ACARA
VII
MUATAN
TANAH
ABSTRAKSI
Praktikum
Dasar-Dasar Ilmu Tanah acara VII “Muatan Tanah” dilakukan pada tanggal 19 Maret 2013 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan
Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Muatan tanah termasuk salah
satu sifat kimia tanah yang berhubungan dengan kapasitas pertukaran kation. Kapasitas pertukaran Kation (KPK) adalah kemampuan
tanah untuk menjerap atau menukar kembali kation dari dan ke dalam permukaan
tanah. Tujuan dari
praktikum ini adalah untuk membuktikan muatan negatif partikel tanah dengan dua macam zat warna bermuatan ( gention violet dan
eosin red ) dan membuktikan
pengaruh luas permukaan jenis partikel tanah terhadap KPK ( Kapasitas Pertukaran Kation). Alat- alat yang digunakan adalah
pipet, tabung reaksi, dan rak tabung. Bahan-bahan
yang digunakan yaitu tanah Entisol, Alfisol, Ultisol, Rendzina,
dan Vertisol Φ 0,5 mm, larutan eosin red dan larutan
gention violet. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan menggunakan
larutan eosin red (anion, ion -) dan gention violet ( kation, ion + ). Apabila warna larutan yang dicampur
dengan eosin red semakin keruh berarti
tanah banyak mengandung muatan positif (+). Jika
warna berubah menjadi jernih berarti tanah
tersebut banyak mengandung muatan negatif (-). Dari hasil pengamatan, urutan
tanah yang mengandung muatan (-) dari yang terbanyak adalah Rendzina, Ultisol,
Entisol, Vertisol dan Alfisol sedangkan urutan tanah yang mengandung muatan
positif (+) dari yang terbanyak adalah Entisol, Vertisol, Ultisol, Rendzina dan
Alfisol.
I.PENGANTAR
KPK
dan KPA merupakan salah satu sifat kimia tanah yang sangat penting untuk
dipahami. KPK merupakan kemampuan tanah menyerap dan menukar kembali kation
dari dan ke dalam tanah, sedangkan KPA merupakan kemampuan tanah menyerap dan
menukar kembali anion dari dank e dalam tanah. KPK tiap jenis tanah
berbeda-beda, tanah dengan KPK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsure
hara lebih baik dari tanah dengan KPK rendah. Hal ini tergantung pada koloid
lempung yang umumnya bermuatan negatif, di mana pada tiap jenis tanah jumlah
dan kesanggupan pertukaran kation berbeda-beda. Praktikum ini bertujuan untuk
membuktikan muatan negatif partikel tanah dengan dua macam zat warna bermuatan,
yaitu gentian violet dan eosin red serta membuktikan pengaruh
luas permukaan jenis partikel tanah terhadap kapasitas pertukaran kation (KPK).
Kapasitas
Pertukaran Kation (KPK) secara sederhana dapat didefenisikan sebagai ukuran
kuantitatif kemampuan suatu tanah untuk memegang sejumlah kation tertukar.
Ukuran ini menunjukkan jumlah muatan negatif tanah tidak bisa diukur langsung.
Agar lebih mudah, diukur dengan menjumlahkan dari kation-kation yang dipegang
oleh tanah yang diukur. Namun kation yang berbeda akan membawa muatan yang
tidak sama. Contohnya, 1 mol Na+, NH4+, atau H+.
Sedangkan 1 mol Ca2+, Mg2+, dan Fe2+ mempunyai
muatan dua kalinya dan Al3+ mempunyai muatan tiga kalinya ion
monovalen. Kemudian bila muatan negative pada 1 Kg tanah dapat diimbangi oleh 1
mol K+ maka tanah tersebut dapat diimbangi oleh 0,05 mol Ca2+
atau 0,033 mol Al3+. Akibat perbedaan-perbedaan muatan pada kation
tersebut, KPK biasanya dinyatakan dalam satuan miliequivalen (McLaren dan
Cameron, 1996).
Besarnya
KPK tanah bergantung pada tekstur tanah, tipe mineral tanah, dan kandungan
bahan organic tanah. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka
KPK tanah akan semakin besar. Demikian pula pada kandungan bahan organik tanah,
semakin tinggi bahan organic tanah maka
KPK tanah juga akan semakin tinggi (Mukhlis, 2007).
Dalam
kondisi tertentu, kation teradsorbsi terikat secara kuat oleh lempung sehingga
tidak dapat dilepaskan kembali oleh reaksi pertukaran, kation ini disebut
kation terfiksasi. Mineral lempung yang banyak menyumbang fiksasi K+ dan
NH4+ antara lain zeolit, mika dan ilit. Fiksasi K penting
di dalam tanah pasiran untuk mencegah dari perlindian dan pemupukan K+
dan NH4+ yang terus menerus dapat menurunkan fiksasi K
(Aragno, 2005).
Kapasitas
tukar kation setiap jenis tanah berbeda-beda. Humus yang berasal dari bahan
organic mempunyai KPK jauh lebih tinggi (100-300 meq/100g). Koloid yang berasal
dari batuan memiliki KPK lebih rendah (3-150 meq/100g). secara kualitatif KPK
tanah dapat diketahui dari teksturnya. Tanah dengan kandungan pasir yang tinggi
memiliki KPK yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dengan kandungan liat
atau debu. KPK tanah yang rendah dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan
organic seperti kompos atau pupuk kandang, penambahan hancuran batuan zeolit
secara signnifikan juga dapat meningkatkan KPK tanah (Novizan, 2005).
Nilai
kapasitas tukar kation tanah pada umumnya berkisar antara 23-45 cmol/kg sampai
dengan kedalaman 1 meter. Besarnya nilai KPK sangat dipengaruhi oleh kadar
lempung, c-organik dan jenis mineral lempungnya. Pengaruh kadar lempung atau
c-organik terhadap nilai KPK tanah terlihat dari grafik hubungan sifat
fisik-kimia. Kadar lempung berpengaruh cukup tinggi terhadap KPK tanah dengan
nilai koefisien determinasi R2 = 0.062. Makin tinggi kadar lempung
maka makin tinggi nilai KPK, sedangkan untuk c-organik pengaruhnya kecil
terhadap KPK (R2 = 0,29), hal ini mungkin kadar c-organik yang
rendah. Selain itu jenis mineral lempung pun berpengaruh terhadap nilai KPK
(Al-Jabri, 2008).
Pengaruh
bahan induk dan perkembangan tanah terhadap kualitas lahan lebih kepada retensi
hara dan bahaya keracunan, sedangkan ketersediaan hara lebih banyak dipengaruhi
faktor pembelokan tanah. Retensi hara untuk keperluan evaluasi lahan biasanya
diduga dari kapasitas tukar kation (KPK), kejenuhan basa (KB) dan pH tanah,
sedangkan bahaya keracunan alumunium diduga dari kejenuhan aluminum (Anonim,
2007).
Kemangkasan pertukaran kation-kation
sangat dipengaruhi oleh kepekatan ion atau hukum aksi massa, aktifitas ion dan
jenis dari icceo. Besarnya KTK dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah
serta bahan organik. Humus adalah koloid yang bermuatan negatif sehingga dapat
mengabsorbsikan kation pada permukaan humus tersebut. Hal ini akan mereduksi
peristiwa pencarian unsur hara di dalam tanah. Kapasitas tukar kation sangat
dipengaruhi oleh muatan negatif pada permukaan jerapan. Penambahan bahan
organik ke dalam tanah dapat meningkatkan muatan negatif tanah. Sehinga semakin
tinggi kadar bahan organik semakin tinggi pula kapasitas tukar kationnya
(Mutcahy and Churchward, 1973).
Sifat-sifat pertukaran kation dalam
tanah banyak digunakan dalam menilai tingkat kesuburan tanah dan klasifikasi
tanah. Kapasitas tukar kation berhubungan dengan kapasitas penyediaan Ca, Mg,
dan K, efisiensi pemupukan dan pengapuran pada lapisan olah. KTK digunakan
sebagai salah satu penciri untuk menentukan kelasnya. Pertukaran kation dalam
tanah terjadi karena adanya muatan negatif dari koloid tanah yang menjerap
kation-kation dalam bentuk dapat ditukarkan (exchangeable). Kapasitas tanah
menjerap kation-kation untuk mengimbangi muatan negatifnya disebut KTK. Nilai
KTK yang diperoleh dari hasil analisis kimia bersifat agak empiris tergantung
dari dua kelompok faktor yaitu : (1) sifat tanah seperti jenis dan jumlah liat,
mineral liat, dan bahan organik serta pH tanah dan (2) sifat dan macam
pengekstrak yang digunakan dalam analisis seperti pH, daya sangga, jenis kation
dan anion serta kepekaannya ( Hamid dan Sudjadi, 1986).
II.
METODOLOGI
Praktikum Acara IV “Muatan Tanah” ini dilaksanakan pada Selasa, 19 Maret 2013 di Laboratorium Tanah
Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Bahan-bahan
yang digunakan adalah 5 jenis tanah Φ 0,5 mm (Rendzina, Ultisol, Alfisol,
Vertisol, dan Entisol), larutan eosin red yang bermuatan negative (-) dan larutan
gention violet yang bermuatan positif (+). Alat- alat yang digunakan adalah
pipet, tabung reaksi, dan rak tabung.
Percobaan
muatan tanah menggunakan metode kualitatif yaitu dengan cara membandingkan
tanah yang diberi zat warna (Gention violet dan eosin red) dengan kontrol yang
berupa zat warna (Gention violet dan eosin red).
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
Tanah
|
Gention Violet
|
Eosin Red
|
Entisol
|
---
|
+++++
|
Alfisol
|
-
|
+
|
Ultisol
|
----
|
+++
|
Rendzina
|
-----
|
++
|
Vertisol
|
--
|
++++
|
Tabel 7.1. Hasil
KPK dan KPA dari beberapa jenis tanah
Praktikum
acara VIII “Muatan Tanah” akan
menentukan KPK (kapasitas pertukaran anion) yang merupakan terjemahan dari CEC
(cation exchange capacity). Kapasitas
pertukaran kation merupakan kemampuan koloid tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation dengan muatan
(charge) yang sama (+ atau -) dan permukaan koloid yang bermuatan negatif.
Peristiwa tersebut terjadi dikarenakan koloid lempung tanah pada umumnya
bermuatan negatif sehingga kation dapat tertukar oleh partikel lempung tersebut.
Secara lemah, ikatan elektrostatik menjerap kation-kation pada permukaan koloid
mineral dan organik hingga dapat dipertukarkan kembali. Satuan kpk dinyatakan
dalam me/100g.
Untuk
dapat dipertukarkan dengan koloid tanah, tiap jenis kation mempunyai
kesanggupan yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut
adalah valensi ion dan jari-jari hidratasi. Ion-ion divalen akan terikat lebih
kuat dan lebih sukar tertukarkan dibanding ion monovalen. Ion-ion dengan
jari-jari hidratasi lebih sempit akan lebih mudah untuk terjerap.
Kebanyakan
tanah tropika yang didominasi oleh koloid bermuatan terubahkan (variable charge
coloid) mempunyai KPK yang bervariasi. Pengukuran KPK sangat bergantung pada
sifat dan ciri tanah itu sendiri yang antara lain adalah reaksi sifat tanah
atau pH, tekstur, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukan.
Semakin halus tekstur tanah semakin tinggi kadar lempungnya,smakin tinggi
humusnya dan semakin tinggi nilai KPK-nya. Bahan organik juga dapat menghasilkan
humus yang mempunyai KPK lebih tinggi daripada mineral lempung. Semakin tinggi
kandungan bahan organik semakin tinggi nilai KPK-nya. Kejenuhan kation dalam
larutan tanah dan serapan hara oleh tanaman juga besar pengaruhnya terhadap KPK
tanah. Kejenuhan kation dalam larutan tanah dan serapan hara oleh tanaman juga
besar pengaruhnya terhadap KPK tanah. Bila presentase kejenuhan suatu unsur
dalam tanah tinggi maka pertukaran kation unsur tersebut relatif sangat mudah.
Demikian pula pengaruh keberadaan ion-ion lain.
Penetapan
nilai KPK dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu membandingkan tanah yang
diberi larutan zat warna (gentian violet dan eosin red) dengan kontrol (larutan
zat warna tanpa tanah). Tanah yang bermuatan negatif akan mengikat banyak gentian violet sehingga
larutan akan semakin jernih,sedangkan eosin red akan ditolak sehingga larutan
tanah tidak banyak berubah, untuk tanah bermuatan positif dominan akan berlaku
sebaliknya. Kelebihan dari metode ini adalah relatif mudah dan praktis untuk dilakukan,karena
hanya membuat larutan dari tanah beserta larutan zat warna kemudian
membandingkannya dengan kontrol. Kelemahan metode ini adalah hasil yang didapat
bersifat subjektif dapat berbeda-beda untuk setiap orang. Sehingga hasil
penelitian dari metode ini tidak dapat digeneralisasi.
Dari
hasil percobaan dapat diketahui urutan tanah yang mempunyai nilai KPK dari yang
tertinggi hingga yang terendah adalah Rendzina (+5), Ultisol (+4), Entisol
(+3), Vertisol (+2) dan Alfisol (+1). Untuk nilai KPA dari yang tertinggi ke
terendah adalah Entisol (+5), Vertisol (+4), Ultisol (+3), Rendzina (+2) dan
Alfisol (+1).
Hasil
percobaan entisol memiliki nilai KPK
(+3) dan memiliki nilai KPA yang tinggi (+5) . Entisol mudah menjerap
anion sehingga dapat diketahui bahwa entisol cenderung bermuatan positif.
Menurut Deddy Romulo Siagian dkk (2002) tanah Entisol memiliki nilai KPK yang
cukup rendah yaitu 11,63 me/100g. Entisol mempunyai struktur pasir yang
bermuatan positif sehingga sukar menjerap kation. Entisol kurang cocok untuk
dijadikan lahan pertanian (Siagian dkk.,2002).
Alfisol memiliki nilai KPK (+1) dan mempunyai
nilai KPA (+1). Nilai KPK dan KPA seimbang, hal ini menunjukkan bahwa tanah
Alfisol bermuatan netral. Menurut Dedi Nursyamsi dkk (2008), Alfisol mempunyai
nilai KPK yang cukup tinggi yaitu 30,63. Sedangkan pada hasil percobaan
menunjukkan bahwa Alfisol memiliki nilai KPK yang terendah. Alfisol terbentuk
dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin.
Alfisol memiliki bahan organik yang rendah. Jeluk tanah dangkal hingga dalam
dan bertekstur sedang hingga halus (Nursyamsi dkk,2008).
Ultisol
memiliki nilai KPK (+4) dan KPA (+3). Sedangkan menurut B.Ludwig et al (2001)
ultisol memiliki nilai KPK yang tinggi yaitu 30 me/100g sehingga cukup sesuai
dengan hasilpercobaan yang juga memiliki nilai KPK yang cukup tinggi. Ultisol
merupakan tanah kapur yang memiliki pH tinggi,sehingga nilai KPK juga cukup
tinggi (Ludwig et al.,2001).
Bahan
induk Ultisol adalah kapur sehingga memiliki sifat basa dengan pH tinggi. Hal
itu menyebabkan Ultisol memiliki ion H+
yang cukup tinggi dan dapat menyerap kation. Nilai KPK yang cukup tinggi
menunjukkan tanah Ultisol cenderung bermuatan negatif sehingga sukar bereaksi
dengan eosin red dan menyebabkan nilai KPA rendah.
Rendzina memiliki nilai KPK (+5) dan KPA (+2).
Sedangkan menurut Tajana Mitkova dan Josif Mitrikeski (2002) Rendzina memiliki
nilai KPK yang cukup besar yaitu 51 me/100g. Hal ini cukup sesuai dengan hasil
percobaan yang menunjukkan bahwa rendzina memiliki nilai KPK yang tinggi.
Rendzina merupakan tanah yang kaya akan clay dan humus, serta memiliki pH yang cukup tinggi
(rata-rata 7) sehingga rendzina memiliki nilai KPK yang tinggi dan cocok
dijadikan lahan pertanian (Mitkova et al.,2001). Rendzina memiliki nilai KPK
yang tinggi dikarenakan rendzina mengandung bahan organik yang tinggi. Nilai
KPK yang tinggi menunjukkan bahwa tanah memiliki muatan negatif karena
cenderung menjerap kation. Sehingga tanah akan sedikit bereaksi dengan eosin red
yang juga bermuatan negatif dan menyebabkan nilai KPA rendah.
Vertisol
memiliki nilai KPK (+2) dan KPA (+4). Sedangkan menurut Dedi Nursyamsi dkk
(2008) vertisol mempunyai nilai KPK yang tinggi yaitu 56,38 m3/100g. Hal ini
sangat bertolak belakang dengan hasil percobaan yang menunjukkan tanah Vertisol
memiliki nilai KPK yang rendah (+2). Vertisol merupakan tanah dengan kandungan
lempung monmorrillonit (2:1) yang seharusnya memiliki nilai KPK tinggi dan
cocok dijadikan lahan pertanian. Namun,pada hasil percobaan yang dilakukan oleh
praktikan menunjukkan Vertisol memiliki nilai KPK yang rendah. Untuk
menyuburkannya diperlukan penambahan bahan organik agar dapat digunakan untuk
lahan pertanian.
Manfaat
dari mengetahui muatan tanah dalam bidang pertanian adalah menentukan tingkat
kesuburan tanah dan menentukan kadar pemupukan. Makin tinggi nilai KPA makin
tinggi daya serap (fiksasi) tanah terhadap anion, sehingga pemberian pupuk
melepas anion, seperti TSP (H2PO4), amonium nitrat (NO3)
dan amonium sulfat, makin tidak efisien karena makin tidak tersedia bagi
tanaman. Akibat lainnya, dengan makin tingginya KPA, daya tolak terhadap
kation- kation juga makin tinggi, sehingga pemberian pupuk pelepas kation
seperti KCl, Kalsit dan Polomit juga makin tidak efisien karena mudah tercuci
atau hilang dari tanah.
IV. KESIMPULAN
Urutan
tanah yang memiliki nilai KPK dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah
Rendzina > Ultisol > Entisol > Vertisol > Alfisol. Urutan tanah
yang memiliki nilai KPA dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah Entisol
> Vertisol > Ultisol > Rendzina > alfisol. Bila tekstur tanah
semakin halus dan luas permukaan semakin besar maka kadar lempung semakin
tinggi dan nilai KPK semakin besar.
V. PENGHARGAAN
Laporan
sementara Dasar-dasar Ilmu Tanah Acara IV
“Struktur Tanah” ini telah dapat diselesaikan tepat waktu. Pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
Ir. Suci
Handayani, MP. selaku koordinator dan penanggungjawab praktikum Dasar-dasar Ilmu
Tanah.
2.
Hanim Fathmana,
selaku koordinator asisten praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah.
3.
Rosyida Ismi
Barroroh, selaku asisten golongan/kelompok A2/III.
4.
Seluruh kakak
asisten praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah tahun 2013 yang telah membimbing
selama kegiatan praktikum.
5.
Teman-teman yang
telah membantu dalam penyelesaian laporan sementara Dasar-dasar Ilmu Tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri.M.2008.kajian
penetapan kapasitas tukar kation zeolit sebagai pembenah tanah untuk lahan
pertanian terdegradasi.Jurnal Standarisasi 10 : 565 – 59.
Anonim. 2007. Pengaruh Kualitas Lahan Terhadap
Produktifitas Jagung pada Tanah Vulkanik dan Batuan Sedimen di Daerah Bogor.<http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task>. Diakses tanggal 23 Maret 2011.
Aragno,M
dan J.Michel.2005.The Living Soil.Scienes Publishers Inc.New Jersey.
Hamid, Abdul dan M. Sudjadi. 1986. Perbandingan
Beberapa Metode Penetapan KTK pada Tanah Mineral Masam. Jurnal Tanah dan Pupuk (II) 6: 40-41.
Ludwig,B.,P.K.Khanna,.B.Anurugsa
and H.Folster.2001.Assesment of cation and anion exchange and pH buffering in
an amazon ultisol. Genderma Journal 102 : 27-40.
Mclare,R.G
dan K.C.Cameron.1990.Soil Science an Introduction to the Properties and
Management of New Zealand Soils.Oxford University Press.Melbourne.
Mitkova,T
and J.Nitrikesti.2001.Soils of the Republic pf Macedonia: Present Situation and
future Prospects.European Soil Bureau 9 : 225-234.
Muklis.2007.Analisis
Tanah dan Tanaman.Universitas Sumatera Utara Press.Medan.
Mulcahy, M.J. and Churchward. H. M. 1973. Querternary
environment and soil in Australia. Soil
Science 116 (3): 140-145.
Novizan.2005.Petunjuk Pemupukan yang Efektif.PT.Agro
Media Pustaka.Tangerang.
Nursyamsi,D K.Idris, S.Sabliham, A.Rachim dan
A.Sofyan.2009.Jerapan dan pengaruh tanah Na+, NH4+,
dan Fe2+ terhadap ketersediaan K pada tanah-tanah yang didominasi
mineral laut smektit.Journal tanah Tropika 14 : 33-40.
Siagian,D.R, N.Delima, H.Darwin dan
P.Nainggolan.2002.Pemberian bahan organic dan zeolit terhadap pH,KTK,
pertumbuhan dan serapan tanaman jagung pada tanah entisol.Jurnal balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara 3 : 825-830.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar