Selasa, 12 April 2016

ACARA VII
MUATAN TANAH

ABSTRAKSI
Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah acara VIIMuatan Tanah dilakukan pada tanggal 19 Maret 2013 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Muatan tanah termasuk salah satu sifat kimia tanah yang berhubungan dengan kapasitas pertukaran kation. Kapasitas pertukaran Kation (KPK) adalah kemampuan tanah untuk menjerap atau menukar kembali kation dari dan ke dalam permukaan tanah. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk membuktikan muatan negatif partikel tanah dengan dua macam zat warna bermuatan ( gention violet dan eosin red ) dan membuktikan pengaruh luas permukaan jenis partikel tanah terhadap KPK ( Kapasitas Pertukaran Kation). Alat- alat yang digunakan adalah pipet, tabung reaksi, dan rak tabung. Bahan-bahan yang digunakan yaitu tanah Entisol, Alfisol, Ultisol, Rendzina, dan Vertisol Φ 0,5 mm, larutan eosin red dan larutan gention violet. Metode yang digunakan yaitu metode kualitatif dengan menggunakan larutan eosin red (anion, ion -) dan gention violet ( kation, ion + ). Apabila warna larutan yang dicampur dengan eosin red semakin keruh berarti tanah banyak mengandung muatan positif (+). Jika warna berubah menjadi jernih berarti tanah tersebut banyak mengandung muatan negatif (-). Dari hasil pengamatan, urutan tanah yang mengandung muatan (-) dari yang terbanyak adalah Rendzina, Ultisol, Entisol, Vertisol dan Alfisol sedangkan urutan tanah yang mengandung muatan positif (+) dari yang terbanyak adalah Entisol, Vertisol, Ultisol, Rendzina dan Alfisol.



I.PENGANTAR
KPK dan KPA merupakan salah satu sifat kimia tanah yang sangat penting untuk dipahami. KPK merupakan kemampuan tanah menyerap dan menukar kembali kation dari dan ke dalam tanah, sedangkan KPA merupakan kemampuan tanah menyerap dan menukar kembali anion dari dank e dalam tanah. KPK tiap jenis tanah berbeda-beda, tanah dengan KPK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsure hara lebih baik dari tanah dengan KPK rendah. Hal ini tergantung pada koloid lempung yang umumnya bermuatan negatif, di mana pada tiap jenis tanah jumlah dan kesanggupan pertukaran kation berbeda-beda. Praktikum ini bertujuan untuk membuktikan muatan negatif partikel tanah dengan dua macam zat warna bermuatan, yaitu gentian violet dan eosin red serta membuktikan pengaruh luas permukaan jenis partikel tanah terhadap kapasitas pertukaran kation (KPK).
Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) secara sederhana dapat didefenisikan sebagai ukuran kuantitatif kemampuan suatu tanah untuk memegang sejumlah kation tertukar. Ukuran ini menunjukkan jumlah muatan negatif tanah tidak bisa diukur langsung. Agar lebih mudah, diukur dengan menjumlahkan dari kation-kation yang dipegang oleh tanah yang diukur. Namun kation yang berbeda akan membawa muatan yang tidak sama. Contohnya, 1 mol Na+, NH4+, atau H+. Sedangkan 1 mol Ca2+, Mg2+, dan Fe2+ mempunyai muatan dua kalinya dan Al3+ mempunyai muatan tiga kalinya ion monovalen. Kemudian bila muatan negative pada 1 Kg tanah dapat diimbangi oleh 1 mol K+ maka tanah tersebut dapat diimbangi oleh 0,05 mol Ca2+ atau 0,033 mol Al3+. Akibat perbedaan-perbedaan muatan pada kation tersebut, KPK biasanya dinyatakan dalam satuan miliequivalen (McLaren dan Cameron, 1996).
Besarnya KPK tanah bergantung pada tekstur tanah, tipe mineral tanah, dan kandungan bahan organic tanah. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka KPK tanah akan semakin besar. Demikian pula pada kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi  bahan organic tanah maka KPK tanah juga akan semakin tinggi (Mukhlis, 2007).
Dalam kondisi tertentu, kation teradsorbsi terikat secara kuat oleh lempung sehingga tidak dapat dilepaskan kembali oleh reaksi pertukaran, kation ini disebut kation terfiksasi. Mineral lempung yang banyak menyumbang fiksasi K+ dan NH4+ antara lain zeolit, mika dan ilit. Fiksasi K penting di dalam tanah pasiran untuk mencegah dari perlindian dan pemupukan K+ dan NH4+ yang terus menerus dapat menurunkan fiksasi K (Aragno, 2005).
Kapasitas tukar kation setiap jenis tanah berbeda-beda. Humus yang berasal dari bahan organic mempunyai KPK jauh lebih tinggi (100-300 meq/100g). Koloid yang berasal dari batuan memiliki KPK lebih rendah (3-150 meq/100g). secara kualitatif KPK tanah dapat diketahui dari teksturnya. Tanah dengan kandungan pasir yang tinggi memiliki KPK yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah dengan kandungan liat atau debu. KPK tanah yang rendah dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan organic seperti kompos atau pupuk kandang, penambahan hancuran batuan zeolit secara signnifikan juga dapat meningkatkan KPK tanah (Novizan, 2005).
Nilai kapasitas tukar kation tanah pada umumnya berkisar antara 23-45 cmol/kg sampai dengan kedalaman 1 meter. Besarnya nilai KPK sangat dipengaruhi oleh kadar lempung, c-organik dan jenis mineral lempungnya. Pengaruh kadar lempung atau c-organik terhadap nilai KPK tanah terlihat dari grafik hubungan sifat fisik-kimia. Kadar lempung berpengaruh cukup tinggi terhadap KPK tanah dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.062. Makin tinggi kadar lempung maka makin tinggi nilai KPK, sedangkan untuk c-organik pengaruhnya kecil terhadap KPK (R2 = 0,29), hal ini mungkin kadar c-organik yang rendah. Selain itu jenis mineral lempung pun berpengaruh terhadap nilai KPK (Al-Jabri, 2008).
Pengaruh bahan induk dan perkembangan tanah terhadap kualitas lahan lebih kepada retensi hara dan bahaya keracunan, sedangkan ketersediaan hara lebih banyak dipengaruhi faktor pembelokan tanah. Retensi hara untuk keperluan evaluasi lahan biasanya diduga dari kapasitas tukar kation (KPK), kejenuhan basa (KB) dan pH tanah, sedangkan bahaya keracunan alumunium diduga dari kejenuhan aluminum (Anonim, 2007).
Kemangkasan pertukaran kation-kation sangat dipengaruhi oleh kepekatan ion atau hukum aksi massa, aktifitas ion dan jenis dari icceo. Besarnya KTK dipengaruhi oleh struktur dan tekstur tanah serta bahan organik. Humus adalah koloid yang bermuatan negatif sehingga dapat mengabsorbsikan kation pada permukaan humus tersebut. Hal ini akan mereduksi peristiwa pencarian unsur hara di dalam tanah. Kapasitas tukar kation sangat dipengaruhi oleh muatan negatif pada permukaan jerapan. Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan muatan negatif tanah. Sehinga semakin tinggi kadar bahan organik semakin tinggi pula kapasitas tukar kationnya (Mutcahy and Churchward, 1973).
Sifat-sifat pertukaran kation dalam tanah banyak digunakan dalam menilai tingkat kesuburan tanah dan klasifikasi tanah. Kapasitas tukar kation berhubungan dengan kapasitas penyediaan Ca, Mg, dan K, efisiensi pemupukan dan pengapuran pada lapisan olah. KTK digunakan sebagai salah satu penciri untuk menentukan kelasnya. Pertukaran kation dalam tanah terjadi karena adanya muatan negatif dari koloid tanah yang menjerap kation-kation dalam bentuk dapat ditukarkan (exchangeable). Kapasitas tanah menjerap kation-kation untuk mengimbangi muatan negatifnya disebut KTK. Nilai KTK yang diperoleh dari hasil analisis kimia bersifat agak empiris tergantung dari dua kelompok faktor yaitu : (1) sifat tanah seperti jenis dan jumlah liat, mineral liat, dan bahan organik serta pH tanah dan (2) sifat dan macam pengekstrak yang digunakan dalam analisis seperti pH, daya sangga, jenis kation dan anion serta kepekaannya ( Hamid dan Sudjadi, 1986).
II. METODOLOGI
Praktikum Acara IV Muatan Tanah ini dilaksanakan pada Selasa, 19 Maret 2013 di Laboratorium Tanah Umum, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Bahan-bahan yang digunakan adalah 5 jenis tanah Φ 0,5 mm (Rendzina, Ultisol, Alfisol, Vertisol, dan Entisol), larutan eosin red yang bermuatan negative (-) dan larutan gention violet yang bermuatan positif (+). Alat- alat yang digunakan adalah pipet, tabung reaksi, dan rak tabung.
Percobaan muatan tanah menggunakan metode kualitatif yaitu dengan cara membandingkan tanah yang diberi zat warna (Gention violet dan eosin red) dengan kontrol yang berupa zat warna (Gention violet dan eosin red).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanah
Gention Violet
Eosin Red
Entisol
---
+++++
Alfisol
-
+
Ultisol
----
+++
Rendzina
-----
++
Vertisol
--
++++
Tabel 7.1. Hasil KPK dan KPA dari beberapa jenis tanah
Praktikum acara VIII “Muatan Tanah”  akan menentukan KPK (kapasitas pertukaran anion) yang merupakan terjemahan dari CEC (cation exchange capacity).  Kapasitas pertukaran kation merupakan kemampuan koloid tanah untuk menjerap  dan mempertukarkan kation dengan muatan (charge) yang sama (+ atau -) dan permukaan koloid yang bermuatan negatif. Peristiwa tersebut terjadi dikarenakan koloid lempung tanah pada umumnya bermuatan negatif sehingga kation dapat tertukar oleh partikel lempung tersebut. Secara lemah, ikatan elektrostatik menjerap kation-kation pada permukaan koloid mineral dan organik hingga dapat dipertukarkan kembali. Satuan kpk dinyatakan dalam me/100g.
Untuk dapat dipertukarkan dengan koloid tanah, tiap jenis kation mempunyai kesanggupan yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah valensi ion dan jari-jari hidratasi. Ion-ion divalen akan terikat lebih kuat dan lebih sukar tertukarkan dibanding ion monovalen. Ion-ion dengan jari-jari hidratasi lebih sempit akan lebih mudah untuk terjerap.
Kebanyakan tanah tropika yang didominasi oleh koloid bermuatan terubahkan (variable charge coloid) mempunyai KPK yang bervariasi. Pengukuran KPK sangat bergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri yang antara lain adalah reaksi sifat tanah atau pH, tekstur, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukan. Semakin halus tekstur tanah semakin tinggi kadar lempungnya,smakin tinggi humusnya dan semakin tinggi nilai KPK-nya. Bahan organik juga dapat menghasilkan humus yang mempunyai KPK lebih tinggi daripada mineral lempung. Semakin tinggi kandungan bahan organik semakin tinggi nilai KPK-nya. Kejenuhan kation dalam larutan tanah dan serapan hara oleh tanaman juga besar pengaruhnya terhadap KPK tanah. Kejenuhan kation dalam larutan tanah dan serapan hara oleh tanaman juga besar pengaruhnya terhadap KPK tanah. Bila presentase kejenuhan suatu unsur dalam tanah tinggi maka pertukaran kation unsur tersebut relatif sangat mudah. Demikian pula pengaruh keberadaan ion-ion lain.
Penetapan nilai KPK dilakukan dengan cara kualitatif, yaitu membandingkan tanah yang diberi larutan zat warna (gentian violet dan eosin red) dengan kontrol (larutan zat warna tanpa tanah). Tanah yang bermuatan negatif  akan mengikat banyak gentian violet sehingga larutan akan semakin jernih,sedangkan eosin red akan ditolak sehingga larutan tanah tidak banyak berubah, untuk tanah bermuatan positif dominan akan berlaku sebaliknya. Kelebihan dari metode ini adalah relatif mudah dan praktis untuk dilakukan,karena hanya membuat larutan dari tanah beserta larutan zat warna kemudian membandingkannya dengan kontrol. Kelemahan metode ini adalah hasil yang didapat bersifat subjektif dapat berbeda-beda untuk setiap orang. Sehingga hasil penelitian dari metode ini tidak dapat digeneralisasi.
Dari hasil percobaan dapat diketahui urutan tanah yang mempunyai nilai KPK dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah Rendzina (+5), Ultisol (+4), Entisol (+3), Vertisol (+2) dan Alfisol (+1). Untuk nilai KPA dari yang tertinggi ke terendah adalah Entisol (+5), Vertisol (+4), Ultisol (+3), Rendzina (+2) dan Alfisol (+1).
Hasil percobaan entisol memiliki nilai KPK  (+3) dan memiliki nilai KPA yang tinggi (+5) . Entisol mudah menjerap anion sehingga dapat diketahui bahwa entisol cenderung bermuatan positif. Menurut Deddy Romulo Siagian dkk (2002) tanah Entisol memiliki nilai KPK yang cukup rendah yaitu 11,63 me/100g. Entisol mempunyai struktur pasir yang bermuatan positif sehingga sukar menjerap kation. Entisol kurang cocok untuk dijadikan lahan pertanian (Siagian dkk.,2002).
 Alfisol memiliki nilai KPK (+1) dan mempunyai nilai KPA (+1). Nilai KPK dan KPA seimbang, hal ini menunjukkan bahwa tanah Alfisol bermuatan netral. Menurut Dedi Nursyamsi dkk (2008), Alfisol mempunyai nilai KPK yang cukup tinggi yaitu 30,63. Sedangkan pada hasil percobaan menunjukkan bahwa Alfisol memiliki nilai KPK yang terendah. Alfisol terbentuk dari bahan induk yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin. Alfisol memiliki bahan organik yang rendah. Jeluk tanah dangkal hingga dalam dan bertekstur sedang hingga halus (Nursyamsi dkk,2008).
Ultisol memiliki nilai KPK (+4) dan KPA (+3). Sedangkan menurut B.Ludwig et al (2001) ultisol memiliki nilai KPK yang tinggi yaitu 30 me/100g sehingga cukup sesuai dengan hasilpercobaan yang juga memiliki nilai KPK yang cukup tinggi. Ultisol merupakan tanah kapur yang memiliki pH tinggi,sehingga nilai KPK juga cukup tinggi (Ludwig et al.,2001).
Bahan induk Ultisol adalah kapur sehingga memiliki sifat basa dengan pH tinggi. Hal itu menyebabkan Ultisol  memiliki ion H+ yang cukup tinggi dan dapat menyerap kation. Nilai KPK yang cukup tinggi menunjukkan tanah Ultisol cenderung bermuatan negatif sehingga sukar bereaksi dengan eosin red dan menyebabkan nilai KPA rendah.
 Rendzina memiliki nilai KPK (+5) dan KPA (+2). Sedangkan menurut Tajana Mitkova dan Josif Mitrikeski (2002) Rendzina memiliki nilai KPK yang cukup besar yaitu 51 me/100g. Hal ini cukup sesuai dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa rendzina memiliki nilai KPK yang tinggi. Rendzina merupakan tanah yang kaya akan clay dan  humus, serta memiliki pH yang cukup tinggi (rata-rata 7) sehingga rendzina memiliki nilai KPK yang tinggi dan cocok dijadikan lahan pertanian (Mitkova et al.,2001). Rendzina memiliki nilai KPK yang tinggi dikarenakan rendzina mengandung bahan organik yang tinggi. Nilai KPK yang tinggi menunjukkan bahwa tanah memiliki muatan negatif karena cenderung menjerap kation. Sehingga tanah akan sedikit bereaksi dengan eosin red yang juga bermuatan negatif dan menyebabkan nilai KPA rendah.
Vertisol memiliki nilai KPK (+2) dan KPA (+4). Sedangkan menurut Dedi Nursyamsi dkk (2008) vertisol mempunyai nilai KPK yang tinggi yaitu 56,38 m3/100g. Hal ini sangat bertolak belakang dengan hasil percobaan yang menunjukkan tanah Vertisol memiliki nilai KPK yang rendah (+2). Vertisol merupakan tanah dengan kandungan lempung monmorrillonit (2:1) yang seharusnya memiliki nilai KPK tinggi dan cocok dijadikan lahan pertanian. Namun,pada hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan menunjukkan Vertisol memiliki nilai KPK yang rendah. Untuk menyuburkannya diperlukan penambahan bahan organik agar dapat digunakan untuk lahan pertanian.
Manfaat dari mengetahui muatan tanah dalam bidang pertanian adalah menentukan tingkat kesuburan tanah dan menentukan kadar pemupukan. Makin tinggi nilai KPA makin tinggi daya serap (fiksasi) tanah terhadap anion, sehingga pemberian pupuk melepas anion, seperti TSP (H2PO4), amonium nitrat (NO3) dan amonium sulfat, makin tidak efisien karena makin tidak tersedia bagi tanaman. Akibat lainnya, dengan makin tingginya KPA, daya tolak terhadap kation- kation juga makin tinggi, sehingga pemberian pupuk pelepas kation seperti KCl, Kalsit dan Polomit juga makin tidak efisien karena mudah tercuci atau hilang dari tanah.


IV. KESIMPULAN
Urutan tanah yang memiliki nilai KPK dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah Rendzina > Ultisol > Entisol > Vertisol > Alfisol. Urutan tanah yang memiliki nilai KPA dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah Entisol > Vertisol > Ultisol > Rendzina > alfisol. Bila tekstur tanah semakin halus dan luas permukaan semakin besar maka kadar lempung semakin tinggi dan nilai KPK semakin besar.

V. PENGHARGAAN
            Laporan sementara Dasar-dasar Ilmu Tanah Acara IV  “Struktur Tanah” ini telah dapat diselesaikan tepat waktu. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih  kepada:
1.      Ir. Suci Handayani, MP. selaku koordinator dan penanggungjawab praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah.
2.      Hanim Fathmana, selaku koordinator asisten praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah.
3.      Rosyida Ismi Barroroh, selaku asisten golongan/kelompok A2/III.
4.      Seluruh kakak asisten praktikum Dasar-dasar Ilmu Tanah tahun 2013 yang telah membimbing selama kegiatan praktikum.
5.      Teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian laporan sementara Dasar-dasar Ilmu Tanah.





DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri.M.2008.kajian penetapan kapasitas tukar kation zeolit sebagai pembenah tanah untuk lahan pertanian terdegradasi.Jurnal Standarisasi 10 : 565 – 59.

Anonim. 2007. Pengaruh Kualitas Lahan Terhadap Produktifitas Jagung pada Tanah Vulkanik dan Batuan Sedimen di     Daerah Bogor.<http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task>. Diakses tanggal 23 Maret 2011.

Aragno,M dan J.Michel.2005.The Living Soil.Scienes Publishers Inc.New Jersey.

Hamid, Abdul dan M. Sudjadi. 1986. Perbandingan Beberapa Metode Penetapan KTK pada Tanah Mineral Masam. Jurnal Tanah dan Pupuk (II) 6: 40-41.

Ludwig,B.,P.K.Khanna,.B.Anurugsa and H.Folster.2001.Assesment of cation and anion exchange and pH buffering in an amazon ultisol. Genderma Journal 102 : 27-40.

Mclare,R.G dan K.C.Cameron.1990.Soil Science an Introduction to the Properties and Management of New Zealand Soils.Oxford University Press.Melbourne.

Mitkova,T and J.Nitrikesti.2001.Soils of the Republic pf Macedonia: Present Situation and future Prospects.European Soil Bureau 9 : 225-234.

Muklis.2007.Analisis Tanah dan Tanaman.Universitas Sumatera Utara Press.Medan.

Mulcahy, M.J. and Churchward. H. M. 1973. Querternary environment and soil in Australia. Soil Science 116 (3): 140-145.

Novizan.2005.Petunjuk Pemupukan yang Efektif.PT.Agro Media Pustaka.Tangerang.

Nursyamsi,D K.Idris, S.Sabliham, A.Rachim dan A.Sofyan.2009.Jerapan dan pengaruh tanah Na+, NH4+, dan Fe2+ terhadap ketersediaan K pada tanah-tanah yang didominasi mineral laut smektit.Journal tanah Tropika 14 : 33-40.


Siagian,D.R, N.Delima, H.Darwin dan P.Nainggolan.2002.Pemberian bahan organic dan zeolit terhadap pH,KTK, pertumbuhan dan serapan tanaman jagung pada tanah entisol.Jurnal balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara 3 : 825-830.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar