tanah, dimana unsur hara tersebut dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya (Malherbe, 1965).
II.  METODOLOGI
   Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Acara IX tentangpenetapan kapur tanahdilakukan pada hari selasa, tanggal  Maret 2013 pukul 13.30 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan dari praktikum ini adalah menetapkan kapur dalam tanah dengan menggunakan metode calcimeter dan metode titrasi (cottenie). Bahan yang digunakan adalah contoh tanah kering udara ukuran Φ0,5 mm danΦ 2 mm, larutan HCl 2N, H2SO4 0,5N, NaOH 0,5N dan Indikator phenolpthalein (pp) sedangkan untuk alat yang digunakan yaitu timbangan analitik atau elektronik, pipet volume 5 ml dan 50 ml, labu uku 50 ml, erlenmeyer 50 ml, buret, statif, pemanas dan calsimeter.
Pada metode calsimetri adalah salah satu metode analisis gravimetri yaitu dengan membandingkan berat sebelum dan sesudah dipanaskan. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Pada dasarnya pemisahan zat dengan gravimetri dilakukan dengan cara sebagai berikut. Mula-mula cuplikan dilarutkan dalam pelarutnya yang sesuai lalu ditambahkan zat pengendap yang sesuai. Endapan yang terbentuk disaring, dicuci, dikeringkan atau dipijarkan dan setelah itu ditimbang. Kemudian jumlah zat yang ditentukan dihitung dari faktor stoikiometrinya. Hasilnya disajikan sebagai persentase bobot zat dalam cuplikan semua (Rivai,1994). Metode kedua adalah metode titrasi metode ini memiliki prinsip yang mirip dengan metode kolorimetri. Prinsipnya terjadi perubahan warna ketika titik setimbang telah tercapai

III.    HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 9.1. Kadar kapur tanah
Tanah
Kadar Kapur
Metode Calcimetri
Metode Titrasi
Entisol
3,3385%
0,247%
Alfisol
11,3%
0,54%
Ultisol
3,875%
0,269%
Rendzina
1,0915%
1,769%
Vertisol
2,0837%
4,51%

Contoh perhitungan kadar kapur tanah Ultisol:
1.    Metode Calcimetri
CaCO3 = (c-d) (100+KL) x 100%
       44 (b-a)
CaCO3= (154,910-154,833)(100+10,825) x 100%
       44 (127,506-122,501)
= (0,077) (110,825) x 100%
       220,22
= 8,533525 x 100%
       220,22
= 3,875%
2.    Metode Titrasi
CaCO3 = (Va-Vb) . N NaOH . 5  x V1  x (100+KL)%
                                   a . 100       V2
CaCO3 = (3,7-3,6) . 0,49 . 5  x 50 x(100+9,72)%
                                   5 . 100      10
= 0,00049 x 5 x 109,2%
= 0,269%
Kapur tanah mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan unsur kalsium atau magnesium pada suatu tanah. Hal ini dikarenakan kedua unsur tersebut sering ditemukan berasosiasi dengan karbonat.Terdapat bermacam-macam bentuk kapur di dalam tanah antara lain Kalsium Oksida (CaO), Kalsium Karbonat (CaCO3), Kalsium Sulfat (CaSO4), dan dolomit ((CaMg(CO3)2).
Keberadaan unsur tanah sangat dipengaruhi oleh batuan induk yang ada di suatu lokasi. Jika batuan induk kaya akan batuan kapur maka tanah akan kaya kapur sedangkan tanah yang berkembang dari bahan induk yang bersifat basis seperti bahan induk kapur akan menghasilkan tanah berwarna gelap dan bersifat basis. Faktor lain yang mempengaruhi kapur tanah selain batuan induk adalah iklim yang mempengaruhi tingkat pelapukan batuan induk.
Pada praktikum kadar kapur setara tanah ini menggunakan dua metode untuk menetapkan kapur tanah, yaitu metode calcimetri dan metode titrasi. Metode calcimetri menggunakan khemikalia larutan HCL 2N. HCL akan mengurai kapur tanah dan akan bereaksi membentuk CaCl2, H2O dan CO2. Reaksinya adalah sebagai berikut:
CaCO3+ 2HCL        CaCl2+H2O+CO2
Sedangkan metode titrasi menggunakan khemikalia H2SO4 0,5N , NaOH 0,5 N dan indikator pp. H2SO4 akan bereaksi dengan CaSO3 membentuk CaSO4, CO2 dan H2O.NaOH berfungsi sebagai pereaksi sedangkan indikator pp digunakan sebagai indikator warna. Reaksinya adalah sebagai berikut:
CaCO3+H2SO4         CaSO4+H2O+CO2
Kelebihan dari metode calcimetri adalah lebih mudah dan praktis untuk digunakan karena hanya menggunakan satu jenis khemikalia, sedangkan kekurangannya adalah hasil yang didapat kurang akurat. Kelebihan dari metode titrasi adalah hasil yang didapat cukup akurat, namun pelaksanaannya kurang praktis dan menggunakan banyak khemikalia.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui urutan kadar kapur dalam tanah dengan menggunakan metode calsimeter dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu Alfisol, Ultisol, Entisol, Vertisol dan Rendzina. Tanah Alfisol memiliki kadar kapur yang paling tinggi berdasarkan hasil praktikum ketika menggunakan metode calsimeter yaitu 11,3 % namun seharusnya tanah jenis Alfisol kadar kapurnya berada pada interval 4,0-8,8 %. Tanah Alfisol merupakan tanah yang terbentuk dari bahan induk yang kaya akan kapur dan besi sehingga memiliki kandungan kapur tinggi. Dalam pembentukan tanah, air hujan yang besar menyebabkan besi mempunyai daya menyusup sehingga bersentuhan dengan Ca yang mengendap. Batuan kapur adalah batuan yang tahan terhadap pelapukan dan proses pembentukan tanah sehingga membuktikan bahwa kandungan kapur dalam tanah Alfisol tinggi. Pembentukan tanah yang lama juga disebabkan oleh pelarutan dan tanah Alfisol sulit larut dalam air. Tanah Alfisol mempunyai struktur gumpal, tekstur lempung-lempung debu dan kurang subur (Valzano et al., 2001).
Kadar kapur tanah Ultisol dari hasil praktikum menggunakan metode calsimeter yaitu 3,875 % sementara dari hasil penelitian Mulyanto dkk ( 2011), tanah jenis Ultisol ini memiliki kadar kapur 0,43%-0,89%. Ultisol dapat berkembang dari berbagai bahan induk dari yang bersifat masam hingga basa. Namun sebagian besar bahan induk tanah ini adalah batuan sedimen masam. Tanah Ultisol sering mengalami proses pelapukan yang besar dan terjadi pencucian paling akhir. Ultisol memiliki horizon argilik dengan kejenuhan basa rendah dan dapat lebih rendah 35% pada horizon tanah yang lebih rendah. Bila ditinjau dari segi lingkungan maka Ultisol banyak dijumpai pada daerah dengan curah hujan yang diperkirakan lebih besar daripada evapotranspirasi yang menyebabkan tanah mengalami pelindian berat. Pelindian ini meningkatkan kemasaman tanah. Tanah yang memilik kandungan kapur rendah maka tanah semakin masam( Mulyono dkk, 2011).
Berdasarkan praktikum dengan menggunakan metode calsimeter  tanah Entisol memiliki kadar kapur 3,3385 % sedangkan dari hasil penelitian Ozaytekin and Karaplan (2012), tanah Entisol memiliki kadar kapur 1, 48 % - 2, 32 %. Tanah Entisol merupakan tanah dengan bahan induk dari  pengendapan material baru atau di daerah-daerah dengan laju erosi atau pengendapan yang lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tanah, contohnya di daerah endapan sungai.
            Tanah Vertisol memiliki kandungan kapur 2,0837 % dari hasil praktikum menggunakan metode calsimeter namun tanah jenis ini memiliki kandungan kapur 0,92 % - 44,52 % berdasarkan penelitian.  Nilai pH yang tinggi pada tanah Vertisol berhubungan dengan persentasi kalsium dan magnesium. Nilai pH pada lapisan atas tanah vertisol biasanya pada batas 6 - 7,5. Pada umumnya peningkatan pH berhubungan dengan peningkatan CaCO3 dan garam-garam lain. Pada kondisi pH yang tinggi maka seharusnya digunakan pupuk yang bersifat asam sehingga kondisi tanah berada pada keadaan optimum. Selain itu terbatas pada tanah yang bertekstur halus atau terdiri atas bahan-bahan yang mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tuff, endapan alluvial dan abu vulkanik. Kadar kapur yang tinggi mempengaruhi kejenuhan basa dan KPK tanah tinggi karena banyak menyumbang kation-kation Ca dan Mg ( Mulyanto dkk, 2011).
Tanah Rendzina berdasarkan hasil praktikum memiliki kandungan kapur yang paling sedikit dibandingkan dengan tanah Alfisol, Ultisol, Entisol dan Vertisol yaitu 1, 0915 % sedangkan dari penelitian tanah ini memiliki kadar kapur 7, 73 %. Tanah Rendzina merupakan tanah yang bahan induknya berasal dari gamping, berwarna hitam, permeabilitas lambat dan strukturnya menggumpal dan banyak mengandung konkresi kapur batuan dolomite (Nurcholis dkk, 2003). Jadi, apabila didasarkan pada penelitian orang lain urutan tanah yang mengandung kapur dari yang terbesar hingga yang terkecil dengan menggunakan metode calsimeter yaitu Alfisol, Vertisol, Rendzina, Entisol dan Ultisol.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan urutan kadar kapur tanah apabila menggunakan metode titrasi yaitu Vertisol ,Rendzina, Alfisol , Ultisol, Entisol. Tanah Vertisol memiliki kandungan kapur 4,51 % sedangkan menurut penelitian Kusnarta dkk (2011) tanah Vertisol memiliki kadar kapur 4,75%-13,08% dan rata-ratanya yaitu 8,36 %. Kandungan kapur (CaCO3) Vertisol di kawasan tersebut menunjukkan nilai yang berkisar antara 4,75% sampai 13,08%. Keberadaan kapur dalam tanah terkait dengan bahan induk. Vertisol berupa batu kapur (kalsit ataupun dolomit). Disamping itu, keberadaan kapur juga dapat dikaitkan dengan stabilitas struktur tanah melalui ion Ca2+ yang dapat bertindak sebagai jembatan kation  dalam proses agregasi. Tanah ini bersifat alkalis dengan kandungan hara yang tinggi. Vertisol juga mengandung lempung yang tinggi dan tidak ada bukti perpindahan lempung. Kapur terdapat pada bahan induk dimana jumlah kapur yang besar terdapat pada horizon tanah yang lebih atas, ini merupakan bukti bahwa Vertisol adalah tanah dengan sistem alami yang tetutup dengan proses pencucian yang relatif kecil. Sehingga dari hasil praktikum yang telah dilakukan, selisih antara kadar kapur hasil praktikum dengan kadar kapur minimum dari penelitian tidaklah jauh dan masih berada pada batas toleransi kadar kapur dalam tanah.
Tanah Rendzina memiliki kadar kapur yang lebih rendah dari tanah Vertisol berdasarkan hasil praktikum dengan menggunakan metode titrasi yaitu 1,769 %. Sedangkan menurut Eisazadeh et al(2010) tanah Rendzina memiliki kadar kapur hanya 0,96 %. Hal ini karena tanah Rendzina berasal dari bahan induk kapur dan mineral alkali. Rendzina bertekstur lempung, strukturnya menggumpal banyak mengandung konkresi kapur batuan, kapur napal, dan dolomite.
            Tanah Alfisol memiliki kadar kapur 0,54 % berdasarkan hasil praktikum dengan menggunakan metode titrasi. Namun menurut Anetor and Akinrinde (2006) tanah Alfisol memiliki kadar kapur 7,0%-7,2%. Tanah ini berbahan induk yang kaya akan kapur dan mengandung konkresi kapur dan besi. Dalam pembentukan tanah larutan-larutan besi terutama dari sumber-sumber bukan kapur dan sedikit berkapur atau dolomite menyusup ke dalam retakan-retakan dan lubang-lubang batu kapur dalam sehingga Fe bersentuhan dengan Ca yang mengendap.
            Tanah ultisol memiliki kadar kapur 0,269% dari hasil praktikum menggunakan metode titrasi sementara menurut penelitian Idiok (2012) jenis tanah ini memiliki kadar kapur sebesar 1,5%-3%. Kadar kapur tanah ultisol sangat rendah dikarenakan Ultisol terbentuk dari bahan induk batuan sedimen masam.
Tanah Entisol  berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan metode titrasi memiliki kadar kapur 0,247% sedangkan menurut penelitian Kumar and Babel (2011) tanah Entisol memiliki kadar CaCO3 minimum 3,9 % dan maksimum 12 %. Namun dari penelitian itu rata-rata kadar kapur tanah entisol yaitu 8,24 %. Tanah entisol merupakan golongan tanah yang belum mengalami diferensiasi profil membentuk horizon yang nyata. Sifat Entisol dipengaruhi langsung oleh sumber bahan induknya sehingga kesuburannya ditentukan sifat bahan induk asalnya termasuk kadar kapur yang terkandung dalam tanah. Tanah Entisol tidak berbahan induk kapur seperti karsit, doomit dan lain-lain sehingga kadar kapur dalam tanah tidak begitu tinggi. Biasanya tanah Entisol memiliki bahan induk abu vulkanik, batuan sediment atau pasir. Jadi, urutan kandungan kapur tanah dengan menggunakan metode titrasi yang benar  menurut penelitian yaitu Alfisol, Vertisol, Entisol, Ultisol dan Rendzina.
Ca dan Mg merupakan unsur hara mikro bagi tanah yang berarti dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Apabila jumlah Ca berlebih akan mengikat unsur hara P menjadi Ca-P yang sukar larut. Selain itu kapur juga dapat menyebabkan dampak toksik diantaranya tanah kekurangan Fe, Mn, Cu dan Zn, fosfat kurang tersedia, metabolisme terganggu, pengambilan dan penggunaan B akan terhalang dan perubahan H+ yang melonjak merugikan.
Manfaat kapur dalam bidang pertanian adalah sebagai penyuplai unsur hara Ca dan Mg, dapat menaikkan pH tanah dari masam menjadi netral karena akan mengikat Al dan H yang tersedia, membuat agregat tanah lebih stabil dan perombakan bahan organik menjadi lancar. Manfaat mempelajari kapur tanah dalam bidang pertanian adalah dapat ditentukan kesuburan tanah yang sangat berpengaruh terhadap pengelolan lahan, sehingga dapat mengoptimalkan potensi lahan untuk budidaya pertanian.
IV.             KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka akan dapat disimpulkan bahwa urutan kadar kapur tanah dengan menggunakan metode calcimetri dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu Alfisol (11,3%), Ultisol (3,875%), Entisol (3,3385%), Vertisol (2,0837%) dan Rendzina (1,0915%) sedangkan apabila menggunakan metode titrasi urutan kadar kapur dari yang terbesar hingga yang terkecil yaitu Vertisol (4,51%), Rendzina (1,769%), Alfisol (0,54%), Ultisol (0,269%) dan Entisol (0,247%).
VI. PENGHARGAAN
Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan laporan ini, antara lain kepada:
1.      Ir. Suci Handayani, M.P. selaku koordinator praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah
2.      Para asisten praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah yang telah memberikan bimbingan sehingga praktikum dan penyelesaian laporan sementara ini dapat berjalan dengan lancar
3.      Pihak-pihak yang telah membantu, baik dalam pelaksanaan praktikum maupun dalam pembuatan laporan ini
Kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari sempurna. Kami mohon maaf apabila dalam laporan ini terdapat kesalahan. Semoga laporan yang telah kami susun ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca.


Yogyakarta,  Maret 2013
Penyusun
DAFTAR PUSTAKA
Anetor, M. O. and E. A. Akinrinde. 2006.     Lime effectiveness of some    fertilizer in a tropical   acid alfisol.             Journal Central European of   Agriculture 8: 17-24.
Ayatullah, M. S. 2009. Kadar Kapur Tanah.. Diakses       tanggal 28       Maret 2013.
Eisazadeh, A., K.A. Kassim and H. Nur.       2010. Thermal characterization of      lime stabilized             soils. World Congress of Soil Science 326: 20-      23.
Idiok, A. U. A. 2012. Physicochemical          properties, degradation rate and         vulnerability potential             of             soils formed on coastal plain sands     in Southeast Nigeria. International     Journal of        Agriculture             Research 7: 358-366.
Jaywardane, N.S., Barrs H.D., W.A. Muirhead, J. Blackwell dan    G.Kirchof Muray.1995. Slotting        teknik kapur untuk memperbaiki       keasaman tanah yang di tanah liat      sebuah tanah: Efek      pada    pertumbuhan akar medis,air dan hasil      ekstraksi. Australian Journal of Soil   Research 3:443-459.
Komprat, E.J. 1970. Exchangeable     alumunium as creation for liming        leached mineral soils. Soilscience,             SOC. American Production. 252 –     254.
Kumar, M. and A. L. Babel. 2011.     Available micronutrient status and     their relationship with             soil             properties of Jhunjhuhunu Tehsil,       district Jhunjhhunu, Rajasthan,           Indian. Journal            of             Agriculture Science 3: 97-106.
Kusnarta, B. D. Kertonegoro,, B. H. Sunarminto dan D. Indradewa.          2011. Beberapa factor             yang             berpengaruh dominan terhadap          struktur vertisol tanah tadah hujan     Lombok.          Agroeksos 21: 120-     128.
Malherbe, Ide V. 1965. SoilFertility. Oxford UniversityPress. London.
Mulyanto, D., Subroto dan H. Lukito.           2011. Genesis pedon tanah yang        berkembang  di atas    batuan             karbonat Wonosari Gunungkidul.       Forum Geografi 25: 100-115.
Nurcholis, M., E. R. Sasmita dan S. B.          Subroto. 2003. Kualitas tanah di        topografi karst             Bedoyo             Gunungkidul dan hubungannya         dengan reklamasi lahan bekas             tambang. Prosiding Lokakarya             Nasional 3: 220-227.
Ozaytekin, H. H. and S. Karakaplan. 2013.   Soil formation on the Karadag           volcano at a semi         arid             environment from the Central             Anatolia. African Journal of   Agricultural Researh   7: 2283-            2296.
Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan       Tanah. Angkasa. Bandung.
Rivai, H. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia.      UI-Press. Padang.



































Rivale, A.P. 1993. Pengaruh pengapuran dan pupuk fosfat terhadap sifat kimia tanah dan             pertumbuhan panili. Buletin Ilmiah Instiper: 1-13.
Sarief, H. E. S. 1986. Kesuburan dan             pemupukan tanah pertanian.   Pustaka Buana. Bandung.
Valzano, F. P., B. W. Murphy and R. S. b.    Greene. 2001. The long treme             effects of lime             (CaCO3),             gypsum (CaCO4. 2H2O) and             tillage on the physical and      chemical          propertiesof a sodic     red brown earth. Australian Journal          of Soil Research 39: 1307-1331.





LAMPIRAN
Rumus menentukan kadar kapur tanah
Metode Kalsimetri
CaCO3 = (c-d) (100+KL) x 100%
                   44 (b-a)
Metode Titrasi
CaCO3 = (Va-Vb) . N NaOH . 5  x V1 x (100+KL)%
                                   a . 100             V2

1.    ENTISOL
Metode Calcimetri
CaCO3 = (c-d) (100+KL) x 100%
             44 (b-a)
CaCO3 = (154,66-154,59) (100+4,715) x 100%
       44 (124,71-119,72)
= (0,07) (104,715) x 100%
       44 (4,99)
= 7,33005 x 100%
       219,56
= 3,3385%

Metode Titrasi
CaCO3 = (Va-Vb) . N NaOH . 5  x V1 x (100+KL)%
                                   a . 100            V2
CaCO3 = (3,7-3,6) . 0,49 . 5  x 50 x(100+4,71)%
                                   5 . 100        10
= 0,245  x 5 x 104,71
      500
= 0,247%

2.    ALFISOL
Metode Clcimetri
CaCO3 = (c-d) (100+KL) x 100%
       44 (b-a)
CaCO3 = (169,70-169,69) (100+10,84) x 100%
       44 (132,35-5)
= (5,73) (110,84) x 100%
       5603,4
= 635,11 x 100%
       5603,4
= 11,3%

Metode Titrasi
CaCO3 = (Va-Vb) . N NaOH . 5  x V1 x (100+KL)%
                                   a . 100            V2
CaCO3 = (3,7-3,5) . 0,49 . 5  x 50 x(100+10,665)%
                                   5 . 100      10
= 0,2x0,49x5  x 5 x 110,665
      500
= 0,54%

3.    ULTISOL
Metode Calcimetri
CaCO3 = (c-d) (100+KL) x 100%
                   44 (b-a)
CaCO3 = (154,910-154,833) (100+10,825) x 100%
       44 (127,506-122,501)
= (0,077) (110,825) x 100%
       220,22
= 8,533525 x 100%
       220,22
= 3,875%

Metode Titrasi
CaCO3 = (Va-Vb) . N NaOH . 5  x V1 x (100+KL)%
                                   a . 100       V2
CaCO3 = (3,7-3,6) . 0,49 . 5  x 50 x(100+9,72)%
                                   5 . 100         10
= 0,00049 x 5 x 109,2%
= 0,269%

4.    RENDZINA
Metode Calcimetri
CaCO3 = (c-d) (100+KL) x 100%
                 44 (b-a)

CaCO3 = (138,66-138,64) (100+20,065) x 100%
       44 (5)
= (0,02) (120,065) x 100%
       220
= 0,010915 . 100%
= 1,0915%

Metode Titrasi
CaCO3 = (Va-Vb) . N NaOH . 5  x V1 x (100+KL)%
                                   a . 100            V2
CaCO3 = (3,7-3,1) . 0,49 . 5  x 50 x(100+20,175)%
                                  4,993 . 100      10
= 0,6 x 0,49 x 5  x 5 x 104,71
      499,3
= 1,769%

5.    VERTISOL
Metode Calcimetri
CaCO3 = (c-d) (100+KL) x 100%
                   44 (b-a)
CaCO3 = (161,47-151,102) (100+15,73) x 100%
       44 (130,04-116,953)
= (10,368) (115,73) x 100%
       44 (13,087)
= 1199,888 x 100%
       573,828
= 2,0837%

Metode Titrasi
CaCO3 = (Va-Vb) . N NaOH . 5  x V1 x (100+KL)%
                                   a . 100       V2
CaCO3 = (3,7-2,9) . 0,49 . 5  x 50 x(100+15,16)%
                                   5 . 100      10
= 4,51%



Tidak ada komentar:

Posting Komentar