Selasa, 26 April 2016

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN ACARA IV PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI DENGAN RUMUS-RUMUS EMPIRIS MENGGUNAKAN DATA IKLIM


Description: Description: C:\Users\hapsaribka\Pictures\Logo+UGM++.jpg
Disusun Oleh:
                                              
                                              
                                              
                                              
                                              
                                                           
                                               Golongan/kelompok  :
                                               Asisten Praktikum      :

LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016


ACARA IV
PERHITUNGAN EVAPOTRANSPIRASI DENGAN RUMUS-RUMUS EMPIRIS MENGGUNAKAN DATA IKLIM

ABSTRAK
Praktikum Pengolahan Air acara IV ini dilaksanakan pada hari Jumat, 4 Maret 2016 di Laboratorium Agrohidrologi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Praktikum ini bertujuan untuk menghitung kebutuhan air konsumtif suatu tanaman berdasarkan keadaan iklim suatu wilayah. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan air konsumtif yaitu evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan proses pengembalian sejumlah air total ke atmosfir dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Kebutuhan air konsumtif suatu tanaman (Etc) merupakan nilai evapotranspirasi yang mewakili efek-efek beberapa faktor meteorologi. Evapotranspirasi dibedakan menjadi dua yaitu evapotranspirasi aktual  yang dipengaruhi faktor fisiologi tanaman serta faktor tanah, dan evapotranspirasi potensial yang dipengaruhi faktor meteorologi. Pada praktikum digunakan metode Blaney Criddle, radiasi, dan Penman untuk menghitung evapotranspirasi. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa kebutuhan air konsumtif tanaman berdasarkan data curah hujan (PCH 75%), nilai Eto umum menggunakan metode metode penman = 55,29 mm/hari ; radiasi = 44,54 mm/hari ; Blanney Criddle = 39,34 mm/hari.

Kata kunci: Evapotranspirasi, Kc, Etc,

I.         PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam bidang pertanian, dibutuhkan air untuk dapat memenuhi kebutuhan tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Air yang dibutuhkan dalam jumlah banyak terkadang tidak dapat dipenuhi. Hal ini terjadi karena perubahan iklim yang tidak menentu. Pada saat musim kemarau, air sulit untuk didapatkan sehingga petani harus memiliki cara untuk dapat tetap bertani. Cara yang sering digunakan adalah dengan pembuatan irigasi untuk lahan pertanian.
Untuk dapat mengetahui kebutuhan irigasi maka perlu mengetahui jumlah kebutuhan air pada setiap tanaman. Ketersediaan air dan jumlah air yang mengalami penguapan perlu diketahui. Tanaman dan tanah akan mengembalikan air ke atmosfer sehingga air yang ada di dalam tubuh tanah dan tanaman berkurang. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penguapan. Dalam hal ini perlu dilakukan pengamatan untuk mengetahui kehilangan air pada tanaman serta mengetahui kebutuhan air yang diperlukan pada setiap tanaman. Untuk mengetahuinya, ada beberapa cara yang dapat dilakukan salah satu contohnya adalah dengan penggunaan alat ukur Lysimeter.

B.  Tujuan
Menghitung kebutuhan air konsumtif suatu tanaman berdasarkan keadaan iklim suatu wilayah.


II.   TINJAUAN PUSTAKA
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan tanah, air dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer. Dengan kata lain, besarnya evapotranspirasi adalah jumlah antara evaporasi (penguapan air berasal dari permukaan badan air) dan transpirasi (penguapan air tanah ke atmosfer melalui vegetasi). Intersepsi juga merupakan proses penguapan air ke atmosfer melalui tajuk vegetasi, bedanya dengan transpirasi adalah bahwa pada proses intersepsi air yang diuapkan kembali ke atmosfer tersebut adalah air hujan yang tertampung sementara pada permukaan tajuk dan bagian lain dari suatu vegetasi. Dengan kata lain, pada proses transpirasi, air yang diuapkan kembali ke atmosfer berasal dari dalam tanah. Pada proses intersepsi, air yang diuapkan adalah air yang berasal dari curah hujan yang berada pada permukaan  daun, ranting dan cabang dan belum sempat masuk ke dalam tanah (Asdak, 1995). Menurut Singh et al. (1980), pada peristiwa evapotranspirasi suatu vegetasi sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, seperti intensitas cahaya, lama  penyinaran, suhu, kelembaban udara, kecepatan   angin,   tekanan   udara   serta   faktor   tanaman   sendiri (koefisien   tanaman). Koefisien tanaman menunjukkan karakteristik dari suatu tanaman dalam menentukan kebutuhan air.
Perubahan iklim dan kebutuhan air meningkat selama beberapa tahun terakhir. pengelolaan sumber daya air menjadi penting untuk pertanian. Salah satu solusi jangka panjang terletak pada pemahaman bagaimana seseorang dapat meningkatkan efisiensi dengan yang air digunakan untuk mengurangi pemborosan. Seperti penggunaan air untuk pertanian dikenakan peningkatan pengawasan dari pembuat kebijakan dan lingkungan, hasilnya adalah bahwa pertanian berada di bawah tekanan untuk menunjukkan air yang sedang digunakan secara efisien. Banyak metode yang tersedia untuk memberikan informasi pada penggunaan air tanaman (atau evapotranspirasi, ET), persyaratan irigasi tanaman, dan efisiensi dengan yang tanaman daerah diproduksi, atau efisiensi penggunaan air (Poisson et al., 2016).
Di bidang pertanian, akurat estimasi ET, yang merupakan ukuran dari tanaman dan tanah kehilangan air ke atmosfer, dapat membantu merumuskan pilihan manajemen yang menguntungkan untuk memaksimalkan produksi seperti pilihan tanaman dan jenis kultivar, persyaratan drainase, kontrol permukaan air, jumlah irigasi, dan penjadwalan mesin pertanian gunakan untuk meminimalkan pemadatan tanah. Dalam rangka untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang siklus air di bidang pertanian, terpercaya perkiraan ET termasuk penguapan dari tanah, tanaman dan air permukaan dan transpirasi oleh vegetasi, adalah penting. evapotranspirasi, yang sangat tergantung pada tanaman, cuaca dan tanah kondisi, sangat bervariasi dalam ruang dan waktu (Hanson, 1991cit. Dutta et al., 2016).
Akurat estimasi evapotranspirasi (ET) memiliki besar penting dalam banyak penelitian seperti keseimbangan air hidrologi, desain dan sistem ofirrigation manajemen, simulasi hasil panen, perencanaan dan pengelolaan sumber daya air. estimasi ET juga sangat penting untuk menjelaskan banyak masalah teoritis di bidang hidrologi dan meteorologi. Data ET digunakan sebagai sumber untuk menilai areal banyak tanaman yang bisa diairi dengan jumlah air yang diberikan dalam pengembangan proyek-proyek irigasi (Chauhan dan Shrivastava, 2008 cit Kisi, 2016).
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap besarnya evapotranpirasi,   maka   dalam   hal   ini   evapotranspirasi   perlu   dibedakan   menjadi evapotranspirasi   potensial   (PET)   dan   evapotranspirasi   aktual   (AET).   PET   lebih dipengaruhi oleh  faktor-faktor   meteorologi, sementara AET   lebih dipengaruhi  oleh faktor fisiologi tanaman dan unsur tanah. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi PET adalah radiasi panas matahari dan suhu, kelembaban atmosfer dan angin dan secara umum besarnya PET akan meningkat ketika suhu, radiasi panas matahari, kelembaban dan kecepatan angin bertambah besar (Asdak, 1995). Pada waktu pengukuran evaporasi, maka   kondisi/keadaan   ketika   itu   harus   diperhatikan,   mengingat   faktor   itu   sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Kondisi-kondisi itu tidak merata di seluruh daerah, umpamanya di bagian yang satu disinari matahari dan di bagian yang lain berawan (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).



III.   METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara 4 berjudul Perhitungan Evapotranspirasi dengan Rumus-Rumus Empiris Menggunakan Data Iklim dilaksanakan pada hari Jum’at, 4 Maret 2016. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Agrohidrologi, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Alat dan bahan yang diperlukan untuk praktikum ini antara lain alat ukur data iklim lengkap dari stasiun iklim yang mewakili (minimum 10 tahun pengamatan), alat tulis, penggaris, spidol, millimeter block, dan plastik mika. 
Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah data iklim dipersiapkan. Langkah selanjutnya adalah pada lembar Metode Penman dilakukan perhitungan dan tabel dilengkapi sesuai dengan data iklim yang sudah disediakan. Tabel tersebut adalah untuk perhitungan  evapotranspirasi. Setelah tabel diisi lengkap, langkah selanjutnya adalah dengan menghitung Eto umum. Hasil perhitungan Eto tersebut diformulasikan dengan Kc (koefisien tanaman, yang dapat dilihat di tabel yang telah disediakan kemudian digambar grafik pada kertas millimeter block) hingga didapatkan hasil Etc. Selanjutnya adalah perhitungan untuk curah hujan sehingga didapatkan nilai curah hujan peluang 75%. Nilai curah hujan peluang 75% tersebut kemudian digambar menjadi grafik pCH di kertas millimeter block. Setelah itu, hasil Etc yang sudah didapatkan, disalin ke plastik mika. Langkah selanjutnya plastik mika tersebut ditempelkan ke kertas millimeter block yang sudah terdapat data  peluang curah hujan 75%. Baru dilakukan penarikan kesimpulan untuk irigasi diperlukan atau tidak pada dasarian-dasarian tersebut.









IV.   HASIL PENGAMATAN

Metode
Eto (mm/hari)
JAN
FEB
MAR
APR
MEI
JUN
JUL
AGS
SEP
OKT
NOV
DES
Penman
5.77
5.24
5.67
5.56
5.28
4.89
5.11
5.62
5.63
5.2
4.9
5.78
64.7
Radiasi
5.2
3.8
5
2.8
4.8
4.5
4.75
4.9
4.6
4.1
4
4.15
52.6
Blanney-Criddle
4.1
3.2
4.2
3.9
3.9
3.85
3.85
3.95
3.9
3.4
4
4.25
46.5
Tabel 1. Perhitungan Eto menggunakan berbagai metode

Tabel 2. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Terong
Tanaman 1.
Jenis tanaman                          : Terong (Egg Plant)
Ditanam pada dasarian ke       : III (tiga)
Bulan                                       : November
Tahun                                      : 2004
Dasarian (thdp tanaman)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
P CH 75 %
142.52
158.10
42.48
161.38
8.86
17.88
129.40
49.86
135.96
163.84
25.26
63.80
137.60
99.06
31.82
Etc
19.35
19.35
19.35
24.33
34.28
43.68
53.63
58.05
58.05
58.05
58.05
58.05
58.05
58.05
58.05
Irigasi
123.17
138.75
23.13
137.05
-25.42
-25.80
75.77
-8.19
77.91
105.79
-32.79
5.75
79.55
41.01
-26.23

Tabel 3. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Flax
Tanaman 2.
Jenis tanaman                          : Rami (Flax)
Ditanam pada dasarian ke       : II (dua)
Bulan                                       : November
Tahun                                      : 2004
Dasarian (thdp tanaman)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
P CH 75 %
12.14
142.52
158.10
42.48
161.38
8.86
17.88
129.40
49.86
135.96
163.84
25.26
63.80
137.60
99.06
Etc
19.35
19.35
19.35
23.5
31.52
16.04
47
54.18
55.29
55.29
55.29
55.29
55.29
55.29
27.64
Irigasi
-7.21
123.2
138.75
18.98
129.86
-7.18
-29.12
75.22
-5.43
80.67
108.55
-30
8.51
82.31
71.42

Dasarian (thdp tanaman)
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
XXI
P CH 75 %
31.82
0
31.82
0
0
0
Etc
58.05
58.05
13.82
13.82
13.82
13.82
Irigasi
-26.2
-58.05
18
-13.8
-13.8
-13.82
Tabel 4. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman Grain
Tanaman 2.
Jenis tanaman                          : Gandum (Grain)
Ditanam pada dasarian ke       : II (dua)
Bulan                                       : November
Tahun                                      : 2004
Dasarian (thdp tanaman)
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
P CH 75 %
142.52
158.10
42.48
161.38
8.86
17.88
129.40
49.86
135.96
163.84
25.26
63.80
137.60
99.06
31.82
Etc
19.35
19.35
26.26
40.09
53.91
60.82
60.82
60.82
60.82
60.82
60.82
16.59
16.59
16.59
16.59
Irigasi
123.17
138.75
16.22
121.29
-45.05
-42.94
68.58
-10.96
75.14
103.02
-35.56
47.21
121.01
82.47
15.23


V.      PEMBAHASAN

Air merupakan kebutuhan mutlak suatu tanaman. Kehilangan air yang cukup tinggi pada suatu tahap pertumbuhan tanaman akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan produksi tanaman terganggu. Pengaturan air tanaman sesuai kebutuhan tanaman akan dapat mengoptimalkan produksi tanaman. Kebutuhan air tanaman dapat terpenuhi dari air yang terdapat dalam tanah. Hal ini disebabkan karena dalam penyerapan, tanaman menggunakan akar-akarnya sehingga air yang dapat diserap tanaman hanya air yang terdapat di dalam tanah dalam bentuk air kapiler. Perhitungan evaporasi dari faktor iklim adalah suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kebutuhan air tanaman dapat diketahui tanaman atau komoditas yang cocok untuk ditanam di suatu daerah. Selain itu, dapat diketahui status keperluan penambahan air atau tidak yang menentukan efektif dan efisiennya pengelolaan air pada lahan pertanian. Penentuan jenis tanaman dan pola tanamnya di suatu daerah tentulah harus mempertimbangkan jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman, serta distribusi air yang ada atau tersedia guna memenuhi kebutuhan air konsumtif suatu tanaman. Data iklim suatu wilayah yang akan ditanam tersebut sangat menentukan keberhasilan suatu produksi tanaman yang akan diusahakan.
Praktikum perhitungan evaporasi ini digunakan tiga rumus yaitu dengan menggunakan metode Penman, metode radiasi, dan metode Banley-Criddle. Metode Penman dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi di suatu daerah apabila terdapat data mengenai temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, dan lama penyinaran matahari atau radiasi matahari. Metode Penman lebih sering digunakan karena anasir-anasir iklim yang lebih banyak digunakan dan reseprentatif untuk daerah tropis. Kelemahan metode ini yaitu cenderung  rumit. Metode radiasi digunakan apabila data iklim di suatu daerah tidak terlalu lengkap, misal hanya memiliki data mengenai temperatur udara, lama penyinaran matahari terukur, dan radiasi sehingga data yang ada saling substitusi atau saling menggantikan. Metode Blanley-Criddle  adalah metode yang sederhana menggunakan data terukur. Inputnya cukup temperatur saja. Namun data yang dihasilkan kurang akurat. Estimasi yang dihasilkan sangat kasar atau tidak jelas terutama pada kondisi yang ekstrim, metode ini menjadi tidak akurat. Sebagai contoh pada kondisi lembab berawan, nilai ET0-nya menjadi terlalu tinggi dari perkiraan. Penelitian Nicols et al., (2004) menyatakan bahwa dari berbagai metode perhitungan evapotranspirasi, metode Penman dan metode Priestley Taylor merupakan metode yang memiliki tingkat keakuratan tertinggi. Oleh karena itu, berdasarkan kelengkapan data yang digunakan, maka metode Penman memiliki ketelitian dalam perhitungan evapotranspirasi yang jauh lebih baik bila dibandingkan dengan metode radiasi dan metode Blanley-Criddle. Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode tersebut adalah :
1.        Metode Penman
Metode yang paling sering digunakan yang dideskripsikan secara detail pada buku petunjuk FAO, berisi tentang irigasi dan drainase. Kekurangan dari metode ini adalah cenderung rumit, sedangkan kelebihan metode ini karena lebih lengkap dalam menjelaskan seluruh komponen yang ada.
2.        Metode Radiasi
Metode ini digunakan untuk daerah yang data iklimnya tersedia meliputi temperatur udara dan lama penyinaran terukur, keawanan atau radiasi, tetapi tidak untuk data kelembaban udara dan kecepatan angin terukur.
3.        Metode Blanley-Criddle
Kelebihan dari metode ini adalah lebih aplikatif karena metode ini mudah dilakukan dan hasilnya dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan air konsumtif suatu jenis tanaman. Data yang dipergunakan adalah data iklim suatu iklim yang mencakup suhu, kelembaban, panjang penyinaran, evapotranspirasi, curah hujan, dan kecepatan angin.
Secara umum, metode Blanley-Criddle, metode Penman, dan  metode radiasi dapat digambarkan sebagai berikut :
1.        Metode Penman
Daerah-daerah yang pengukuran data temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, dan lama penyinaran udara atau radiasi matahari tersedia, maka disarankan untuk menggunakan metode Penman yang telah disesuaikan. Apabila dibandingkan dengan metode lain yang telah disajikan tampaknya memberikan hasil akhir yang lebih baik karena data yang digunakan lebih lengkap namun proses perhitungannya cukup lama.


2.        Metode Radiasi
Metode radiasi secara esensial merupakan hasil penyesuaian dari rumus Mekkink. Pengetahuan tentang aras kelembaban udara dan kecepatan angin dibutuhkan dalam metode ini, dan ini semua harus diestimasi menggunakan deskripsi cuaca yang dipublikasikan dan ekstrapolasi dari wilayah sekitarnya atau dari sumber-sumber lokal. Hasil perhitungan data dengan metode Radiasi kurang akurat karena data yang digunakan cukup banyak namun waktu perhitungan tidak terlalu lama.
3.        Metode Blanley-Criddle
Metode ini disarankan untuk suatu daerah yang memiliki data iklim yang tersedia hanya temperatur udara dan panjang penyinaran matahari. Metode ini memang digunakan untuk mengukur kebutuhan air. Dengan parameter data yang sedikit, waktu yang diperlukan untuk perhitungan data cukup cepat namun hasilnya kurang akurat jika dibandingkan dengan metode lain.
Ketiga metode diatas di uji regresi oleh Xu and Singh (2002) dalam hubungan antar metode satu dengan yang lain.

Gambar 1. Grafik Regresi Metode Radiasi dan Penman (Xu and Singh, 2002)
Dalam sebaran regresi pada Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa peningkatan ET radiasi akan disertai dengan peningkatan ET Penman. Hubungan kedua variabel tersebut dapat digambarkan dengan regresi linier. Oleh karena slope bernilai positif maka peningkatan hasil ET radiasi akan terus menyebabkan peningkatan ET Penman tanpa adanya titik balik atau titik puncak. Pada gambar tersebut diketahui bahwa regresi dua variabel tersebut mengikuti persamaan y = 1,05x-0,19. Nilai R2 sangat mendekati 1 yaitu sebesar 0,99% hal tersebut berarti hanya 1 % faktor ET radiasi yang mempengaruhi perhitungan metode ET penman. Metode Penman dan metode Radiasi mendekati nilai regresi sebesar 1 dikarenakan data yang digunakan pada dasarnya sama hanya dibedakan dengan metode radiasi yang tidak menggunakan data kelembaban udara sehingga hasil dari kedua perhitungan dapat dikatakan sama.
Gambar 2. Grafik regresi Blaney-cridle dan penman (Xu and Singh, 2002)
            Gambar 2 menyajikan hubungan regresi ET Blaney-Criddle ke ET penman. Hubungan keduanya digambarkan melalui hubungan linier dengan tren positif naik, nilai dari determinasi di atas adalah bernilai positif dengan persamaan y=-0,4296x+0,384. Dengan kata lain semakin bertambahnya nilai ET Blaney-Criddle maka akan diikuti peningkatan ET Penman. Hal tersebut disebabkan kedua metode tersebut menggunakan data suhu dan penyinaran/radiasi matahari sehingga didapati hasil yang menunjukkan regresi mendekati 1 yaitu 0,92 atau dengan kata lain terdapat 92% faktor ET Blaney Cridle yang mempengaruhi ET Penman. Sedangkan hanya 8% faktor lain yang mempengaruhi ET Penman.
Bidang pertanian memiliki kaitan yang sangat erat dengan air dan kebutuhan tanaman terhadap air tersebut. Keadaan air pada suatau lahan juga dipengaruhi oleh iklim setempat. Dengan mengetahui keadaan iklim, maka akan mudah memperkirakan komoditas tanaman apa yang akan ditanam atau dibudidayakan. Iklim merupakan salah satu faktor pembatas yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dengan adanya data iklim, kita dapat menentukan pola tanam di suatu daerah tertentu. Pola tanam merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam satu tahun, termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan sumber daya secara optimal, sehingga resiko kegagalan dapat diminimalisir.
Di daerah  tropis seperti di Indonesia, penentuan pola tanam didasarkan pada banyaknya curah hujan. Curah hujan ini menentukan ketersediaan air di suatu tempat. Air merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Sehingga, penentuan pola tanam untuk varietas tanaman perlu disesuaikan dengan besar atau kecilnya curah hujan, agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat berlangsung secara optimal. Praktikum ini bertujuan untuk menghitung kebutuhan air konsumtif suatu tanaman berdasarkan keadaan iklim suatu wilayah. Setelah dihitung dan diketahui kebutuhan air konsumtif suatu tanaman, maka dapat diketahui komoditas apa yang cocok untuk ditanam di suatu daerah pada bulan-bulan tertentu (waktu tertentu). Dengan memperhatikan berbagai macam faktor yang mempengaruhi dapat pula diketahui tanaman yang akan dibudiayakan dapat dilakukan dengan pola tanam tumpang sari atau tumpang gilir. Selain itu, dapat pula diketahui apakah dibutuhkan irigasi pada lahan  tersebut.
Pola tanam tumpang sari adalah sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua atau lebih jenis tanaman yang ditanam serentak/bersamaan pada sebidang tanah. Sistem tumpang sari sebagian besar dikelola pada pertanian lahan kering yang hanya menggantungkan air hujan sebagai sumber air utama. Tumpang gilir (relay cropping) adalah cara bercocok tanam dimana satu bidang lahan ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan waktu panen dan tanam. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama.
Setelah data diperoleh, maka akan ditentukan pola tanam untuk ketiga tanaman berikut ini:
1.        Terong (Egg Plant)
Terong (Solanum melongena) termasuk famili Solanaceae dan tergolong dalam tanaman setahun. Terung dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanah yang cocok untuk pertanaman terung adalah tanah yang subur, tidak tergenang air, pH 5-6, dan berdrainase baik. Tanah berpasir atau lempung berpasir merupakan jenis tanah yang cocok untuk usaha terung. Apabila akar tergenang, tanaman terung akan terhambat pertumbuhannya, juga mudah terserang penyakit layu bakteri (Ralstonia Solanacearum) dan layu yang disebabkan oleh jamur. Waktu tanam yang baik yaitu pada awal musim kemarau (Maret/April) atau pada awal musim penghujan (Oktober/November). Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi dengan suhu udara 22 – 30 oC. Jenis tanah yang paling baik untuk budidaya tanaman ini adalah tanah lempung berpasir, subur, kaya bahan organik, aerasi dan drainase baik dan pH antara 6,8-7,3. Terong sangat cocok ditanam pada musim kemarau karena membutuhkan sinar matahari yang cukup.
Tanaman terong berumur 15 dasarian dalam satu siklus hidup. Tanaman terong ini ditanam pada dasarian ketiga di bulan November 2004 dengan sistem monokultur. Dalam waktu penanaman tanaman terong dilakukan pemberian air dengan cara irigasi karena kebutuhan air tanaman ada yang belum bisa terpenuhi oleh curah hujan yang ada pada waktu tersebut. Pada waktu ini kebutuhan air tanaman dasarian 1 hingga 4 tercukupi oleh ketersediaan air, namun pada dua dasarian berikutnya yaitu dasarian ke-5 dan 6 air tidak tersedia cukup untuk kebutuhan tanaman sehingga dibutuhkan air irigasi. Hal ini sama halnya dengan dasarian ke-8, 1, dan 15 juga diperlukan irigasi. Irigasi yang dibutuhkan pada dasarian ke-5 adalah sebanyak 25,42 mm  per dasarian, sedangkan  pada dasarian ke-6 tanaman membutuhkan irigasi sebanyak 25,80 mm. Jika ditotal keseluruhan, irigasi yang dibutuhkan pada satu siklus musim tanam tanaman terong adalah 118,43 mm.
2.        Rami (Flax)
Sastrosupadi dan Isdijoso (1992) menyatakan bahwa rami tergolong tanaman yang pertumbuhan vegetatifnya cepat karena setiap 2 bulan sekali harus dipanen atau dipotong agar pertumbuhan batang yang berasal dari rizom dapat terpacu. Berdasarkan sifat itu, rami membutuhkan air yang cukup tersedia sepanjang tahun serta tanah yang subur dan gembur. Agar pertumbuhannya baik atau berproduksi tinggi, rami memerlukan ketersediaan air sepanjang tahun sehingga daerah yang cocok untuk pertanaman rami adalah daerah dengan tipe iklim A dan B menurut klasifikasi Oldeman (Sastrosupadi et al., 1992). Menurut Suratman dan Suharjan (1984), sebaiknya rami dikembangkan di daerah dengan klasifikasi curah hujan tipe B dan C menurut Schmidt dan Ferguson (1951), yakni daerah dengan bulan basah 6 sampai 9 bulan dengan bulan kering kurang dari 3-4 bulan. Persyaratan itu menuntut daerah pengembangan yang beriklim basah dan tanah yang tinggi kandungan bahan organiknya (Djafaruddin et al., 1992 dalam Sastrosupadi dan Isdijoso, 1992).
Tanaman rami memiliki fase pertumbuhan yang lebih lama yaitu 21 dasarian. Tanaman  rami ini ditanam pada dasarian kedua di bulan November 2004 dengan sistem monokultur. Dalam waktu penanaman tanaman terong dilakukan pemberian air dengan cara irigasi karena kebutuhan air tanaman ada yang belum bisa terpenuhi oleh curah hujan yang ada pada waktu tersebut. Pada waktu ini kebutuhan air tanaman dasarian 1, 6, 7, 9, dan 12 belum tercukupi oleh ketersediaan air sehingga dibutuhkan air irigasi. Jika ditotal keseluruhan, irigasi yang dibutuhkan pada satu siklus musim tanam tanaman rami adalah 330,45 mm.
3.        Gandum (Grain)
Gandum (Triticum aestivum L.) berasal dari daerah subtropik dan salah satu serealia dari famili Gramineae (Poaceae). Komoditas ini merupakan bahan makanan penting di dunia sebagai sumber kalori dan protein. Tanaman gandum merupakan tanaman subtropis, maka apabila dikembangkan di daerah tropis antara lain Indonesia periode penanaman gandum lebih singkat sehingga penanaman bisa dilakukan lebih dari sekali setahun jika kondisi lingkungan khusus suhu, kelembaban udara dan curah hujan memungkinkan. Penentuan awal tanam harus tepat, hal ini berkaitan dengan ketersediaan air saat awal pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman gandum. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum dipengaruhi oleh unsur-unsur iklim, selain itu juga aspek tanah. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi semua unsur iklim dan perkembangan tanaman dipengaruhi secara kuat oleh suhu dan panjang hari. Selain aspek iklim dan tanah permasalahan pengembangan gandum di Indonesia adalah varietas, waktu tanam, hama dan penyakit serta persaingan dengan anaman lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Tobing, 1987).
Gandum adalah tanaman mesophyta yang dapat tumbuh dengan baik pada kisaran hujan yang lebar, baik di daerah-daerah semiarid maupun di daerah humid. Di Amerika khususnya di daerah penghasil utama untuk hard red spring wheat curah hujan tahunan berkisar antara 250 mm-750 mm, 75% dari curah hujan tersebut turun pada waktu masa pertumbuhan Willson (1955) dalam Satari et. al. (1976). Di India gandum dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan rata-rata 1500 mm per tahun Evan (1957). Sedangkan untuk Indonesia petani menanam pada curah hujan tahunan 1500 mm 2000 mm di Jawa Timur, dan di atas 2000 mm di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Tanaman Gandum memiliki fase pertumbuhan yang lebih lama yaitu 15 dasarian. Tanaman Gandum ini ditanam pada dasarian kedua di bulan November 2004 dengan sistem monokultur. Dalam waktu penanaman tanaman gandum dilakukan pemberian air dengan cara irigasi karena kebutuhan air tanaman ada yang belum bisa terpenuhi oleh curah hujan yang ada pada waktu tersebut. Pada waktu ini kebutuhan air tanaman dasarian  5,6,8, dan 11 belum tercukupi oleh ketersediaan air sehingga dibutuhkan air irigasi. Jika ditotal keseluruhan, irigasi yang dibutuhkan pada satu siklus musim tanam tanaman gandum adalah 134,51 mm.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus empiris, tanaman terong, gandum, dan rami tidak dapat ditanam dengan pola tanam tumpang sari. Hal ini dikarenakan  ketersediaan air di lahan tidak mencukupi kebutuhan air tanaman. Jika dilakukan irigasi juga akan menimbulkan kerugian biaya yang besar. Oleh karena itu, pola tanam yang mungkin dilakukan adalah sistem tumpang gilir.









VI.   KESIMPULAN
1.         Nilai Eto umum menggunakan metode penman = 55,29 mm/hari ; radiasi = 44,54 mm/hari ; Blanney Criddle = 39,34 mm/hari.
2.         Metode yang paling baik adalah metode Penman.
3.         Berdasarkan perhitungan Etc, tanaman rami, terong, gandum ditanam menggunakan metode tumpang gilir dengan waktu penanaman dimulai dibulan November.

















DAFTAR PUSTAKA
Asdak, S. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Dutta, B., W. N. Smith, B. B. Grant, E. Pattey, R. L. Desjardins, and C. Li. 2016. Model development in DNDC for the prediction of evapotranspiration and water use in temperate field cropping systems. Environmental Modelling & Software 80: 9-25.

Evans, E.F & R.L. Donahue, 1957. Exploring Agriculture. Pretice Hall Engliwood
Cliffs, New Jersey.

Kisi, O. 2016. Modeling reference evapotranspiration using three different heuristic regression approaches. Agricultural Water Management 169: 162-172.

Nichols, J., Eichinger, Copper, D. I. Prueger, L. E. Hipps, C.M.U Neale, and A. S. Bawazir. 2004. Comparison Of Evaporation Estimation Methods For a RIparian Area. IIHR Technical Report. Coolege of Engineering. University of Iowa.

Poisson, A., A. Fernandez, D. G. Perez, R. Barille, and J. C. Dupont. 2016. Thin laser beam wandering and intensity fluctuations method for evapotranspiration measurement. Optics & Laser Technology 80: 33-40.

Sastrosupadi,A., dan Isdijoso. 1992. Teknologi budidaya rami. Pros. Seminar Rami.
Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.

Sastrosupadi,A.,B.Santoso, dan Djumali. 1992c. Pengaruh pemberian N, P, K, Cu, Zn, dan kapur terhadap pertumbuhan dan produksi rami di lahan gambut Bengkulu pada panen VII-XII. Pros. Seminar Rami. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang.

Satari., E. Syamsudin dan Tati Nurmala. 1976. Studi Gandum Direktorat Bina Produksi
Tanaman Pangan Jakarta

Schmidt, F. H., and P. J. A. Ferguson. 1951. Rainfall type based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinee. Verhandelingen No. 42.

Singh, R. P., J. F. Parr, and B. A. Stewart. 1990. Advances in Soil Science Volume 13: Dryland Agriculture, Strategis for Sustainability. Springer-Verlag. New York.

Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramitha. Jakarta.

Suratman, W., dan M. Soeharjan. 1984. Rami (Boehmeria nivea Gaud). Balai Penelitian Tanaman Industri Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.

Tobing B.L. 1987. Pengaruh Status Air Tanah terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Gandum. Skripsi J.G dan M. Fakultas MIFA. IPB. Bogor.

Xu, C.Y. and V. P. Singh. 2002. Cross comparison of empirical equations for calculating potential evapotranspiration with data from Switzerland. Journal Water Resources Management 16:197-219.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar