ACARA III
KEBUTUHAN
AIR TANAMAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN
AIR
I. TUJUAN
1.
Mengetahui jumlah air yang hilang karena evaporasi dan
transpirasi.
2.
Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama
periode waktu tertentu.
3.
Mengetahui efiensi penggunaan air tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Air
diperlukan tanaman sebagai penyusun protoplasma, pelarut gas, mineral dan bahan
terlarut lain, reaktan dalam proses penting seperti fotosintesis dan hidrolisis
pati menjadi gula serta untuk menjaga turgiditas sel. Penyerapan (absorbsi) air sangat penting bagi
kehidupan sebagian besar tanaman. Air yang ada dalam pori-pori tanah masuk
melalui akar, kemudian batang dan daun untuk kemudian menguap ke lingkungan
lewat stomata (Kramer, 1969).
Sedangkan
tanah merupakan system kompleks yang terdiri atas 4 komponen yaitu batu-batu
(mineral), bahan organik, air dan zat-zat terlarut serta udara. Komposisi
penyusun tanah ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang hidup diatasnya.
Perpaduan sifat fisika (tekstur, struktur, aerasi) dan sifat kimia (pH dan
kandungan hara) dan biologis tanah yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan
penanaman, terdapat tiga fungsi tanah yang primer dalam mendukung kehidupan
tanaman. Yaitu, memberikan unsure-unsur mineral, memberikan air dan sebagai tempat
berpegang daun bertumpu untuk tegak (Harjadi, 2002).
Bercocok
tanam menggunakan air melalui proses transpirasi untuk mendinginkan tanaman dan
membawa unsure hara yang dibutuhkan tanaman dari tanah naik ke atas sampai ke
daun. Proses ini merupakan penggunaan air secara nyata, tumbuhan mengambil air
dan melepaskannya ke atmosfer melalui transpirasi. Air yang dipergunakan dalam
proses ini tidak dapat dipergunakan kembali oleh tumbuhan yang sama dalam
siklus pertumbuhan yang sama. Air yang di transpirasi tersebut masuk ke siklus
air alam dan pada waktunya kembali ke bumi lagi melalui hujan (Anonim,2010).
Tanaman
secara terus menerus menyerap dan kehilangan air. Sebagian besar air hilang
dari tanaman karena menguap dari daun. Pada keadaan hangat, kering dan matahari
cukup terik, sehelai daun dalam satu jam akan melepas-balikan 100% air yang dikandungnya. Selama
kehidupan tanaman, air yang setara dengan 100 kali bobot segarnya hilang
melalui permukaan daun, kehilangan air dalam bentuk uap dari permukaan daun ini
disebut transpirasi (Tarz dan Zeiger, 2002).
Teknik pengairan sebagian daerah akar
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan dapat mempertahankan
pertumbuhan, nodul, biomassa, kadar klorofil daun relatif dan kadar air daun
relatif dan produksi, jika dibandingkan dengan pengairan seluruh daerah akar,
meskipun cenderung dipengaruhi oleh volume air yang digunakan. Pengairan
separuh daerah akar dengan volume pengairan 2 liter/m2 dan 3 liter/m2
dapat menurunkan hasil sekitar 2,97-16,91 % tetapi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air
masing-masing 29,97% dan 23,63% dibandingkan pengairan seluruh akar (Bahrun dkk.,
2012).
Efisiensi penggunaan air (WUE) sering
dianggap sebagai penentu dari hasil dibawah tekanan sebagai komponen ketahanan
tanaman saat kekeringan. Telah digunakan untuk menyiratkan bahwa produksi
tanaman tadah hujan dapat meningkat per satuan air yang digunakan. Oleh karena
itu, peningkatan produksi biomassa dibawah cekaman kekeringan dapat dicapai
dengan memaksimalkan tangkapan air sambil mengalihan bagian terbesar dari tanah
yang tersedia kelembaban terhadap transpirasi stomata. Ini didefinisikan
sebagai efektivitas penggunaan air (WUE) dan itu adalah mesin utama untuk
agronomis atau genetik untuk peningkatan produksi tanaman dibawah terbatasnya
air (Blum, 2009).
III.
METODE
PELAKSANAAN
Praktikum Dasar-Dasar Agronomi Acara 3
dengan judul “Kebutuhan Air Tanaman dan Efisiensi Penggunaan Air” ini dilaksanakan pada Kamis, 14 Maret 2013 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah bibit terong (Solanum
melongena L.), ember, media tanam (kering angin), air keran, kantong
kertas dan kertas bekas. Alat
yang dipakai adalah cangkul, cethok, termohigrometer, neraca dan oven.
Cara kerja yang pertama adalah persiapan media tanam. Ember
kecil diisi dengan 1000 gram
tanah kering angin. Ditambahkan air sebanyak 100 sehingga total beratnya 1100 gram. Disiapkan masing-masing satu buah ember untuk tiap perlakuan untuk setiap kelompok. Perlakuan A (pada suhu tinggi), ember berisi tanah dan
air dengan berat total 1100 gram tanpa tanaman sebagai kontrol untuk mengetahui
air yang hilang karena proses evaporasi diletakkan di dalam rumah kaca. Ember
berisi tanah dan air dengan berat total 1100 gram yang ditanami tanaman terong untuk mengetahui air yang hilang karena proses
evapotranspirasi diletakkan di dalam rumah kaca. Perlakuan B (pada suhu sedang), ember berisi tanah dan air dengan berat
total 1100 gram tanpa tanaman sebagai kontrol untuk mengetahui air yang hilang
karena proses evaporasi diletakkan di samping rumah kaca. Ember berisi tanah
dan air dengan berat total 1100 gram yang ditanami tanaman terong untuk mengetahui air yang hilang karena proses
evapotranspirasi diletakkan di samping rumah kaca. Perlakuan diulang sebanyak
jumlah kelompok dalam satu golongan. Diambil contoh tanaman
terong untuk ditentukan luas
daun dan bobot keringnya.
Tanaman dipelihara selama 21 hari setelah pindah tanam. Cara kerja yang kedua adalah
pengamatan. Ditentukan air yang hilang karena evaporasi dan
evapotranspirasi dimulai 4 hari setelah
penanaman, dengan intrval 4 hari sekali, sebanyak 4 periode pengamatan. Bobot awal ember baik dengan tanaman maupun tanpa tanaman
adalah 1100 gram. Setelah 4 hari, bobotnya akan berkurang karena proses evaporasi dan evapotranspirasi. Selisih bobot
inilah yang ingin ketahui. Ditimbang ember saat pengamatan pada hari
ke 4, 8, 12 dan 16. Dicatat pula suhu pada saat pengamatan. Bila bertepatan dengan hari libur, pengamatan
diajukan/diundurkan pada hari biasa. Selisih bobot awal dengan akhir ember dengan tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena
evapotranspirasi. Sedangkan selisih bobot awal dengan akhir pada ember tanpa tanaman
merupakan jumlah air yang hilang karena evaporasi. Selisih antara kebutuhan air
untuk evaporasi dan evapotranspirasi merupakan kebutuhan air untuk transpirasi.
Setelah dilakukan penimbangan
pada waktu yang telah ditentukan, kembali ditambahkan air ke ember hingga beratnya kembsli menjadi 1100 gram. Kebutuhan air tanaman untuk proses evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi dinyatakan dalam satuan gram air per satuan luas per hari. Untuk pengukuran luas permukaan ember dan luas daun dihitung
dengan rumus :
Luas pola Daun =
|
W pola (gram )
|
x luas standart ( cm2)
|
w Standart ( gram)
|
Setelah pengamatan keempat selesai, hasil pengukuran evaporasi, transpirasi dan
evapotranspirasi selama 16 hari ditotal, sebagai air yang dibutuhkan. Dilakukan pemanenan pada hari ke-21, ditentukan bobot kering tanaman. Selisih antara bobot kering tanamanan hari ke-21
dengan bobot kering saat tanam merupakan biomasaa tanaman yang dihasilkan
selama periode tersebut. Terakhir
ditentukan efisiensi penggunaaan air ( water use efficiency/WUE) dengan rumus :
WUE =
|
x 100 %
|
|
Air yang dibutuhkan
|
IV. HASIL PENGAMATAN
Dari
hasil percobaan Acara III dengan judul
“Kebutuhan Air Tanaman dan Efisiensi Penggunaan Air” diperoleh data golongan
sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil
pengamatan laju evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi dan kebutuhan air pada
tanaman terong pada suhu sedang.
Hari ke-
|
Perlakuan
|
|||
Suhu tinggi
|
Suhu sedang
|
|||
Dengan (gr)
|
Tanpa (gr)
|
Dengan (gr)
|
Tanpa (gr)
|
|
4
|
1000
|
1026,67
|
996,67
|
1005
|
7
|
1030
|
1031,67
|
1015,83
|
1046,67
|
11
|
1045
|
1050
|
1043,33
|
1033,33
|
14
|
1014.17
|
1030,83
|
1011,67
|
1021,67
|
18
|
1068.33
|
1066,67
|
1046,67
|
1066,67
|
21
|
1064.17
|
1039,17
|
1045,83
|
1038,33
|
Tabel 2. Hasil perhitungan WUE
WUE
|
|
Dalam
|
Luar
|
-1,18
|
-0,317
|
V. PEMBAHASAN
Transpirasi adalah penguapan yang
terjadi dari tanaman melalui sel stomata pada daun. Air yang dihisap oleh daun
setelah proses fisiologis akan diuapkan kembali melalui sel stomata. Sel
stomata ini pada malam hari akan tertutup sehingga transpirasi hanya terjadi
pada siang hari saja. Laju transpirasi selain dipengaruhi
oleh masukan energi yang diterima tumbuhan dan perbedaan potensi air antara
rongga substomatal dengan udara di sekitar daun, juga dipengaruhi oleh daya
hantar stomata. Daya hantar stomata merupakan ukuran kemudahan bagi uap air
untuk melalui celah stomata. Daya hantar stomata ini akan ditentukan oleh
besar-kecilnya bukaan celah stomata. Tanaman yang banyak mengalami transpirasi
memerlukan air yang diambil melalui akar dari dalam tanah. Tanaman yang tumbuh
di air seperti teratai dan enceng gondok menghisap air melalui akar-akar yang
berada dalam air.
Evaporasi dapat terjadi dari permukaan air bebas seperti bejana berisi
air, kolam, waduk, sungai ataupun laut.
Proses evaporasi dapat terjadi pada benda yang mengandung air, lahan
yang gundul atau pasir yang basah. Pada
lahan yang basah, evaporasi mengakibatkan tanah menjadi kering dan dapat
mempengaruhi tanaman yang berada di tanah itu. Pemakaian mulsa di permukaan
tanah dapat memperkecil terjadinya evaporasi. Faktor iklim yang mempengaruhi
evaporasi : radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara dan angin.
Tempat-tempat dengan radiasi matahari tinggi mengakibatkan evaporasi
tinggi, karena evaporasi memerlukan energi. Umumnya radiasi matahari tinggi
diikuti suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah. Kedua hal ini dapat
memacu terjadinya evaporasi. Angin yang kencang membuat kelembaban udara
rendah, hal ini juga memacu terjadinya evaporasi. Laju evaporasi sangat
tergantung pada masukan energi yang diterima. Semakin besar jumlah energi yang
diterima, maka akan semakin banyak molekul air yang diuapkan. Sumber energi
utama untuk evaporasi adalah radiasi matahari. Oleh sebab itu, laju evaporasi
yang tinggi tercapai pada waktu sekitar tengah hari. Selain masukan energi,
laju evaporasi juga dipengaruhi oleh kelembaban udara di atasnya. Laju
evaporasi akan semakin terpacu jika udara diatasnya kering (kelembaban rendah),
sebaliknya akan terhambat jika kelembaban udaranya tinggi. Selain faktor lingkungan, evaporasi
juga dipengaruhi
oleh kadar lengas tanah. Kadar lengas tanah merupakan banyaknya air yang ada di
dalam pori tanah. Semakin tinggi kadar lengas tanah, maka laju dan faktor
internal tumbuhan evaporasi juga semakin tinggi.
Evapotranspirasi adalah jumlah air pada suatu
areal bertanam yang digunakan untuk transpirasi, diuapkan dari tanah dan
permukaan tanah serta diintersepsi oleh tanaman. Evapotranspirasi adalah
perpaduan dua proses evaporasi dan
transpirasi. Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi merupakan salah satu
komponen penting dalam hidrologi karena proses tersebut dapat mengurangi
simpanan air dalam badab-badan air, tanah, dan tanaman. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi. Faktor terdebut antara lain iklim,
jenis tanaman, jenis tanah dan topografi. Air yang hilang melalui
evapotranspirasi perlu diperhitungkan agar tanaman tidak mengalami kekurangan
air.
Evapotranspirasi maksimum dapat terjadi dari lahan yang ditumbuhi tumbuhan
rapat, daun-daun menutupi tanah dan tanah dalam kapasitas lapang. Cara menduga
besarnya evapotranspirasi dapat diukur langsung ataupun memakai perhitungan
dari unsur iklim yang mempengaruhi evaporasi. Cara pengukuran langsung memakai
lysimeter. Ada 2 (dua) macam lysimeter, yaitu lysimeter drainase dan lysimeter
timbang. Jumlah air hujan atau air
siraman dapat diketahui dalam satuan mm, demikian juga yang merembes
(perkolasi) melalui kran di bagian bawah lysimeter. Air yang tidak terukur ialah air yang hilang
melalui evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi melalui mulut daun. Melalui perhitungan neraca air jumlah
evapotranspirasi dapat diketahui.
Efisiensi penggunaan air (WUE)
merupakan suatu konsep yang luas yang dapat didefinisikan pada berbagai aspek.
Untuk petani, efisiensi penggunaan air (WUE) adalah hasil tanaman bididaya yang
diperoleh dari setiap unit penggunaan air irigasi, air hujan, dan kontribusi
penyimpanan air tanah. Hasil tanaman dapat dinyatakan dalam berat kering atau
dalam bentuk biomassa dalam gram. Efisiensi penggunaan air juga dapat diartikan
sebagai jumlah air yang hilang selama produksi biomassa atau pengikatan CO2
pada proses fotosintesis. Pengertian ini didapat dalam proses biokimia
pemecahan dari Rubisco dan pemecahan selama proses difusi CO2 dari
atmosfer ke dalam rongga intraseluler.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi penggunaan air pada tanaman adalah iklim, tanah dan
unsur hara. Pengaruh iklim yang mempengaruhi efisiensi penggunaan air adalah
suhu atau kelembaban udara di sekitar tanaman. Kelembaban udara pada umumnya
dinyatakan dengan kelembaban relatif yang mempengaruhi evapotranspirasi
tanaman. Evapotranspirasi akan meningkat atau lancar apabila kelembaban udara
di sekitar tanaman rendah. Transpirasi tanaman sangat erat hubungannya dengan
penyerapan unsur hara dari dalam tanah. Apabila transpirasi cepat, penyerapan
unsur hara juga akan cepat. Akan tetapi apabila kelembaban udara tinggi
menyebabkan transpirasi menjadi lambat. Selain suhu, radiasi matahari juga
mempengaruhi efisiensi penggunaan air. Semakin besar radiasi matahari maka
mengakibatkan penguapan yang terjadi semakin besar pula karena frekuensi kalor
dalam udara meningkat sehingga untuk menjadi turgiditas tanaman maka tanaman
harus melakukan banyak transpirasi.
Mengetahui banyaknya air
yang dievaporasikan dari tanah dan ditranspirasikan oleh tanaman sangat penting dalam usaha mencegah
tanaman mengalami kekeringan
atau kekurangan air
dengan mengembalikan sejumlah air yang hilang karena evaporasi. Perkiraan evapotranspirasi
sangat penting dalam kajian-kajian hidrometeorologi. Hidrometeorologi merupakan cabang ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara unsur-unsur meteorologi dengan siklus
hidrologi yang meliputi presipitasi (hujan), evaporasi, evapotranspirasi,
temperatur, tekanan udara, sinar matahari dan kecepatan angin. Efisiensi
penggunaan air (WUE) bermanfaat untuk mengetahui bagaimana efisiensi
penggunaan air oleh tanaman, sehingga diharapkan dapat memanfaatkan air yang
terkandung di dalam tanah dapat dipergunakan dengan optimal. Selain itu, dengan WUE, kita bisa mengetahui
berapa persentase (%) tanaman bisa
menggunakan air secara efisien.
Dari data pengamatan diperolah
histogram seperti diatas. Pada perlakuan 1 (suhu tinggi) didapat hasil bahwa
kebutuhan air yang digunakan untuk evaporasi lebih besar dibandingkan jumlah
air yang digunakan untuk transpirasi. Hal tersebut terjadi karena luas
permukaan media tanam lebih besar daripada luas daun. Selain itu kondisi luar
lingkungan (luar rumah kaca) sering berubah-ubah, terkadang panas terkadang
turun hujan dengan intensitas tinggi sehingga mempengaruhi kondisi di dalamnya.
Pada perlakuan 2 (suhu sedang) didapat hasil yang sama dengan dengan perlakuan
1 dimana kebutuhan air yang digunakan untuk evaporasi lebih besar dibandingkan
jumlah air yang digunakan untuk transpirasi. Dari histogram diatas juga dapat
diketahui bahwa jumlah air yang digunakan untuk evaporasi pada suhu tinggi
lebih rendah dibandingkan jumlah air yang digunakan untuk evaporasi pada suhu
sedang, begitu pula data untuk transpirasi. Hasil tersebut tidak sesuai dengan
teori dimana jumlah air yang dievaporasikan dan ditranspirasikan pada
lingkungan bersuhu tinggi akan lebih besar dibandingkan jumlah air yang
dievaporasikan dan ditranspirasikan pada lingkungan bersuhu sedang. Hal ini
mungkin terjadi karena kondisi rumah kaca yang kurang ideal. Apabila terjadi
hujan airnya ada yang masuk sehingga kelembaban udara di dalam rumah kaca
tinggi. Kondisi cuaca yang tidak menentu juga dimungkinkan menjadi faktor
penyebab hasil evaporasi dan transpirasi tidak sesuai dengan teori, dimana
terkadang cuaca sangat panas dan terkadang turun hujan dengan intensitas yang
cukup tinggi.
Pada percobaan kali ini
dilakukan pengamatan untuk memperoleh data tentang tingkat efisisensi
penggunaan air pada tanaman terong. Dari data histogram diatas diperolah hasil
bahwa tingkat efisiensi penggunaan air pada tanaman di lingkungan bersuhu
tinggi (dalam) lebih rendah daripada tingkat efisiensi penggunaan air pada
tanaman di lingkungan bersuhu sedang (luar) yang ditunjukkan dengan nilai
efisiensi yang lebih labih kecil. Hal tersebut terjadi karena pada lingkungan
bersuhu tinggi, tanaman membutuhkan air dengan jumlah yang lebih banyak
dibanding pada lingkungan bersuhu sedang. Pada lingkungan bersuhu tinggi
tingkat evaporasi dan transpirasi lebih tinggi dibandingkan pada lingkungan
bersuhu sedang yang nantinya berpengaruh terhadap nilai efisiensi penggunaan
air (WUE). WUE yang diperoleh pada suhu tinggi adalah -1,18 dan pada suhu
rendah diperoleh -0,317.
KESIMPULAN
1. Jumlah air yang hilang pada tanaman terong
(Solanum melongena L.) karena evaporasi pada suhu tinggi
adalah 354,99 ml dan pada suhu rendah adalah 388,33 ml sedangkan jumlah air
yang hilang karena transpirasi pada suhu tinggi adalah 23,34 ml dan pada suhu
rendah sebesar 51,67 ml.
2.
Jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama 21 hari untuk
tanaman terong (Solanum melongena L.) pada suhu tinggi adalah 382,33 ml dan pada suhu rendah adalah 440,003 ml.
3. Efisiensi
penggunaan air (WUE) tanaman terong (Solanum melongena L.)
pada suhu tinggi sebesar -1,18 dan pada suhu rendah adalah -0,317.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.<http://www.scribd.com/doc/30876072/modul-4-evaporasi_dan_transpirasi>. Diakses tanggal 20 Maret 2011.
Bahrun, A., Rachmawati Hasyid, Muhidin dan Dedi Erawan. 2012. Pengaruh
pengairan separuh daerah akar terhadap efisiensi penggunaan air dan produksi
kedelai (Glycine max L.) pada musim kemarau. J. Agron, indonesia
40m: 36-41.
Blum, A. 2009. Effective use of water (EUW) and notwater-use effeciency
(WUE) is the target of crop yield improvement under drough stress. Field Crop
Risearch 112 : 119-123.
Harjadi,
S. S. M. M. 2002. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kramer, P. J. 1969. Plant and Soil Water
Relationship : A Modern Synthesis. Tata McGraw-Hill. New Delhi.
Tarz and
Zeiger. 2002. Plant Physiologi. 3th ed. Sinauer Associates, Inc.
Maryland.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar