Disusun Oleh:
Golongan/kelompok :
Asisten Praktikum :
LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
ACARA
IV
PERHITUNGAN
EVAPOTRANSPIRASI DENGAN RUMUS-RUMUS EMPIRIS MENGGUNAKAN DATA IKLIM
ABSTRAK
Praktikum Pengolahan Air acara IV ini dilaksanakan pada hari
Jumat, 4 Maret 2016 di Laboratorium Agrohidrologi, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada. Praktikum ini bertujuan untuk menghitung
kebutuhan air konsumtif suatu tanaman berdasarkan keadaan iklim suatu wilayah.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan air konsumtif yaitu
evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan proses pengembalian sejumlah air
total ke atmosfir dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya
pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Kebutuhan air konsumtif suatu tanaman (Etc)
merupakan nilai evapotranspirasi yang mewakili efek-efek beberapa faktor
meteorologi. Evapotranspirasi dibedakan menjadi dua yaitu evapotranspirasi
aktual yang dipengaruhi faktor fisiologi
tanaman serta faktor tanah, dan evapotranspirasi potensial yang dipengaruhi
faktor meteorologi. Pada praktikum digunakan metode Blaney Criddle, radiasi,
dan Penman untuk menghitung evapotranspirasi. Dari hasil perhitungan
menunjukkan bahwa kebutuhan air konsumtif tanaman berdasarkan data curah hujan
(PCH 75%), nilai Eto umum menggunakan metode metode penman = 55,29 mm/hari ;
radiasi = 44,54 mm/hari ; Blanney Criddle = 39,34 mm/hari.
Kata kunci: Evapotranspirasi, Kc, Etc,
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang pertanian,
dibutuhkan air untuk dapat memenuhi kebutuhan tanaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Air yang dibutuhkan dalam jumlah banyak terkadang tidak dapat
dipenuhi. Hal ini terjadi karena perubahan iklim yang tidak menentu. Pada saat
musim kemarau, air sulit untuk didapatkan sehingga petani harus memiliki cara
untuk dapat tetap bertani. Cara yang sering digunakan adalah dengan pembuatan
irigasi untuk lahan pertanian.
Untuk dapat mengetahui
kebutuhan irigasi maka perlu mengetahui jumlah kebutuhan air pada setiap
tanaman. Ketersediaan air dan jumlah air yang mengalami penguapan perlu
diketahui. Tanaman dan tanah akan mengembalikan air ke atmosfer sehingga air
yang ada di dalam tubuh tanah dan tanaman berkurang. Ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi penguapan. Dalam hal ini perlu dilakukan pengamatan untuk
mengetahui kehilangan air pada tanaman serta mengetahui kebutuhan air yang
diperlukan pada setiap tanaman. Untuk mengetahuinya, ada beberapa cara yang
dapat dilakukan salah satu contohnya adalah dengan penggunaan alat ukur
Lysimeter.
B. Tujuan
Menghitung
kebutuhan air konsumtif suatu tanaman berdasarkan keadaan iklim suatu wilayah.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Evapotranspirasi adalah
keseluruhan jumlah air yang berasal dari
permukaan tanah, air dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer. Dengan
kata lain, besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan
air berasal dari permukaan badan air) dan transpirasi (penguapan air tanah ke
atmosfer melalui vegetasi). Intersepsi juga merupakan proses penguapan air ke
atmosfer melalui tajuk vegetasi, bedanya dengan transpirasi adalah bahwa pada
proses intersepsi air yang diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air
hujan yang tertampung sementara pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu
vegetasi. Dengan kata lain, pada proses transpirasi, air yang diuapkan kembali
ke atmosfer berasal dari dalam tanah. Pada proses intersepsi, air yang diuapkan
adalah air yang berasal dari curah hujan yang berada pada permukaan daun, ranting dan cabang dan belum sempat
masuk ke dalam tanah (Asdak, 1995). Menurut Singh et al. (1980), pada peristiwa evapotranspirasi suatu vegetasi
sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, seperti intensitas cahaya, lama penyinaran, suhu, kelembaban udara,
kecepatan angin, tekanan
udara serta faktor
tanaman sendiri (koefisien tanaman). Koefisien tanaman menunjukkan
karakteristik dari suatu tanaman dalam menentukan kebutuhan air.
Perubahan
iklim dan kebutuhan air meningkat selama beberapa tahun terakhir. pengelolaan
sumber daya air menjadi penting untuk pertanian. Salah satu solusi jangka panjang
terletak pada pemahaman bagaimana seseorang dapat meningkatkan efisiensi dengan
yang air digunakan untuk mengurangi pemborosan. Seperti penggunaan air untuk
pertanian dikenakan peningkatan pengawasan dari pembuat kebijakan dan
lingkungan, hasilnya adalah bahwa pertanian berada di bawah tekanan untuk
menunjukkan air yang sedang digunakan secara efisien. Banyak metode yang
tersedia untuk memberikan informasi pada penggunaan air tanaman (atau
evapotranspirasi, ET), persyaratan irigasi tanaman, dan efisiensi dengan yang
tanaman daerah diproduksi, atau efisiensi penggunaan air (Poisson et al., 2016).
Di bidang
pertanian, akurat estimasi ET, yang merupakan ukuran dari tanaman dan tanah
kehilangan air ke atmosfer, dapat membantu merumuskan pilihan manajemen yang
menguntungkan untuk memaksimalkan produksi seperti pilihan tanaman dan jenis
kultivar, persyaratan drainase, kontrol permukaan air, jumlah irigasi, dan
penjadwalan mesin pertanian gunakan untuk meminimalkan pemadatan tanah. Dalam
rangka untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang siklus air di
bidang pertanian, terpercaya perkiraan ET termasuk penguapan dari tanah,
tanaman dan air permukaan dan transpirasi oleh vegetasi, adalah penting.
evapotranspirasi, yang sangat tergantung pada tanaman, cuaca dan tanah kondisi,
sangat bervariasi dalam ruang dan waktu (Hanson, 1991cit. Dutta et al., 2016).
Akurat
estimasi evapotranspirasi (ET) memiliki besar penting dalam banyak penelitian
seperti keseimbangan air hidrologi, desain dan sistem ofirrigation manajemen,
simulasi hasil panen, perencanaan dan pengelolaan sumber daya air. estimasi ET
juga sangat penting untuk menjelaskan banyak masalah teoritis di bidang
hidrologi dan meteorologi. Data ET digunakan sebagai sumber untuk menilai areal
banyak tanaman yang bisa diairi dengan jumlah air yang diberikan dalam
pengembangan proyek-proyek irigasi (Chauhan dan Shrivastava, 2008 cit Kisi, 2016).
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap besarnya
evapotranpirasi, maka dalam
hal ini evapotranspirasi perlu
dibedakan menjadi
evapotranspirasi potensial (PET)
dan evapotranspirasi aktual
(AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi, sementara AET lebih dipengaruhi oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur
tanah. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi PET adalah radiasi panas
matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin dan secara umum besarnya PET
akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari, kelembaban dan kecepatan
angin bertambah besar (Asdak, 1995). Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaan ketika
itu harus diperhatikan, mengingat
faktor itu sangat dipengaruhi oleh perubahan
lingkungan. Kondisi-kondisi itu tidak merata di seluruh daerah, umpamanya di bagian
yang satu disinari matahari dan di bagian yang lain berawan (Sosrodarsono dan
Takeda, 1993).
III. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 4
berjudul Perhitungan Evapotranspirasi dengan Rumus-Rumus Empiris Menggunakan
Data Iklim dilaksanakan pada hari Jum’at, 4 Maret 2016. Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium Agrohidrologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada. Alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum ini antara lain
alat ukur data iklim lengkap dari stasiun iklim yang mewakili (minimum 10 tahun
pengamatan), alat tulis, penggaris, spidol, millimeter
block, dan plastik mika.
Langkah pertama yang
dilakukan dalam praktikum ini adalah data iklim dipersiapkan. Langkah
selanjutnya adalah pada lembar Metode Penman dilakukan perhitungan dan tabel
dilengkapi sesuai dengan data iklim yang sudah disediakan. Tabel tersebut
adalah untuk perhitungan
evapotranspirasi. Setelah tabel diisi lengkap, langkah selanjutnya
adalah dengan menghitung Eto umum. Hasil perhitungan Eto tersebut diformulasikan
dengan Kc (koefisien tanaman, yang dapat dilihat di tabel yang telah disediakan
kemudian digambar grafik pada kertas millimeter
block) hingga didapatkan hasil Etc. Selanjutnya adalah perhitungan untuk
curah hujan sehingga didapatkan nilai curah hujan peluang 75%. Nilai curah
hujan peluang 75% tersebut kemudian digambar menjadi grafik pCH di kertas millimeter block. Setelah itu, hasil Etc
yang sudah didapatkan, disalin ke plastik mika. Langkah selanjutnya plastik
mika tersebut ditempelkan ke kertas millimeter
block yang sudah terdapat data
peluang curah hujan 75%. Baru dilakukan penarikan kesimpulan untuk
irigasi diperlukan atau tidak pada dasarian-dasarian tersebut.
IV.
HASIL
PENGAMATAN
Metode
|
Eto (mm/hari)
|
∑
|
|||||||||||
JAN
|
FEB
|
MAR
|
APR
|
MEI
|
JUN
|
JUL
|
AGS
|
SEP
|
OKT
|
NOV
|
DES
|
||
Penman
|
5.77
|
5.24
|
5.67
|
5.56
|
5.28
|
4.89
|
5.11
|
5.62
|
5.63
|
5.2
|
4.9
|
5.78
|
64.7
|
Radiasi
|
5.2
|
3.8
|
5
|
2.8
|
4.8
|
4.5
|
4.75
|
4.9
|
4.6
|
4.1
|
4
|
4.15
|
52.6
|
Blanney-Criddle
|
4.1
|
3.2
|
4.2
|
3.9
|
3.9
|
3.85
|
3.85
|
3.95
|
3.9
|
3.4
|
4
|
4.25
|
46.5
|
Tabel 1. Perhitungan Eto
menggunakan berbagai metode
Tabel 2. Perhitungan Kebutuhan Air
Tanaman Terong
Tanaman 1.
Jenis tanaman : Terong (Egg Plant)
Ditanam pada dasarian ke : III (tiga)
Bulan :
November
Tahun :
2004
Dasarian (thdp tanaman)
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
XI
|
XII
|
XIII
|
XIV
|
XV
|
P CH 75 %
|
142.52
|
158.10
|
42.48
|
161.38
|
8.86
|
17.88
|
129.40
|
49.86
|
135.96
|
163.84
|
25.26
|
63.80
|
137.60
|
99.06
|
31.82
|
Etc
|
19.35
|
19.35
|
19.35
|
24.33
|
34.28
|
43.68
|
53.63
|
58.05
|
58.05
|
58.05
|
58.05
|
58.05
|
58.05
|
58.05
|
58.05
|
Irigasi
|
123.17
|
138.75
|
23.13
|
137.05
|
-25.42
|
-25.80
|
75.77
|
-8.19
|
77.91
|
105.79
|
-32.79
|
5.75
|
79.55
|
41.01
|
-26.23
|
Tabel 3. Perhitungan Kebutuhan Air
Tanaman Flax
Tanaman 2.
Jenis tanaman :
Rami (Flax)
Ditanam pada dasarian ke : II (dua)
Bulan :
November
Tahun :
2004
Dasarian (thdp tanaman)
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
XI
|
XII
|
XIII
|
XIV
|
XV
|
P CH 75 %
|
12.14
|
142.52
|
158.10
|
42.48
|
161.38
|
8.86
|
17.88
|
129.40
|
49.86
|
135.96
|
163.84
|
25.26
|
63.80
|
137.60
|
99.06
|
Etc
|
19.35
|
19.35
|
19.35
|
23.5
|
31.52
|
16.04
|
47
|
54.18
|
55.29
|
55.29
|
55.29
|
55.29
|
55.29
|
55.29
|
27.64
|
Irigasi
|
-7.21
|
123.2
|
138.75
|
18.98
|
129.86
|
-7.18
|
-29.12
|
75.22
|
-5.43
|
80.67
|
108.55
|
-30
|
8.51
|
82.31
|
71.42
|
Dasarian (thdp tanaman)
|
XVI
|
XVII
|
XVIII
|
XIX
|
XX
|
XXI
|
P CH 75 %
|
31.82
|
0
|
31.82
|
0
|
0
|
0
|
Etc
|
58.05
|
58.05
|
13.82
|
13.82
|
13.82
|
13.82
|
Irigasi
|
-26.2
|
-58.05
|
18
|
-13.8
|
-13.8
|
-13.82
|
Tabel 4. Perhitungan Kebutuhan Air
Tanaman Grain
Tanaman 2.
Jenis tanaman :
Gandum (Grain)
Ditanam pada dasarian ke : II (dua)
Bulan :
November
Tahun :
2004
Dasarian (thdp tanaman)
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
V
|
VI
|
VII
|
VIII
|
IX
|
X
|
XI
|
XII
|
XIII
|
XIV
|
XV
|
P CH 75 %
|
142.52
|
158.10
|
42.48
|
161.38
|
8.86
|
17.88
|
129.40
|
49.86
|
135.96
|
163.84
|
25.26
|
63.80
|
137.60
|
99.06
|
31.82
|
Etc
|
19.35
|
19.35
|
26.26
|
40.09
|
53.91
|
60.82
|
60.82
|
60.82
|
60.82
|
60.82
|
60.82
|
16.59
|
16.59
|
16.59
|
16.59
|
Irigasi
|
123.17
|
138.75
|
16.22
|
121.29
|
-45.05
|
-42.94
|
68.58
|
-10.96
|
75.14
|
103.02
|
-35.56
|
47.21
|
121.01
|
82.47
|
15.23
|
V.
PEMBAHASAN
Air merupakan
kebutuhan mutlak suatu tanaman. Kehilangan air yang cukup tinggi pada suatu
tahap pertumbuhan tanaman akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan produksi
tanaman terganggu. Pengaturan air tanaman sesuai kebutuhan tanaman akan dapat
mengoptimalkan produksi tanaman. Kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi dari air
yang terdapat dalam tanah. Hal ini disebabkan karena dalam penyerapan, tanaman
menggunakan akar-akarnya sehingga air yang dapat diserap tanaman hanya air yang
terdapat di dalam tanah dalam bentuk air kapiler. Perhitungan evaporasi dari
faktor iklim adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan air
tanaman dapat diketahui tanaman atau komoditas yang cocok untuk ditanam di
suatu daerah. Selain itu, dapat diketahui status keperluan penambahan air atau
tidak yang menentukan efektif dan efisiennya pengelolaan air pada lahan
pertanian. Penentuan jenis tanaman dan pola tanamnya di suatu daerah tentulah
harus mempertimbangkan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman, serta
distribusi air yang ada atau tersedia guna memenuhi kebutuhan air konsumtif
suatu tanaman. Data iklim suatu wilayah yang akan ditanam tersebut sangat
menentukan keberhasilan suatu produksi tanaman yang akan diusahakan.
Praktikum
perhitungan evaporasi ini digunakan tiga rumus yaitu dengan menggunakan metode
Penman, metode radiasi, dan metode Banley-Criddle. Metode Penman dapat
digunakan untuk menghitung evapotranspirasi di suatu daerah apabila terdapat
data mengenai temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, dan lama
penyinaran matahari atau radiasi matahari. Metode Penman lebih sering digunakan
karena anasir-anasir iklim yang lebih banyak digunakan dan reseprentatif untuk
daerah tropis. Kelemahan metode ini yaitu cenderung rumit. Metode radiasi digunakan apabila data
iklim di suatu daerah tidak terlalu lengkap, misal hanya memiliki data mengenai
temperatur udara, lama penyinaran matahari terukur, dan radiasi sehingga data
yang ada saling substitusi atau saling menggantikan. Metode
Blanley-Criddle adalah metode yang
sederhana menggunakan data terukur. Inputnya cukup temperatur saja. Namun data
yang dihasilkan kurang akurat. Estimasi yang dihasilkan sangat kasar atau tidak
jelas terutama pada kondisi yang ekstrim, metode ini menjadi tidak akurat.
Sebagai contoh pada kondisi lembab berawan, nilai ET0-nya menjadi
terlalu tinggi dari perkiraan. Penelitian Nicols et al., (2004) menyatakan bahwa dari berbagai metode perhitungan
evapotranspirasi, metode Penman dan metode Priestley Taylor merupakan metode
yang memiliki tingkat keakuratan tertinggi. Oleh karena itu, berdasarkan
kelengkapan data yang digunakan, maka metode Penman memiliki ketelitian dalam
perhitungan evapotranspirasi yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan
metode radiasi dan metode Blanley-Criddle. Adapun kelebihan dan kekurangan dari
masing-masing metode tersebut adalah :
1.
Metode Penman
Metode yang paling sering digunakan
yang dideskripsikan secara detail pada buku petunjuk FAO, berisi tentang
irigasi dan drainase. Kekurangan dari metode ini adalah cenderung rumit,
sedangkan kelebihan metode ini karena lebih lengkap dalam menjelaskan seluruh
komponen yang ada.
2.
Metode Radiasi
Metode ini digunakan untuk daerah yang
data iklimnya tersedia meliputi temperatur udara dan lama penyinaran terukur,
keawanan atau radiasi, tetapi tidak untuk data kelembaban udara dan kecepatan
angin terukur.
3.
Metode Blanley-Criddle
Kelebihan dari metode ini adalah
lebih aplikatif karena metode ini mudah dilakukan dan hasilnya dapat digunakan
untuk memperkirakan kebutuhan air konsumtif suatu jenis tanaman. Data yang
dipergunakan adalah data iklim suatu iklim yang mencakup suhu, kelembaban,
panjang penyinaran, evapotranspirasi, curah hujan, dan kecepatan angin.
Secara umum,
metode Blanley-Criddle, metode Penman, dan
metode radiasi dapat digambarkan sebagai berikut :
1.
Metode Penman
Daerah-daerah yang
pengukuran data temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, dan lama
penyinaran udara atau radiasi matahari tersedia, maka disarankan untuk
menggunakan metode Penman yang telah disesuaikan. Apabila dibandingkan dengan
metode lain yang telah disajikan tampaknya memberikan hasil akhir yang lebih
baik karena data yang digunakan lebih lengkap namun proses perhitungannya cukup
lama.
2.
Metode Radiasi
Metode radiasi secara
esensial merupakan hasil penyesuaian dari rumus Mekkink. Pengetahuan tentang
aras kelembaban udara dan kecepatan angin dibutuhkan dalam metode ini, dan ini
semua harus diestimasi menggunakan deskripsi cuaca yang dipublikasikan dan
ekstrapolasi dari wilayah sekitarnya atau dari sumber-sumber lokal. Hasil
perhitungan data dengan metode Radiasi kurang akurat karena data yang digunakan
cukup banyak namun waktu perhitungan tidak terlalu lama.
3.
Metode Blanley-Criddle
Metode ini disarankan
untuk suatu daerah yang memiliki data iklim yang tersedia hanya temperatur
udara dan panjang penyinaran matahari. Metode ini memang digunakan untuk
mengukur kebutuhan air. Dengan parameter data yang sedikit, waktu yang
diperlukan untuk perhitungan data cukup cepat namun hasilnya kurang akurat jika
dibandingkan dengan metode lain.
Ketiga metode diatas di uji regresi
oleh Xu and Singh (2002) dalam
hubungan antar metode satu dengan yang lain.
Gambar
1. Grafik Regresi Metode Radiasi dan
Penman (Xu and Singh, 2002)
Dalam
sebaran regresi pada Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa peningkatan ET radiasi
akan disertai dengan peningkatan ET Penman. Hubungan kedua variabel tersebut
dapat digambarkan dengan regresi linier. Oleh karena slope bernilai positif
maka peningkatan hasil ET radiasi akan terus menyebabkan peningkatan ET Penman
tanpa adanya titik balik atau titik puncak. Pada gambar tersebut diketahui
bahwa regresi dua variabel tersebut mengikuti persamaan y = 1,05x-0,19. Nilai R2
sangat mendekati 1 yaitu sebesar 0,99% hal tersebut berarti hanya 1 % faktor ET
radiasi yang mempengaruhi perhitungan metode ET penman. Metode Penman dan
metode Radiasi mendekati nilai regresi sebesar 1 dikarenakan data yang
digunakan pada dasarnya sama hanya dibedakan dengan metode radiasi yang tidak
menggunakan data kelembaban udara sehingga hasil dari kedua perhitungan dapat
dikatakan sama.
Gambar
2. Grafik regresi Blaney-cridle dan penman (Xu and Singh, 2002)
Gambar 2 menyajikan hubungan regresi ET Blaney-Criddle ke
ET penman. Hubungan keduanya digambarkan melalui hubungan linier dengan tren
positif naik, nilai dari determinasi di atas adalah bernilai positif dengan
persamaan y=-0,4296x+0,384. Dengan kata lain semakin bertambahnya nilai ET
Blaney-Criddle maka akan diikuti peningkatan ET Penman. Hal tersebut disebabkan
kedua metode tersebut menggunakan data suhu dan penyinaran/radiasi matahari
sehingga didapati hasil yang menunjukkan regresi mendekati 1 yaitu 0,92 atau
dengan kata lain terdapat 92% faktor ET Blaney Cridle yang mempengaruhi ET
Penman. Sedangkan hanya 8% faktor lain yang mempengaruhi ET Penman.
Bidang pertanian
memiliki kaitan yang sangat erat dengan air dan kebutuhan tanaman terhadap air
tersebut. Keadaan air pada suatau lahan juga dipengaruhi oleh iklim setempat.
Dengan mengetahui keadaan iklim, maka akan mudah memperkirakan komoditas
tanaman apa yang akan ditanam atau dibudidayakan. Iklim merupakan salah satu
faktor pembatas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Dengan adanya data iklim, kita dapat menentukan pola tanam di suatu daerah
tertentu. Pola tanam merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam
satu tahun, termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah. Pola tanam ini
diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal, sehingga
resiko kegagalan dapat diminimalisir.
Di daerah tropis seperti di Indonesia, penentuan pola
tanam didasarkan pada banyaknya curah hujan. Curah hujan ini menentukan
ketersediaan air di suatu tempat. Air merupakan salah satu faktor penting untuk
pertumbuhan tanaman. Sehingga, penentuan pola tanam untuk varietas tanaman
perlu disesuaikan dengan besar atau kecilnya curah hujan, agar pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dapat berlangsung secara optimal. Praktikum ini bertujuan untuk menghitung kebutuhan
air konsumtif suatu tanaman berdasarkan keadaan iklim suatu wilayah. Setelah
dihitung dan diketahui kebutuhan air konsumtif suatu tanaman, maka dapat
diketahui komoditas apa yang cocok untuk ditanam di suatu daerah pada
bulan-bulan tertentu (waktu tertentu). Dengan memperhatikan
berbagai macam faktor yang mempengaruhi dapat pula diketahui tanaman yang akan
dibudiayakan dapat dilakukan dengan pola tanam tumpang sari atau tumpang gilir.
Selain itu, dapat pula diketahui apakah dibutuhkan irigasi pada lahan tersebut.
Pola tanam tumpang sari
adalah sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua atau lebih jenis tanaman
yang ditanam serentak/bersamaan pada sebidang tanah. Sistem tumpang sari
sebagian besar dikelola pada pertanian lahan kering yang hanya menggantungkan
air hujan sebagai sumber air utama. Tumpang gilir (relay cropping) adalah cara bercocok tanam dimana satu bidang
lahan ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan waktu
panen dan tanam. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman
musim pertama.
Setelah data diperoleh,
maka akan ditentukan pola tanam untuk ketiga tanaman berikut ini:
1.
Terong (Egg Plant)
Terong
(Solanum melongena) termasuk famili Solanaceae dan tergolong dalam
tanaman setahun. Terung dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi.
Tanah yang cocok untuk pertanaman terung adalah tanah yang subur, tidak
tergenang air, pH 5-6, dan berdrainase baik. Tanah berpasir atau lempung
berpasir merupakan jenis tanah yang cocok untuk usaha terung. Apabila akar
tergenang, tanaman terung akan terhambat pertumbuhannya, juga mudah terserang
penyakit layu bakteri (Ralstonia
Solanacearum) dan layu yang disebabkan oleh jamur. Waktu tanam yang baik
yaitu pada awal musim kemarau (Maret/April) atau pada awal musim penghujan
(Oktober/November). Tanaman
ini dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi dengan suhu udara 22 – 30 oC.
Jenis tanah yang paling baik untuk budidaya tanaman ini adalah tanah lempung
berpasir, subur, kaya bahan organik, aerasi dan drainase baik dan pH antara
6,8-7,3. Terong sangat cocok ditanam pada musim kemarau karena membutuhkan
sinar matahari yang cukup.
Tanaman terong berumur 15 dasarian dalam satu siklus
hidup. Tanaman terong ini ditanam pada dasarian ketiga di bulan November 2004
dengan sistem monokultur. Dalam waktu penanaman tanaman terong dilakukan
pemberian air dengan cara irigasi karena kebutuhan air tanaman ada yang belum
bisa terpenuhi oleh curah hujan yang ada pada waktu tersebut. Pada
waktu ini kebutuhan air tanaman dasarian 1 hingga 4 tercukupi oleh ketersediaan
air, namun pada dua dasarian berikutnya yaitu dasarian ke-5 dan 6 air tidak
tersedia cukup untuk kebutuhan tanaman sehingga dibutuhkan air irigasi. Hal ini
sama halnya dengan dasarian ke-8, 1, dan 15 juga diperlukan irigasi. Irigasi
yang dibutuhkan pada dasarian ke-5 adalah sebanyak 25,42 mm per dasarian, sedangkan pada dasarian ke-6 tanaman membutuhkan
irigasi sebanyak 25,80 mm. Jika ditotal keseluruhan, irigasi yang dibutuhkan
pada satu siklus musim tanam tanaman terong adalah 118,43 mm.
2.
Rami (Flax)
Sastrosupadi
dan Isdijoso (1992) menyatakan bahwa rami tergolong tanaman yang pertumbuhan
vegetatifnya cepat karena setiap 2 bulan sekali harus dipanen atau dipotong
agar pertumbuhan batang yang berasal dari rizom dapat terpacu. Berdasarkan
sifat itu, rami membutuhkan air yang cukup tersedia sepanjang tahun serta tanah
yang subur dan gembur. Agar pertumbuhannya baik atau berproduksi tinggi, rami
memerlukan ketersediaan air sepanjang tahun sehingga daerah yang cocok untuk
pertanaman rami adalah daerah dengan tipe iklim A dan B menurut klasifikasi
Oldeman (Sastrosupadi et al., 1992).
Menurut Suratman dan Suharjan (1984), sebaiknya rami dikembangkan di daerah
dengan klasifikasi curah hujan tipe B dan C menurut Schmidt dan Ferguson
(1951), yakni daerah dengan bulan basah 6 sampai 9 bulan dengan bulan kering
kurang dari 3-4 bulan. Persyaratan itu menuntut daerah pengembangan yang
beriklim basah dan tanah yang tinggi kandungan bahan organiknya (Djafaruddin et al., 1992 dalam Sastrosupadi dan
Isdijoso, 1992).
Tanaman
rami memiliki fase pertumbuhan yang lebih lama yaitu 21 dasarian. Tanaman rami
ini ditanam pada dasarian kedua di bulan November 2004 dengan sistem
monokultur. Dalam waktu penanaman tanaman terong dilakukan pemberian air dengan
cara irigasi karena kebutuhan air tanaman ada yang belum bisa terpenuhi oleh
curah hujan yang ada pada waktu tersebut. Pada waktu ini
kebutuhan air tanaman dasarian 1, 6, 7, 9, dan 12 belum tercukupi oleh
ketersediaan air sehingga dibutuhkan air irigasi. Jika ditotal keseluruhan,
irigasi yang dibutuhkan pada satu siklus musim tanam tanaman rami adalah 330,45
mm.
3.
Gandum (Grain)
Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari
daerah subtropik dan salah satu serealia dari famili Gramineae (Poaceae).
Komoditas ini merupakan bahan makanan penting di dunia sebagai sumber kalori
dan protein. Tanaman gandum merupakan tanaman subtropis, maka apabila
dikembangkan di daerah tropis antara lain Indonesia periode penanaman gandum
lebih singkat sehingga penanaman bisa dilakukan lebih dari sekali setahun jika
kondisi lingkungan khusus suhu, kelembaban udara dan curah hujan memungkinkan.
Penentuan awal tanam harus tepat, hal ini berkaitan dengan ketersediaan air
saat awal pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman gandum. Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman gandum dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, selain itu juga
aspek tanah. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi semua unsur iklim dan perkembangan
tanaman dipengaruhi secara kuat oleh suhu dan panjang hari. Selain aspek iklim
dan tanah permasalahan pengembangan gandum di Indonesia adalah varietas, waktu
tanam, hama dan penyakit serta persaingan dengan anaman lain yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi (Tobing, 1987).
Gandum adalah
tanaman mesophyta yang dapat tumbuh
dengan baik pada kisaran hujan yang lebar, baik di daerah-daerah semiarid
maupun di daerah humid. Di Amerika khususnya di daerah penghasil utama untuk
hard red spring wheat curah hujan tahunan berkisar antara 250 mm-750 mm, 75%
dari curah hujan tersebut turun pada waktu masa pertumbuhan Willson (1955) dalam Satari et. al. (1976).
Di India gandum dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata
1500 mm per tahun Evan (1957). Sedangkan untuk Indonesia petani menanam pada
curah hujan tahunan 1500 mm 2000 mm di Jawa Timur, dan di atas 2000 mm di Jawa
Barat dan Jawa Tengah.
Tanaman Gandum
memiliki fase pertumbuhan yang lebih lama yaitu 15 dasarian. Tanaman Gandum ini ditanam pada dasarian kedua di
bulan November 2004 dengan sistem monokultur. Dalam waktu penanaman tanaman
gandum dilakukan pemberian air dengan cara irigasi karena kebutuhan air tanaman
ada yang belum bisa terpenuhi oleh curah hujan yang ada pada waktu tersebut. Pada
waktu ini kebutuhan air tanaman dasarian
5,6,8, dan 11 belum tercukupi oleh ketersediaan air sehingga dibutuhkan
air irigasi. Jika ditotal keseluruhan, irigasi yang dibutuhkan pada satu siklus
musim tanam tanaman gandum adalah 134,51 mm.
Berdasarkan
hasil perhitungan dengan menggunakan rumus empiris, tanaman terong, gandum, dan
rami tidak dapat ditanam dengan pola tanam tumpang sari. Hal ini
dikarenakan ketersediaan air di lahan
tidak mencukupi kebutuhan air tanaman. Jika dilakukan irigasi juga akan menimbulkan
kerugian biaya yang besar. Oleh karena itu, pola tanam yang mungkin dilakukan
adalah sistem tumpang gilir.
VI.
KESIMPULAN
1.
Nilai Eto umum
menggunakan metode penman = 55,29 mm/hari ; radiasi = 44,54 mm/hari
; Blanney Criddle = 39,34 mm/hari.
2.
Metode yang paling baik adalah metode
Penman.
3.
Berdasarkan perhitungan Etc, tanaman
rami, terong, gandum ditanam menggunakan metode tumpang gilir dengan waktu
penanaman dimulai dibulan November.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, S. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dutta, B., W. N. Smith, B. B. Grant, E. Pattey, R. L.
Desjardins, and C. Li. 2016. Model development in DNDC for the prediction of
evapotranspiration and water use in temperate field cropping systems.
Environmental Modelling & Software 80: 9-25.
Evans, E.F & R.L. Donahue,
1957. Exploring Agriculture. Pretice Hall Engliwood
Cliffs,
New Jersey.
Kisi, O. 2016. Modeling reference evapotranspiration
using three different heuristic regression approaches. Agricultural Water Management
169: 162-172.
Nichols, J., Eichinger, Copper, D. I. Prueger, L. E.
Hipps, C.M.U Neale, and A. S. Bawazir. 2004. Comparison Of Evaporation
Estimation Methods For a RIparian Area. IIHR Technical Report. Coolege of
Engineering. University of Iowa.
Poisson, A., A. Fernandez, D. G. Perez, R. Barille,
and J. C. Dupont. 2016. Thin laser beam wandering and intensity fluctuations
method for evapotranspiration measurement. Optics & Laser Technology 80:
33-40.
Sastrosupadi,A., dan Isdijoso. 1992. Teknologi
budidaya rami. Pros. Seminar Rami.
Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.
Sastrosupadi,A.,B.Santoso, dan Djumali. 1992c.
Pengaruh pemberian N, P, K, Cu, Zn, dan kapur terhadap pertumbuhan dan produksi
rami di lahan gambut Bengkulu pada panen VII-XII. Pros. Seminar Rami. Balai
Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.
Satari., E. Syamsudin dan Tati Nurmala. 1976. Studi
Gandum Direktorat Bina Produksi
Tanaman Pangan Jakarta
Schmidt, F. H., and P. J. A. Ferguson. 1951. Rainfall
type based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinee.
Verhandelingen No. 42.
Singh, R. P., J. F. Parr, and B. A. Stewart. 1990.
Advances in Soil Science Volume 13: Dryland Agriculture, Strategis for
Sustainability. Springer-Verlag. New York.
Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1993. Hidrologi
untuk Pengairan. Pradnya Paramitha. Jakarta.
Suratman, W., dan M. Soeharjan. 1984. Rami (Boehmeria
nivea Gaud). Balai Penelitian Tanaman Industri Bogor. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri.
Tobing B.L. 1987. Pengaruh Status Air Tanah terhadap
Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Gandum. Skripsi J.G dan M. Fakultas MIFA. IPB. Bogor.
Xu, C.Y. and V. P. Singh. 2002. Cross comparison of
empirical equations for calculating potential evapotranspiration with data from
Switzerland. Journal Water Resources Management 16:197-219.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar