Rabu, 06 April 2016

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR-DASAR TEKNOLOGI BENIH ACARA VI PROSESING BUAH









Disusun Oleh :
Nama :
NIM : 13390
Golongan : C1
Prodi : Pemuliaan Tanaman
Asisten : Mahfud


LABORATORIUM TEKNOLOGI BENIH
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
PROSESING BUAH
ABSTRAKSI
Praktikum Teknologi Benih Acara VI dengan judul Prosesing Buah dilaksanakan pada 6 April 2015 di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara memproses buah cabai hingga menjadi benih, mengetahui perbedaan kualitas benih dari berbagai kondisi kematangan buah cabai, mengetahui cara memproses buah tomat hingga menjadi benih, membandingkan kualitas benih tomat dari dua metode yang berbeda. Bahan-bahan yang digunakan meliputi buah cabai (Capsicum spp.) dan buah tomat (Solanum lycopersicum), HCl 35%. Adapun alat-alat yang digunakan yaitu cawan petri, saringan, pisau, timbangan elektrik, pengaduk kaca, botol kaca, dan bak perkecambahan. Cara kerja yang dilakukan adalah dengan ekstraksi cabai (hijau, orange, merah) dan ekstraksi tomat (perlakuan kimiawi/ HCL 35% dan fermentasi), setelah dikeringkan, benih-benih tersebut dikecambahkan dalam petridish. Kesimpulan yang diperoleh yaitu cara memproses buah tomat dilakukan dengan ekstraksi menggunakan metode kimiawi (HCl 35%) dan fermentasi. Pulp dipisahkan dari buah lalu diberi perlakuan, dikeringkan, dan dikecambahkan dalam petridish. Cara memproses buah cabai dengan cara membelah buah, memisahkan pada pancuran/kran, dan dikeringkan. diambil biji dari buah, kemudian dikeringkan, dan dikecambahkan dalam petridish. Perbedaan kualitas benih dari berbagai kondisi kematangan buah cabai dapat dilihat dari gaya berkecambah, indeks vigor, bobot 100 butir, rendemen, dan warna buah.
Kata kunci : Prosesing buah, indeks vigor, gaya berkecambah, ekstraksi
  1. PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Benih merupakan faktor penting dalam kegiatan budidaya pertanian. Benih yang berkualitas dapat menguntungkan, serta meningkatkan produktivitas. Sehingga prosesing benih perlu dilakukan agar didapatkan benih yang bermutu dan berkualitas. Prosesing buah dilakukan sesuai dengan tipe-tipe buah tertentu, yaitu dry fruit, dry fleshy fruit, wet fleshy fruit. Agar didapatkan benih yang bermutu tinggi, pemanenan benih pun perlu diperhatikan, karena pemanenan perlu memperhatikan berbagai faktor, seperti waktu pemanenan, tingkat kemasakan, cara pemanenan, dan sebagainya. Saat pemanenan, pemungutan yang tepat adalah saat masak fisiologis. Hal ini tampak pada warna buah. Pemungutan yang terlalu cepat atau lambat akan memberikan hasil yang tidak baik pada benih.
Benih dengan prosesing buah yang tepat akan menghasilkan bibit yang baik. Hal tersebut dapat diketahui dari indeks vigor, gaya berkecambah, rendemen, serta bobot 100 butir benih. Benih yang baik akan memiliki indeks vigor, gaya berkecambah, rendemen, serta bobot 100 butir benih yang tinggi. Oleh karena itu, perlu dipelajari mengenai prosesing buah.
  1. Tujuan
  1. Mengetahui cara memproses buah cabai dan tomat hingga menjadi benih.
  2. Mengetahui perbedaan kualitas benih tomat dan cabai dari berbagai kondisi kematangan buah cabai.
  1. TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu syarat benih berkualitas tinggi, yaitu benih mempunyai saat kemasakan yang tepat. Dalam usaha pertanaman, pemasukan benih dari varietas yang tinggi sangat penting dan hal ini menyangkut pada pengelolaan benih atau prosesing benih karena hal ini merupakan bagian yang vital dari seluruh kegiatan teknologi benih. Memperoleh persentase maksimum benih murni dengan potensi perkecambahan yang tertinggi, merupakan tujuan akhir dalam prosesing benih ini (Copeland, 1976).
Penanganan pasca panen akan mempengaruhi kualitas buah. Kerusakan buah harus dihindari, dan buah yang rusak dengan buah yang mulus tidak boleh dicampur. Panen sebaiknya dilakukan pada cuaca sejuk di pagi hari. Buah ditempatkan pada tempat sejuk dan terlindung dengan ventilasi yang baik, serta kelembaban 85 - 90% (Aep, 2012).
Salah satu jenis pengeringan adalah pengeringan kemoreaksi, yaitu pengeringan dengan menggunakan bahan penyerap uap air (adsorben) tetapi melalui mekanisme reaksi kimia antara uap air bahan yang dikeringkan dengan adsorben yang disebabkan karena relativitas adsorben yang tinggi terhadap air. Kapur air merupakan bahan penyerap uap air yang mengandung CaO sebagai bahan aktif. CaO akan bereaksi secara kimia dengan uap air yang terdapat di dalam bahan yang dikeringkan sehingga kadar air bahan akan berkurang (Julianti, et al.,Schim 2005).
Pengeringan benih dimaksudkan untuk menurunkan kadar air sampai batas keseimbangan dengan udara luar disekitarnya dan siap untuk dilakukan proses selanjutnya. Benih bersifat hygroskopis, sehingga jika benih diletakkan di dalam ruangan dengan RH rendah, maka benih akan kehilangan air dan terjadi penurunan kadar air. Namun sebaliknya, jika benih diletakkan dalam ruangan yang RH tinggi, maka kadar air benih akan bertambah atau meningkat. Selain bersifat hygroskopis, benih juga selalu ingin berada dalam kondisi equilibrium (keseimbangan) dengan kondisi disekitarnya (Hasanah dan Rusmin, 2006).
Waktu panen produksi benih yang paling baik adalah jika dilakukan pada saat benih masak fisiologis. Hal ini dikarenakan pada saat ini benih berada dalam kondisi optimal. Kadar air benih saat masak fisiologis berkisar antara 25% - 30%. Setelah panen benih harus segera dikeringkan untuk mencapai kadar air tertentu. Untuk memperoleh kadar air seperti yang dipersyaratkan dibutuhkan suatu keterampilan dalam penanganan benih (Gohran, 2003).
Proses ekstraksi benih bertujuan untuk memisahkan benih dari buah. Ekstraksi benih merupakan pemisahan biji dari daging buah, kulit benih, polong, kulit buah, malai, tongkol dan sebagainya dengan tujuan agar benih tersebut dapat digunakan untuk bahan tanam yang memenuhi persyaratan. Ekstraksi diperlukan karena biasanya benih tidak dipanen secara langsung, biasanya pengunduhan dilakukan terhadap buahnya (Kuswanto, 2003).
Tujuan dari prosesing buah atau biji adalah untuk membersihkan dalam mendapatkan kualitas yang tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap fisiologi benih dalam perkecambahan. Biji yang disimpan dilakukan kegiatan prosesing buah/ biji terlebih dahulu. Prosesing meliputi beberapa petunjuk pelaksanaan, yang berbeda sesuai dengan buah dan tipe biji, kondisi dari buah atau biji saat pengumpulan, dan potensi penyimpanan (Schmidt, 2000).
Secara umum mutu buah ditentukan oleh beberapa persyaratan mutu, yaitu ukuran, warna, bentuk, kondisi, tekstur, citarasa (flavor) dan nilai nutrisi. Mutu buah yang baik diperoleh bila pemungutan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipungut akan menghasilkan mutu yang rendah dan proses pematangan yang tidak teratur. Sebaliknya, penundaan waktu pemungutan akan meningkatkan kepekaan buah terhadap pembusukan, akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah (Pantastico, 1997 cit. Santosa, 2007)
  1. METODOLOGI
Praktikum Teknologi Benih Acara VI dengan judul Prosesing Benih dilaksanakan pada 6 April 2015 di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan meliputi buah cabai (Capsicum spp.) dan buah tomat (Solanum lycopersicum), HCl 35%. Adapun alat-alat yang digunakan yaitu cawan petri, saringan, pisau, timbangan elektrik, pengaduk kaca, botol kaca, dan bak perkecambahan.
Cara kerja yang dilakukan pada prosesing cabai, yaitu ±50 gram buah cabai dengan tingkat kemasakan yang berbeda (merah, orange, hijau) ditimbang. Kemudian buah tersebut dibelah dan dikeluarkan bijinya. Calon benih tersebut dicuci dan dikeringkan dengan cara Bobot kering benih/keringanginkan selama 2-3 hari. Biji kering yang diperoleh ditimbang dan dihitung presentase berat biji terhadap berat buah, lalu berat 100 bijinya dihitung. Setelah itu, 50 benih dikecambahkan sebanyak 4 ulangan untuk masing-masing tingkat kemasakan buah selama 14 hari dengan metode top paper untuk mengetahui daya tumbuh dan indeks vigor benihnya. Pada ekstraksi buah tomat dilakukan dengan cara, yaitu 2 buah tomat yang masak diambil dan ditimbang bobotnya. Kemudian buah dibelah secara melintang dan biji beserta pulp-nya dikeluarkab. Air (pulp) yang bercampur biji diperlakukan dengan dua cara, yaitu fermentasi dan kimiawi. Pada perlakuan fermentasi, pulp tersebut difermentasikan selama 48 jam. Agar tidak tumbuh jamur dipermukaannya, maka diaduk beberapa waktu. Setelah 48 jam biji telah turun ke dasar wadah, biji dikeluarkan dengan disaring, dicuci, dan dikeringkan. Pada perlakuan kimiawi, HCL 35% ditambahkan sebanyak 120 dari volume pulp. Kemudian diaduk terus menerus selama 60 menit. Setelah itu benih tersebut disaring dan dicuci kemudian dikeringkan. Benih kering hasil ekstraksi yang diperoleh ditimbang. Kemudian persentase berat biji terhadap bobot basah buahnya (rendemen) dihitung. Selanjutnya, 100 biji diimbang untuk dapat diketahui berat 100 bijinya. 50 benih dikecambahkan untuk dapat diketahui nilai daya tumbuh dan indeks vigornya. Rendemen benih yang dihitung dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
.



  1. HASIL DAN PEMBAHASAN
  1. Hasil
Tabel 1. Tabel hasil perhitungan tiap indikator analisis
benih
perlakuan
Indicator



gaya berkecambah
indeks vigor
rendemen %
bobot 100 butir
cabai
hijau
0.5
0.0025
3.9257
0.235


kuning
49
0.19795
8.00829
0.44


merah
97.5
0.405072
8.63209
0.4775
tomat
kimiawi
100
0.811054
0.5
0.42


fermentasi
93
0.494412
0.37
0.36


  1. Pembahasan


Gambar 1. Histogram gaya berkecambah cabai (Capsicum spp.)
Gaya berkecambah merupakan jumlah biji yang berkecambah dari sejumlah biji yang diuji, sedangkan kecepatan berkecambah mencerminkan hari dimana jumlah biji yang berkecambah paling banyak (Santoso dan Purwoko, 2008). Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dibuat histogram gaya berkecambah cabai yang ditunjukkan oleh gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan bahwa cabai dengan kulit berwarna hijau memiliki gaya perkecambahan paling rendah, sedangkan gaya berkecambah yang tertinggi adalah cabai yang memiliki kulit buah berwarna merah. Sehingga secara berurutan cabai yang memiliki gaya berkecambah dari yang tertinggi, yaitu benih dengan buah berwarna merah> kuning(orange)> hijau. Hal ini dapat disebabkan karena cabai dengan warna buah yang hijau masih terlalu muda untuk dikecambahkan, sedangkan buah dengan warna merah telah mencapai masak fisiologis, sehingga benih yang dikecambahkan memiliki gaya berkecambah yang tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa benih dari buah yang dipanen ketika masak fisiologis akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang optimal sedangkan benih yang dipanen sebelum maupun sesudah masak fisiologis pertumbuhan dan produksinya tidak akan optimal. Hal ini dapat disebabkan karena benih tersebut belum sempurna (pada panen sebelum masak fisiologis) atau telah memasuki masa penuaan (pada panen sesudah masak fisiologis) (Ashworth, 2002 cit. Darmawan dkk., 2014).


Gambar 2. Histogram gaya berkecambah tomat (Solanum lycopersicum)
Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dibuat histogram gaya berkecambah benih tomat yang ditunjukkan dengan gambar 2. Pada gambar 2 dapat diketahui bahwa gaya berkecambah benih tomat yang perlakuan ekstraksi buah untuk mendapatkan benih tersebut dengan metode atau perlakuan kimiawi (HCl 35%) lebih baik daripada dengan metode atau perlakuan fermentasi. Hal ini dapat terjadi karena buah yang digunakan pada kedua metode berbeda tingkat kemasakan fisiologisnya, selain itu dapat juga dikarenakan dengan bahan kimiawi peluruhan pulp lebih baik daripada dengan perlakuan fermentasi. Biji tomat mempunyai zat yang bisa menghambat benih untuk tumbuh. Daya tumbuh biji tomat tersebut akan terhambat dan nantinya akan memperlambat proses pengujian maka dengan ditambahkannya HCL dan difermentasi akan menghilangkan zat peghambat yang disebut coumarin. Pada beberapa buah seperti buah tomat terdapat suatu zat yang dapat menghambat daya tumbuh benih (cairan coumarin). Oleh karena itu, pada prosesing buah tomat setelah benih dapat lepas dari daging buah dan daging buah itu sendiri telah hancur dengan diperlakukan dengan HCl 35%, benih lebih mudah bebas dari coumarin (Rabaniyah, 1988).


Gambar 3. Grafik indeks vigor tanaman cabai (Capsicum spp.)
Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk mampu tumbuh normal pada kondisi sub optimum. Vigor benih menjadi dua yaitu vigor kekuatan tumbuh dan vigor daya simpan. Keduanya merupakan parameter viabilitas yang dapat mencerminkan kondisi vigor benih ( Darmawan, dkk., 2014). Gambar 3 menunjukkan grafik indeks vigor tanaman cabai. Gambar tersebut menunjukkan bahwa benih dari buah cabai yang berwarna merah pada hari ke-1 hingga hari ke-4 masih mengalami dormansi, pada saat hari ke-5 mulai tumbuh dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian menurun perkecambahannya pada hari ke-8, yang kemudian mengalami pertumbuhan maksimal pada hari ke 10, setelah itu pada hari ke-11 hingga ke-14 selalu mengalami penurunan. Pada benih yang berasal dari tanamaan cabai yang berwarna kuning (orange) mengalami dormansi dar hari ke-1 hingga hari ke-5, pada hari ke-6 benih mulai mengalami perkecambahan yangs emakin naik, namun hari ke -9 mengalami penurunan jumlah benih yang berkecambah, kemudian hari ke-10 mengalami perkecambahan yang cukup banyak banyak. Setelah itu, pada hari ke-11 hingga hari ke-14 perkecambahan mengalami penurunan jumlah benih tanaman cabai yang berkecambah. Pada benih yag berasal dari tanaman cabai berwarna hijau mengalami perkecambahan yang tidak signifikan atau dapat diketahui banyak benih yang tidak berkecambah. Hal tersebut dapat dikarenakan pada benih hijau masih sebelum masak fisiologis, sedangkan benih yang memiliki kulit buah berwarna merah telah mencapai masak fisiologis. Sehingga hasil perkecambahan yang lebih baik dihasilkan pada benih yang buahya telah mencapai masak fisiologis. Secara biologis benih sebagai bahan generatif dalam proses regenerasi tumbuhan, keberhasilan tumbuh benih selain ditentukan faktor intern kematangan pohon induk (maturasi) yang erat hubungannya dengan umur, juga ditentukan oleh aspek kemasakan fisiologis benih yang ditentukan oleh kondisi struktur,bentuk, dan ukuran benih (Kays,1991 cit. Darmawan dkk., 2014).


Gambar 4. Grafik indeks vigor tanaman tomat dengan dua metode berbeda
Pada ekstraksi buah tomat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode atau perlakuan secara kimiawi dengan HCl 35% (diaduk selama 1 jam) dan fermentasi. Pada perlakuan fermentasi, pulp tersebut difermentasikan selama 48 jam. Agar tidak tumbuh jamur dipermukaannya, maka diaduk beberapa waktu. Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, dapat dilihat pada gambar 4 yang menunjukkan grafik indeks vigor antara metode kimiawi (HCl 35%) memiliki indeks vigor lebih tinggi daripada indeks vigor tomat dengan perlakuan atau metode fermentasi. Hal ini dapat terjadi karena kemungkinan buah yang diberi perlakuan berbeda tingkat kemasakan fisiologisnya, dapat pula dipengaruhi perlakuan HCl yang lebih efektif dalam meluruhkan pulp pada benih buah tomat. Selain itu faktor lingkungan tumbuh benih juga dapat mempengaruhi kecepatan perkecambahan benih. Menurut Tatipata (2004) cit. Santoso dan Purwoko (2008), kemunduran benih dapat ditengarai secara biokimia dan fisiologi. Indikasi fisiologi kemunduran benih dapat ditandai dengan penurunan daya berkecambah dan vigor. Menurut Copeland dan Mc Donald (2001) cit. Santoso dan Purwoko (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan selama perkembangan benih, kondisi genetic benih, dan lingkungan penyimpanan. Faktor genetik meliputi tingkat kekerasan benih, vigor tanaman induk, daya tahan terhadap kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih. Faktor lingkungan perkembangan benih meliputi kelembaban, kesuburan tanah, dan pemanenan benih. Faktor penyimpanan benih meliputi waktu penyimpanan, dan lingkungan, penyimpanan (suhu, kelembaban, dan persediaan oksigen).
Tabel 2. Hasil analisis tiap indikator
benih
perlakuan
Indicator



gaya berkecambah
indeks vigor
rendemen %
bobot 100 butir
cabai
hijau
0.2875 B
0.035 C
1.4325 B
0.235 B

kuning
2.653 A
2.77 B
1.765 A
0.44 A

merah
2.9875 A
5.67 A
1.7975 A
0.4775 A
tomat
kimiawi
3 A
11.35 A
0.645 A
0.417 A

fermentasi
2.96 A
6.9225 B
0.575 A
0.362 A


Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat hasil analisis yang didapatkan pada tabel 2. Pada gambar 2 menunjukkan hasil analisis pada gaya berkecambah benih cabai antara benih dari buah berwarna hijau dan kuning-merah memiliki perbedaan yang signifikan. Antara kuning dengan merah tidak memiliki perbedaan atau pengaruh tingkat warna buah terhadap benih secara signifikan (tidak berbeda nyata), sedangkan antara benih dari buah yang berwarna hijau dengan yang berwarna kuning memiliki perbedaan atau pengaruh tingkat warna buah terhadap benih yang signifikan, hal ini berarti warna buah mempengaruhi gaya berkecambah benih (beda nyata), begitu pula pada benih dari buah berwarna hijau dengan benih dari buah yang berwarna merah yang memiliki hasil yang signifikan/ berpengaruh nyata/ beda nyata. Pada gaya berkecambah benih tomat, memiliki analisis yang tidak beda nyata antara tomat dengan perlakuan kimiawi maupun fermentasi. Pada indikator indeks vigor yang ditunjukkan gambar 2, antara benih cabai dari buah berwarna hijau, kuning, maupun merah memiliki hasil analisis yang beda nyata. Baik itu antara hijau dengan kuning, kuning dengan merah, maupun hijau dengan merah. Hal ini berarti warna buah (tingkatan kemasakan buah) mempengaruhi kecapatan berkecambah atau indeks vigor secara nyata. Pada tomat, hasil analisis indeks vigornya pun memiliki beda nyata antara metode kimiawi (HCl 35%) dengan fermentasi, sehingga perlakuan ekstraksi kedua metode memiliki pengaruh yang signifikan terhadap indeks vigor. Hal itu dapat disebabkan karena dengan metode HCl dapat meluruhkan pulp lebih baik daripada fermentasi.
Pada gambar 2 juga menunjukkan hasil analisis rendemen. Rendemen merupakan presentase berat kering biji buah terhadap buahnya. Hasil rendemen dari percobaan prosesing buah. Berdasarkan hasil analisis yang didapatkan dari data pengamatan, dapat diketahui bahwa rendemen pada benih cabai dari buah dengan warna hijau memiliki hasil yang beda nyata dengan buah berwarna kuning, sedangkan benih dengan buah berwarna kuning dan yang berwarna merah tidak beda nyata, sehingga pada benih dari buah berwarna kuning dan merah tidak memiliki pengaruh yang signifikan atau dapat dikatakan pula tingkat kemasakan buah dari warna kuning dan merah tidak terlalu beda nyata, sedangkan benih dari buah warna hijau dan merah memiliki perbedaan yang nyata. Terdapatnya perbedaan yang tidak nyata dari benih buah kuning dan merah dapat disebabkan karena tingkat kemasakan fisiologis yang mendekati atau hampir mirip antara warna kuning/ orange dengan merah. Pada tomat, dengan perlakuan kimiawi (HCl 35%) maupun dengan perlakuan fermentasi memiliki hasil yang tidak beda nyata. Hal ini berarti perlakuan terhadap tomat baik kimiawi maupun fermentasi tidka memiliki perbedaan yang signifikan pengaruhnya terhdapa rendemen. Salah satu tujuan dilakukannya rendemen sendiri adalah untuk mengetahui mutu dari biji yang akan dipakai dan dijadikan sebagai benih. Fungsi rendemen pada teknologi benih adalah untuk menganalisis kebutuhan produksi tanaman dengan target benih yang akan dicapai. Sehingga pada saat akan menanam atau masa awal budidaya tanaman akan dapat diperkirakan sehingga benih yang diproduksi tidak mengalami kelebihan maupun kekurangan. Apabila suatu produsen benih tidak mampu menghitung kebutuhan tanaman yang akan ditanaman dengan benih yang diproduksi maka dipastikan akan tidak efisien. Selain itu rendemen benih untuk mengestimasi kebutuhan bahan bila ingin mengambil sejumlah benih tertentu.
Pada tabel 2 ditunjukkan hasil analisis bobot 100 butir benih. Bobot 100 butir benih digunakan untuk menentukan kebutuhan benih dalam lahan produksi pertanian. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, benih dari buah warna hijau berbeda nyata dengan buah berwarna kuning/ orange maupun merah, hal ini berarti warna buah mempengaruhi secara signifikan terhadap bobot 100 butir benih, karena buah yang berwarna hijau belum mencapai masak fisiologis, sedangkan buah berwarna merah telah mencapai masak fisiologis. Pada benih dari buah berwarna kuning/ orange memiliki hasil tidak beda nyata dengan benih dari buah berwarna merah, hal ini berarti warna buah kuning/ orange dan merah tidak berpengaruh signifikan terhadap bobot 100 butir benihnya. Begitu juga dengan benih tomat yang menggunakan perlakuan kimiawi maupun fermentasi tidak berbeda nyata, hal ini berarti perlakuan dengan kimiawi maupun fermentasi tidak berpengaruh yang signifikan dengan bobot 100 butir benihnya. Dari hasil analisis tiap indikator dapat terlihat benih dari buah warna hijau selalu memiliki perbedaan yang nyata dengan benih dari warna orange/kuning dan warna merah, hal tersebut dapat disebabkan karena benih dari buah berwarna hijau belum mencapai masak fisiologis, sehingga belum cukup umur untuk dikecambahkan.
Pada praktikum ini pengeringan yang dilakukan adalah dengan pengeringan alami (kering angin). Pengeringan dapat dilakukan setelah air ditiriskan dengan alas seperti kertas, kemudian biji dihamparkan pada alas yang sesuai dan dikeringanginkan. Benih cabai maupun tomat yang telah kering kemudian dikecambahkan dalam petridish. Menurut Sutopo (2002), penjemuran biji dengan sinar matahari merupakan salah satu cara pengeringan yang paling sederhana dan umum dilakukan oleh para petani di Indonesia. Untuk pengeringan biji yang akan digunakan sebagai benih harus diperhatikan temperatur udara sebaiknya antara 320C – 430C (900 – 1100F). Bila pada pengeringan benih digunakan temperatur udara yang tinggi maka pengeringan akan berlangsung cepat. Pada benih - benih tertentu pengeringan tidak bisa dilakukan secara langsung. Misal benih tomat harus melalui perlakuan pendahuluan dengan pembelahan yang tujuannya untuk memisahkan biji dari bahan - bahan yang melapisinya, barulah setelah itu biji dicuci bersih dan dapat dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai suatu alat pengering (artifical drying) atau dengan penjemuran di bawah sinar matahari (sun drying). Pada beberapa jenis biji, pengeringan yang terlalu cepat dapat pula menyebabkan impermeabilitas kulit biji melalui perubahan struktur pada testa. Bagian luar biji menjadi keras tetapi bagian dalamnya masih basah. Ini akan menjadi bentuk dormansi yang dipaksakan yang dikenal sebagai “casehardening”. Kelebihan dari metode pengeringan secara alami adalah mudah dilakukan, tidak membutuhkan banyak biaya, praktis, efektif dan efisien. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu lama, kelembaban dan suhu dapat mengalami fluktuasi yang tidak menentu.
Pemanenan buah pada saat buah masak fisiologis merupakan saat panen yang tepat untuk benih, karena pada saat tersebut benih mempunyai bobot kering dan vigor yang maksimum. Penundaan waktu panen sering berakibat lattent terhadap mutu benih, sehingga mutu benih kurang optimal (Delouche, 1983 cit. Sukarman dan Hasanah, 2003). Waktu pemanenan yang tepat adalah pada waktu pagi hari, ketika vigor maksimum. Cara pemanenan atau pada saat pemetikan perlu dijaga agar buah tidak sampai jatuh, lecet bahkan rusak. Untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan bulu-bulu halus yang terdapat pada kulit buah tersebut, buah perlu di bersihkan secara hati-hati dengan kain halus agar mengkilat dan tampak menarik.
Metode ekstraksi yang dilakukan pada praktikum ini, yaitu metode kimiawi dengan HCL 35% dan metode fermentasi. Pada metode kimiawi digunakan larutan HCl 35% dengan cara dicampurkan dengan pulp tomat, lalu diaduk selama 1 jam. HCl 35% berfungsi untuk meluruhkan pulp pada benih tomat. Metode ini memiliki kelebihan yaitu meluruhkan pulp secara cepat, efektif, dan efisien. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu jika terlalu banyak dosis yang digunakan dapat menyebabkan kerusakan pada benih. Pada metode fermentasi dilakukan dengan memasukkan pulp tomat ke dalam botol kaca, kemudian digoyangkan beberapa waktu dalam 48 jam. memiliki kelebihan yaitu kualitas benih tetap terjaga, serta tidak membutuhkan biaya yang banyak. Namun, dengan metode fermentasi pengerjaan ekstraksi lebih lama.


  1. KESIMPULAN
  1. Cara memproses buah tomat dilakukan dengan ekstraksi menggunakan metode kimiawi (HCl 35%) dan fermentasi. Pulp dipisahkan dari buah lalu diberi perlakuan, dikeringkan, dan dikecambahkan dalam petridish. Cara memproses buah cabai dengan cara membelah buah, memisahkan pada pancuran/kran, dan dikeringkan. diambil biji dari buah, kemudian dikeringkan, dan dikecambahkan dalam petridish.
  2. Perbedaan kualitas benih dari berbagai kondisi kematangan buah cabai dapat dilihat dari gaya berkecambah, indeks vigor, bobot 100 butir, rendemen, dan warna buah.
DAFTAR PUSTAKA
Aep, B. 2012. Budidaya dan Produksi Bibit Tomat. . Diakses pada Minggu, 3 Mei 2015 pukul 22.05.
Copeland, L. O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company, USA.
Darmawan, A. C, Respatijarti, dan Soetopo, L. 2014. Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap pertumbuhan danproduksi cabai rawit (Capsicum frutescent L.) varietas comexio. Jurnal Produksi Tanaman 2(4): 339-346.
Gohran, H.L. 2003. Effect of stage of fruit maturity at time of harvest ang methods of drying on the germination of Pimento seed. Journal of American Soc. Hort. Science 43: 229-230.
Hasanah, M. dan Rusmin, D. 2006. Teknologi pengelolaan benih beberapa tanaman obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 2 : 68-73.
Julianti, E., Soekarto, T., Hariyadi, P., Syarief, M. A. 2005. Chemoreaction drying characteristis of red chili seed using quicklime. Jurnal Penelitian Pertanian. 2:103-111.
Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih. Kanisius, Yogyakarta.
Rabaniyah, Rohmanti. 1988. Cara Pengadaan Benih Tomat (Lycopersicum esculentum Mill), Pengaruhnya Terhadap Daya Kecambah Dan Hasil Buah. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Santosa, Budi. 2007. Penentuan umur petik dan pelapisan lilin sebagai upaya menghambat kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan pada suhu ruang penyimpanan pada suhu ruang. Jurnal Teknologi Pertanian 8(3): 153-159.
Santoso, B.B dan Purwoko, B.S. 2008. Pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada berbagai kedalaman dan posisi tanam benih. Buletin Agronomi 36(1): 70-77
Schmidt, L. 2000. Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed. Direktorat Jenderal Lahan dan Perhutanan Nasional, Jakarta.
Sukarman dan Hasanah, M. 2003. Perbaikan mutu benih aneka tanaman perkebunan melalui cara panen dan penanganan benih. Jurnal Litbang Pertanian 22(1) : 16-23.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar