LAPORAN
PRAKTIKUM
DASAR-DASAR
TEKNOLOGI BENIH
ACARA
VIII
KALIBRASI
MOISTURE TESTER
Disusun Oleh :
Nama :
NIM : 13390
Golongan : C1
Prodi : Pemuliaan
Tanaman
Asisten : Mahfud
LABORATORIUM
TEKNOLOGI BENIH
JURUSAN
BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
KALIBRASI
MOISTURE TESTER
ABSTRAKSI
Praktikum
Teknologi Benih Acara VIII dengan judul Kalibrasi Moisture Tester
dilaksanakan
pada 13 April 2015 di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tujuan praktikum ini adalah untuk membandingkan dua metode pengujian
kadar air benih, mengetahui tingkat akurasi moisture tester yang
digunakan, membuat table koreksi apabila ternyata alat tersebut sudah
tidak akurat. Bahan-bahan
yang digunakan meliputi benih jagung (Zea
mays)
dan benih kedelai (Glycine
max).
Adapun alat-alat yang digunakan yaitu electrical moisture tester,
oven, timbangan elektrik, grinder, cawan porselin, desikator, serta
mortar dan penumbuknya. Cara kerja yang digunakan dalam pengujian
kadar air ada dua, yaitu cara langsung dan tidak langsung. Pada cara
langsung dilakukan dengan metode oven, sedangkan cara tidak langsung
dengan electrical
moisture tester.
Kesimpulan yag diperoleh, yaitu metode untuk pengujian kadar air
benih dapat dilakukan dengan metode langsung (oven) dan tidak
langsung (moisture tester electric), pada pengujian kalibrasi
terdapat kesalahan pada moisture tester yang digunakan dalam mengukur
kadar air dalam benih jagung, sedangkan pada benih kedelai tidak
perlu dikalibrasi, tabel koreksi hasil peneraan moisture tester
didapat dari persamaan regresi pengukuran kadar air benih dengan dua
metode yang berbeda.
- PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Kadar
air dalam benih merupakan salah satu penentu mutu benih. Kadar air
tersebut akan mempengaruhi proses penyimpanan pada benih sehingga
dapat menyebabkan mutu benih menjadi bermutu baik atau sebaliknya.
Selain itu kadar air benih juga mempengaruhi indeks vigor dan gaya
berkecambah. Kadar air pada tiap benih berbeda tiap jenisnya.
Alat-alat
Laboratorium Teknologi Benih harus selalu secara rutin ditera agar
selalu memberikan hasil yang benar. Moisture tester (alat pengukur
kadar air benih) adalah alat yang digunakan pada setiap pengujian
benih di laboratorium benih. Oleh sebab itu, diperlukan moisture
tester yang dapat dipercaya yang dapat mendekati kadar air benih
dengan benar dan teliti. Alat pengukur kadar air benih yang banyak
dipakai adalah electrical moisture tester. Alat-alat ini dapat
bekerja lebih cepat daripada alat-alat lain, misalnya oven atau alat
yang menggunakan sinar inframerah. Alat-alat untuk pengujian kadar
air perlu menghasilkan data yang tepat dan akurat agar menghindari
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. Apabila suatu alat
pengujian sudah tidak memberikan hasil data yang kurang tepat maka
perlu dilakukan kalibrasi. Dengan mengetahui kadar air benih dalam
suatu benih maka dapat diketahui daya simpannya. Oleh karena itu,
kalibrasi moisture tester perlu diketahui sehingga dapat membantu di
kemudian hari dalam bidang teknologi benih khususnya.
- Tujuan
- Membandingkan dua metode pengujian kadar air benih.
- Mengetahui tingkat akurasi moisture tester yang digunakan.
- Membuat table koreksi apabila ternyata alat tersebut sudah tidak akurat.
- TINJAUAN PUSTAKA
Penentuan
kadar benih dari suatu kelompok benih sangat penting dilakukan karena
laju kemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar airnya. Di
dalam batas tertentu makin rendah kadar air benih makin lama daya
hidup benih tersebut. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi
sebagian besar benih adalah antara 6% - 8%. Kadar air yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam, sedangkan
dalam penyimpanan menyebabkan meningkatnya aktivitas pernafasan yang
dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih.
Selain itu merangsang perkembangan cendawan dan patogen di dalam
tempat penyimpanan, tetapi perlu diingat bahwa kadar air yang terlalu
rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Chai, 2001).
Kelembaban
nisbi (RH) tempat penyimpanan atau gudang berpengaruh terhadap kadar
air benih yang disimpan. Karena biji kedelai bersifat higroskopis, RH
yang tinggi menyebabkan kadar air benih naik hingga mencapai
keseimbangan. Walaupun kadar air awal benih tinggi, tetapi bila
disimpan dalam ruangan dengan RH 45%, maka kadar air akan turun
menjadi 7,4% dan benih menjadi kering. Sebaliknya, bila kadar air
benih rendah, bila disimpan dalam ruangan dengan RH 90%, maka benih
akan menjadi basah dengan dengan kadar air 18,8% (Kartono, 2004).
Kalibrasi
adalah memastikan hubungan antara harga-harga yang ditunjukkan oleh
suatu alat ukur dengan harga yang sebenarnya dari besaran yang
diukur. Bila berbicara kalibrasi maka kita membahas tentang rangkaian
kegiatan pengukuran instrumen-instrumen ukur secara perbandingan
maupun langsung terhadap standar acuan (Renanta, 2009). Kalibrasi
memberikan manfaat berupa : 1).Adanya jaminan terhadap hasil
produksi yang sesuai dengan standar ISO9000 dan juga sekaligus
pengakuan, 2). Hasil Produksi dijamin sesuai dengan standar yang
telah ditetapkan. 3). Akurasi pembacaan alat ukur terjamin (Morris,
2001). Kalibrasi diperlukan untuk:1). Perangkat baru. 2). Suatu
perangkat setiap waktu tertentu. 3). Suatu perangkat setiap waktu
penggunaan tertentu (jam operasi). 4). Ketika suatu perangkat
mengalami tumbukan atau getaran yang berpotensi mengubah kalibrasi.
5) Ketika hasil pengamatan dipertanyakan (Godfrey,2000).
Pengujian
kadar air dalam benih ini dapat dikerjakan dengan menggunakan dua
cara yaitu dengan metode dasar atau dapat dilakukan dengan suatu alat
yang otomatis menunjukkan kadar air benih secara langsung, maksudnya
dalam waktu sebentar saja, yaiu dengan alat ‘moisture tester’
(Sudikno, 1977). Dengan menggunakan elektrik moisture tester akan
dapat diketahui kadar benih berdasarkan atas sifat konduktivitas dan
sifat elektrik benih. Penentuan kadar air di dalam benih dengan
menggunakan alat ini dapat berlangsung dalam waktu yang singkat, atau
lebih tepat jika dikatakan alat ini mampu memberikan hasil dalam
hitungan beberapa menit saja (Kartasapoetra, 1986).
- METODOLOGI
Praktikum
Teknologi Benih Acara VIII dengan judul Kalibrasi Moisture Tester
dilaksanakan pada 20 April 2015 di Laboratorium Teknologi Benih,
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan meliputi benih jagung
(Zea
mays)
dan benih kedelai (Glycine
max).
Adapun alat-alat yang digunakan yaitu electrical
moisture tester,
oven, timbangan elektrik, grinder, cawan porselin, desikator, serta
mortar dan penumbuknya.
Cara
kerja yang digunakan dalam pengujian kadar air ada dua, yaitu cara
langsung dan tidak langsung. Pada cara langsung dilakukan dengan
metode oven. Pelaksanaan pada metode oven , yaitu benih kedelai dan
benih jagung yang telah disiapkan dihancurkan dengan grinder, dan
ditimbang seberat ±5 gram sebanyak 2 ulangan. Setelah itu oven
dihidupkan dan dibiarkan hingga suhu 130o.
Kemudian cawan porselin beserta tutupnya ditimbang (M1).Benih yang
sudah dihancurkan dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu
cawan+benih+tutup sebelum dioven ditimbang (M2). Setelah itu cawan
berisi benih dimasukkan ke dalam oven selama 2 jam, di dalam oven
tutup cawan dibuka. Setelah 2 jam, tutup cawan dipasang kembali, dan
benih dikeluarkan dari oven. Cawan berisi benih dimasukkan ke dalam
desikator selama 30 menit. Cawan+benih+tutup cawan setelah dioven
ditimbang (M3). Perhitungan kadar air dengan rumus :
Keterangan
:
M1
: berat wadah + tutup (gram)
M2
: berat wadah +isi + tutup sebelum di oven (gram)
M3
: berat wadah +isi + tutup sesudah di oven (gram)
Pada
pengujian kadar air secara tidak langsung dilakukan dengan
menggunakan alat moisture
tester.
Setelah itu, data kadar air metode oven dengan metode moisture
tester
yang telah diperoleh dibandingkan dengan T-test dengan α=5%. Apabila
ternyata tidak ada beda nyata, berarti moisture tester yang ditera
benar adanya. Bila beda nyata, buatkan garis regresinya, dan tabel
penolongnya.
- HASIL DAN PEMBAHASAN
- Hasil
Tabel
1. Kadar air benih
metode |
komoditas |
ulangan |
nilai |
MT |
jagung |
1
|
17.7
|
|
|
2
|
17.5
|
|
|
3
|
18.5
|
|
|
4
|
16.4
|
|
kedelai |
1
|
14.25
|
|
|
2
|
14.4
|
|
|
3
|
14.6
|
|
|
4
|
19.76
|
oven |
jagung |
1
|
15.8
|
|
|
2
|
16.4
|
|
|
3
|
16.6
|
|
|
4
|
16.5
|
|
kedelai |
1
|
17.5
|
|
|
2
|
17.52
|
|
|
3
|
17.8
|
|
|
4
|
14.3
|
Tabel
2. Hasil pengukuran kadar air
metode
|
komoditas
|
|
jagung
|
kedelai
|
|
MT
|
17.525
|
15.7525
|
oven
|
16.325
|
16.78
|
Tabel
3. Analisis
uji T jagung
F-Test Two-Sample for Variances |
|||
|
|
|
|
|
Variable 1
|
Variable 2
|
|
Mean |
17.525
|
16.325
|
|
Variance |
0.749167
|
0.129167
|
|
Observations |
4
|
4
|
|
df |
3
|
3
|
|
F |
5.8
|
|
|
P(F<=f) one-tail |
0.091397
|
|
|
F Critical one-tail |
9.276628
|
|
|
t-Test: Two-Sample Assuming Equal
Variances |
||||
|
|
|
|
|
|
Variable 1
|
Variable 2
|
|
|
Mean |
17.525
|
16.325
|
|
|
Variance |
0.749167
|
0.129167
|
|
|
Observations |
4
|
4
|
|
|
Pooled Variance |
0.439167
|
|
|
|
Hypothesized Mean Difference |
0
|
|
|
|
Df |
6
|
|
|
|
t Stat |
2.560835
|
|
|
|
P(T<=t) one-tail |
0.02143
|
|
|
|
t Critical one-tail |
1.94318
|
|
|
|
P(T<=t) two-tail |
0.04286
|
|
|
|
t Critical two-tail |
2.446912
|
|
|
|
Tabel
4. Analisis
uji T kedelai
F-Test Two-Sample for Variances |
|
|||
|
|
|
|
|
|
Variable 1
|
Variable 2
|
|
|
Mean |
15.7525
|
16.78
|
|
|
Variance |
7.158358
|
2.752267
|
|
|
Observations |
4
|
4
|
|
|
Df |
3
|
3
|
|
|
F |
2.600896
|
|
|
|
P(F<=f) one-tail |
0.226592
|
|
|
|
F Critical one-tail |
9.276628
|
|
|
|
|
|
|
|
|
t-Test: Two-Sample Assuming Equal
Variances |
||||
|
|
|
|
|
|
Variable 1
|
Variable 2
|
|
|
Mean |
15.7525
|
16.78
|
|
|
Variance |
7.158358
|
2.752267
|
|
|
Observations |
4
|
4
|
|
|
Pooled Variance |
4.955312
|
|
|
|
Hypothesized Mean Difference |
0
|
|
|
|
df |
6
|
|
|
|
t Stat |
-0.65277
|
|
|
|
P(T<=t) one-tail |
0.269048
|
|
|
|
t Critical one-tail |
1.94318
|
|
|
|
P(T<=t) two-tail |
0.538096
|
|
|
|
t Critical two-tail |
2.446912
|
|
|
|
- Pembahasan
Kadar
air dalam benih merupakan salah satu penentu mutu benih. Kadar air
tersebut akan mempengaruhi proses penyimpanan pada benih sehingga
dapat menyebabkan mutu benih menjadi bermutu baik atau sebaliknya.
Pada pengujian kadar air digunakan alat, yaitu moisture
tester.
Sehingga alat ini perlu dikalibrasi agar diketahui apakah moisture
tester
yang digunakan masih valid
atau
tidak nilainya, serta agar diketahui data yang diperoleh masih sesuai
atau telah mengalami kesalahan dalam menentukan kadar air.
Oleh karena itu,
kalibrasi moisture
tester
ini sangat penting dilakukan agar dapat menyediakan data yang
mendekati kadar air benih dengan benar dan teliti. Kalibrasi
berfungsi untuk memastikan hubungan antara harga-harga atau
nilai-nilai yang ditunjukkan oleh suatu alat ukur dengan harga
sebenarnya dari besaran yang diukur. Salah satu persyaratan yang
paling penting dari suatu laboratorium pengujian yang baik yaitu
semua peralatan ukurnya dikalibrasikan secara periodik (pada umumnya
satu kali dalam satu tahun).
Berdasarkan
hasil analisis dari kedua metode yang dilakukan, yaitu metode
langsung dan tidak langsung yang ditunjukkan oleh tabel 2, dapat
diketahui bahwa dengan metode moisture
tester kadar
air pada benih jagung, yaitu 17,525 dan benih kedelai mempunyai nilai
kadar air sebesar 15,7525 sedangkan dengan metode oven kadar air pada
benih jagung yaitu 16,323 dan benih kedelai kadar airnya memiliki
nilai sebesar 16,78. Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada benih
kedelai dengan uji T memiliki korelasi yang tidak beda nyata, hal ini
berarti moisture
tester yang
ditera benar adanya, sehingga tidak perlu kalibrasi, sedangkan pada
benih jagung ketika dilakukan uji T memiliki korelasi beda nyata,
sehingga perlu dibuat grafik regresi dan tabel penolong.
Gambar
1. Grafik regresi kadar air benih jagung
Hasil
analis regresi yang diperoleh digunakan untuk mengetahui perlu
tidaknya dilakukan kalibrasi. Pada benih jagung didapatkan data yang
selisihnya cukup signifikan sehingga perlu dilakukan kalibrasi. Pada
benih kedelai tidak perlu dilakukan kalibrasi karena selisih kadar
air yang diperoleh dari praktikum antara metode konvensional (oven)
dengan metode hitung cepat (moisture tester) cukup kecil. Oleh karena
itu, hanya diperlukan kalibrasi untuk alat yang digunakan dalam
mengukur kadar air benih jagung. Berdasarkan grafik tersebut
ditunjukkan nilai R2
sebesar 0,0006 yang nilainya tidak mendekati 1, sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan.
Tabel
5. Tabel koreksi kalibrasi benih jagung
Sebelum
(x) |
Sesudah
(y) |
17.7
|
16.323
|
17.5
|
16.325
|
18.5
|
16.315
|
16.4
|
16.336
|
Berdasarkan
data yang diperoleh dari uji T benih jagung, perlu dibuat grafik
regresi dan tabel koreksi yang ditunjukkan oleh tabel 5. Nilai
koreksi (sesudah) diperoleh dari y regresi. Pada ulangan 1, diperoleh
kadar air sebesar 17,7, dari perhitungan y regresi (y=-0,01x+16,5)
seharusnya 16, 323. Pada ulangan 2, diperoleh kadar air sebesar 17,5,
dari perhitungan y regresi (y=-0,01x+16,5) seharusnya 16, 325. Pada
ulangan 3, diperoleh kadar air sebesar 18,5, dari perhitungan y
regresi (y=-0,01x+16,5) seharusnya 16, 315. Pada ulangan 4, diperoleh
kadar air sebesar 16,4, dari perhitungan y regresi (y=-0,01x+16,5)
seharusnya 16, 336.
Pada
praktikum ini dilakukan pengukuran kadar air pada benih jagung dan
kedelai. Metode yang digunakan, yaitu metode langsung dengan oven,
sedangkan metode tidak langsung adalah dengan menggunakan moisture
tester electric.
Kelebihan dari metode secara langsung dengan oven yaitu kevalidannya
lebih tinggi (metode praktis dan tingkat ketelitiannya cukup tinggi).
Pada prinsipnya mekanisme penggunaan oven untuk pengukuran kadar air
dapat diperoleh dengan mengurangi bobot awal benih sebelum dioven
terhadap bobot benih sesudah dioven, nilai itulah yang merupakan
kadar air benih. Selain itu keunggulan lainnya adalah metode oven
dapat digunakan untuk menguji kadar air semua jenis benih dan
pengujian dengan beberapa ulangan dengan jenis benih yang sama
hasilnya relatif sama atau seragam. Keseragaman hasil pengujian
sangat penting supaya hasil pengujian atau penelitian dapat digunakan
untuk menentukan regulasi atau kebijakan tertentu berkaitan
pengelolaan benih berdasarkan kadar air yang telah diuji. Beberapa
keunggulan tersebut mendorong ISTA (International Seed Testing
Association) sebagai induk penelitian benih merekomendasikan
penggunaan oven untuk pengujian kadar air benih (Mugnisyah dan
Setiawan, 1990).
Kelemahan
dari pengukuran kadar air dengan metode oven yakni membutuhkan
beberapa langkah untuk dapat memperoleh kadar air sehingga waktu yang
dibutuhkan lebih lama. Selain itu jika kadar air benih terlalu tinggi
> 17% harus dilakukan pengeringan pendahuluan supaya kadar air
dapat diturunkan. Ketentuan 17% tidak berlaku secara umum melainkan
berlaku untuk jenis benih tertentu saja, terutama benih orthodox.
Hasil pengukuran kadar air benih rawan terjadi penyimpangan jika
tidak dilakukan pengeringan dengan waktu yant tepat, misalnya jika
terlalu lama proses pengeringan berlangsung kadar air benih akan
sangat rendah yang berakibat terjadinya kerusakan pada benih.
Sebaliknya jika waktu pengeringan kurang lama kadar air benih terlalu
tinggi sehingga membutuhkan pengeringan lebih lanjut. Kekurangan lain
dari metode oven yakni banyak membutuhkan peralatan yang dibutuhkan,
harus sering menimbang bahan yang diuji, serta pengujiannya
membutuhkan waktu yang lebih lama.
Keunggulan
dari metode tidak langsung dengan mengunakan moisture tester yakni
hasil dapat diperoleh secara cepat setelah benih dilakukan pengujian.
Pengukuran kadar air hanya dilakukan satu tahap saja, tidak perlu
mengulang seperti pada pengukuran secara langsung dengan oven.
Sedangkan kelemahannnya adalah hasil pengukuran kadar air jenis benih
tertentu hasilnya tidak sama (tidak seragam), dan moisture tester
tidak bisa digunakan untuk digunakan dalam pengukuran kadar air untuk
semua jenis benih. Selain itu pada moisture tester perlu dilakukan
kalibrasi setiap kali pengukuran, setiap benih harus dilakukan
kalibrasi yang berbeda karena mempunyai kode tertentu yang berbeda.
Moisture tester cenderung kurang teliti jika digunakan untuk mengukur
kadar air yang terlalu rendah. Perlu diketahui bahwa moisture tester
bekerja berdasarkan pengukuran daya hantar listrik (DHL) benih,
sehingga kemampuan pengukurannya berbeda – beda pada kadar air
benih yang berbeda (Mugnisyah dan Setiawan, 1990).
Kelemahan
dari moisture tester yaitu hasil yang diperoleh dari moisture tester
seringkali tidak akurat terutama jika sudah digunakan cukup lama
dikarenakan kerusakan alat atau komponen dalam alat tersebut sudah
tidak dapat bekerja dengan akurat karena usia pakainya. Kelemahan
yang lainnya, alat ini tidak bisa digunakan untuk benih-benih yang
berukuran besar seperti benih mangga dan tidak berlaku untuk semua
jenis benih. Dengan mengunakan moisture tester, kadar air benih
ditentukan berdasarkan atas sifat konduktivitas dan dielektrik benih,
yang keduanya tergantung dari kadar air dan temperatur benih. Oleh
karena itu perlu dilakukan kalibrasi moisture tester secara berkala
untuk mengetahui sejauh mana ketepatan alat tersebut dan juga untuk
mengoreksi nilai yang diperolehnya dengan menggunakan acuan data dari
pengujian dengan oven. Pengukuran kadar air benih dengan metode oven
ini dapat dilakukan untuk semua ukuran benih.
Metode
oven, sekarang metode ini merupakan metode standar yang dianjurkan
oleh ISTA untuk menghitung kadar air benih dan merupakan metode yang
banyak dipakai di negara penghasil benih. (Kuswanto, 1997). Tungku
yang biasa digunakan, dipanaskan dengan lisrik. Udara dalam tungku
pada tekanan atmosfer disirkulasikan secara mekanis. Suhu yang umum
dipergunakan 130oC dengan lama pengeringan 1 jam (Sudikno, 1987).
Atau dipanaskan sampai berat tetap. Kehilangan sebagai akibat
pemanasan ini ditentukan dan dianggap kadar air benih asal. Untuk
benih-benih yang besar dan kering sebaiknya diremukkan terlebih
dahulu ( jangan sampai hancur ), agar panas dapat menyelinap kedalam
benih yang akan dikeringkan apabila benih besar ini kenyataanya masih
dalam kondisi basah, sebaiknya benih semacam ini dikeringkan terlebih
dahulu pada panas matahari (Kartasapoetra, 1989).
Metode
moisture tester, dengan alat ini ditentukan kadar air benih
berdasarkan atas sifat konduktifitas dan dielektrik benih, yang
keduanya tergantung dari kadar air dan tempratur benih
(Kartasapoetra, 1989 ). Dengan mengunakan moisture tester, kadar air
benih ditentukan berdasarkan atas sifat konduktivitas dan dielektrik
benih, yang keduanya tergantung dari kadar air dan temperatur benih
(Kartasapoetro, 1989). Benih yang akan diuji kadar airnya terlebih
dahulu dimasukan ke dalam penakar benih sampai penuh, kemudaian
dimasukan ke dalam corong moisture tester. Setelah power dihidupkan,
ditekan tombol sesuai dengan benih yang diuji dan nilai dari kadar
air benih tersebut secara otomatis akan tertera pada layar (Sutopo,
2002). Menentukan kadar air benih dengan alat ini berjalan sangat
cepat hanya beberapa menit saja tetapi kelemahannya nilai yang
diperoleh pada alat lain kecuali itu moisture tester tidak dapat
digunakan untuk menguji kadar air semua kadar benih untuk mengatasi
kurang tepatnya hasil yang dipeoleh, sebaiknya moisture tester
dikalibrasi terlebih dahulu (Sudikno, 1987).
- KESIMPULAN
- Metode untuk pengujian kadar air benih dapat dilakukan dengan metode langsung (oven) dan tidak langsung (moisture tester electric).
- Pada pengujian kalibrasi terdapat kesalahan pada moisture tester yang digunakan dalam mengukur kadar air dalam benih jagung, sedangkan pada benih kedelai tidak perlu dikalibrasi.
- Tabel koreksi hasil peneraan moisture tester didapat dari persamaan regresi pengukuran kadar air benih dengan dua metode yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Chai J., R. Ma., L.
Li,., and Y. Du. 2001. Optimum Moisture Contents of Seed Agricultural
Physics, Physiological and Biochemical. Institut Hebey Academy of
Agricultural and Forestry Sciences. Shijiazhuang. China.
Godfrey, A.2000.
Juran's Quality Handbook. Oxford University Press. New York.
Kartasapoetra, A.G.
1986. Teknologi Benih. Bina Aksara. Jakarta.
Kartono. 2004.
Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air dan
suhu penyimpanan berbeda. Buletin Teknik Pertanian 9: 78-82.
Kuswanto, H. 1997.
Analisis Benih. Andi Offset. Yogyakarta
Morris, Alan. 2001.
Measurement and Instrumentation Principles. Mc Graw Hill..New York.
Renanta, Hayu. 2009.
Analisis ketidak pastian kalibrasi timbangan non-otomatis dengan
metoda perbandingan langsung terhadap standar masa acuan. Jurnal
Standardisasi 12: 64 – 68.
Sudikno, T.S. 1978.
Teknologi Benih. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Sutopo, L. 2002.
Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mugnisyah,
W.Q., dan Setiawan, A. 1990. Pengantar Produksi Benih. Jakarta :
Rajawali press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar