PERAKITAN
VARIETAS TANAMAN JAGUNG TAHAN BULAI DAN TAHAN KEKERINGAN
PENDAHULUAN
Jagung
manis (Zea mays var. saccharata)
merupakan jenis jagung yang termasuk tanaman hortikultura, sangat populer di
negara-negara maju seperti Amerika, Brasil, Prancis, dan negara-negara
berkembang. Jagung ini dikonsumsi dalam bentuk jagung muda yang direbus, untuk
sayuran dan lauk pauk, serta sebagai bahan baku pembuatan permen karena
mempunyai rasa manis dan enak. Sementara itu limbah jagung segar setelah panen
sangat bermanfaat bagi petani sebagai tambahan hijauan pakan ternak.
Jagung
manis adalah hasil mutasi resesif yang terjadi secara alami dalam gen yang
mengontrol konversi gula menjadi pati dalam endosperm biji jagung. Saat ini
telah ditemukan 13 gen mutan yang dapat memperbaiki tingkatan gula pada jagung
manis. Akan tetapi gen yang utama memengaruhi kemanisan jagung ada tiga, yaitu
(1) gen sugary gen (su), (2) gen sugary enhancer (se), dan (3) gen shrunken
(sh2). Ketiga gen tersebut merupakan gen resesif sehingga harus ditanam
terpisah dari varietas jagung field corn.Jagung manis yang dikontrol oleh gen
su biasa disebut jagung manis normal karena kandungan gulanya 9-16% dan setelah
dipanen muda terjadi konversi gula menjadi pati sesudah 24 jam. Jagung manis
yang dikontrol oleh gen se mempunyai kandungan gula 14-22%, sedangkan jagung
manis yang dikontrol oleh gen sh2 mengandung gula sekitar 28-44%. Jagung manis
yang dikontrol oleh gen sh2, dapat disimpan sekitar 2-3 hari setelah panen muda
(Tracy, 1994 cit. Lertrat and Pulam, 2007).
Gen
su2 dan sh2 sudah umum digunakan dalam pembuatan hibrida varietas jagung manis.
Gen sh2 menyebabkan rasa manis yang dapat bertahan lebih lama karena setelah
panen kandungan gulanya tidak langsung dikonversi menjadi pati sehingga disebut
supersweet. Apabila kedua gen berada
dalam satu genotipe maka disebut sugary supersweet. Menurut Alexander dan
Creech (1977), kandungan gula pada biji yang masak berbeda pada setiap kultivar
jagung manis, bergantung pada derajat kerutannya. Benih jagung manis dapat
dikenali dari bentuk bijinya yang berkerut, tetapi dari kerutan biji tidak bisa
diketahui gen-gen mana yang mengontrol rasa manis pada biji jagung.
Salah
satu penyakit yang banyak menurunkan hasil tanaman jagung adalah penyakit bulai
atau downy mildew. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis
yang menyerang daun jagung, dan dapatmenimbulkan kehilangan hasil sampai 100%
(Shurtleff 1980 cit. Subandi et al. 1996). Epidemi penyakit bulai yang
disebabkan oleh P.maydisdi daerah Lampung pertama kali terjadi tahun 1973,
mengakibatkanpenurunan hasil jagung cukup drastis pada tahun-tahun berikutnya.
Dari tahun 1973 sampai 1979 terjadi penurunan produksi berturut-turut sebesar
115, 92, 19, 44, 62, 55, dan 70 ribu ton (Sudjadi 1992).
Upaya
pengendalian penyakit pada dasarnya adalah melalui pengendalian perkembangan
patogen, memanfaatkan inang dan lingkungan untuk memperkecil akibat
yangditimbulkan patogen sehingga mencapai suatu titik di bawah ambang ekonomi
dengan kerugian yang dapat diabaikan(Sudjadi, 1992). Beberapa cara pengendalian
penyakit bulai adalah penanaman kultivar tahan, pengaturan waktu tanam,
sanitasi, dan perlakuan benih dengan metalaksil.
Kultivar
unggul dapat diperoleh melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Salah satu langkah
dalam kegiatan pemuliaan tanaman adalah perluasan keragaman genetik melalui
hibridisasi atau persilangan. Persilangan merupakan salah satu upaya untuk
menambah variabilitas genetik dan memperoleh genotype baru yang lebih unggul.
Salah satu tipe persilangan yang sering dilakukan adalah persilangan dialel
(diallel cross). Persilangan dialel adalah persilangan yang dilakukan diantara
semua pasangan tetua sehingga dapat diketahui potensi hasil suatu kombinasi
hibrida, nilai heterosis, daya gabung (daya gabung umum dan daya gabung
khusus), dan dugaan besarnya ragam genetik dari suatu karakter.
Suatu
galur sebelum dijadikan tetua dalam persilangan untuk menghasilkan varietas,
perlu diketahui daya gabungnya. Salah satu cara untuk mengetahui daya gabung
galur adalah melalui persilangan dialel. Daya gabung merupakan suatu ukuran
kemampuan genotipe tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul.
Menurut Rifin (1983) yang melakukan evaluasi daya gabung umum terhadap empat
galur tahan melalui persilangan puncak dengan menggunakan tiga galur rentan
sebagai tester, menyimpulkan bahwa galur yang memiliki efek daya gabung umum
negatif dan nilai heterosis tinggi diharapkan tahan terhadap penyakit bulai.
Menurut Iriany et al. (2003) yang melakukan evaluasi daya gabung umum terhadap
empat galur tahan dan empat galur rentan melalui persilangan dialel,
menyimpulkan bahwa galur yang bernilai daya gabung umum tinggi (negatif)
memiliki kemampuan untuk menghasilkan genotipe tahan bulai. Dengan demikian
keturunan silang tunggal yang mempunyai daya gabung umum negatif dan nilai
heterosis tinggi diharapkan tahan terhadap penyakit bulai.
Hasil
evalusi daya gabung dilanjutkan dengan uji daya hasil pendahuluan dan uji
multilokasi. Pada akhirnya calon varietas yang unggul berdasarkan uji
pendahuluan dan uji multilokasi dapat dilepas menjadi varietas baru
Perubahan
iklim global adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan
distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia khususnya sektor pertanian. Laporan Intergovenrmental Panel
on Climate Change IPCC menyatakan bahwa selama 157 tahun terakhir menunjukkan
bahwa suhu permukaan bumi mengalami peningkatan sebesar 0,05oC/dekade.
Selama 25 tahun terakhir peningkatan suhu semakin tajam, yaitu sebesar 0,18oC/dekade
(Las et al. 2009). Peningkatan suhu secara global dikarenakan meningkatnya suhu
rata-rata permukaan bumi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi gas rumah
kaca di atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang
dipancarkan oleh bumi.
Tiga
faktor utama yang terkait dengan perubahan iklim global, yang berdampak
terhadap sektor pertanian adalah: 1) perubahan pola hujan, 2) meningkatnya
kejadian iklim ekstrim seperti banjir (La Nina) dan kekeringan (El Nino), dan
3) peningkatansuhu udara dan permukaan air laut (Salinger, 2005). Salah satu
sektor yang paling terpengaruh dengan perubahan iklim adalah sektor pertanian,
terutama subsector tanaman pangan. Hal ini karena tanaman pangan umumnya
merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman, terutama
kelebihan dan kekurangan air. Secara teknis, kerentanan sangat berhubungan
dengan sistem penggunaan lahan dan sifat tanah, pola tanam, teknologi
pengelolaan tanah, air, dan tanaman, serta varietas tanaman (Las et al. 2009).
Dampak
perubahan iklim terhadap produktivitas (hasil panen) tanaman ternyata sangat
bervariasi antar daerah. Hal ini terjadi karena produktivitas tidak saja
dipengaruhi oleh perubahan iklim tersebut, tetapi juga oleh faktor lain seperti
ketersediaan pupuk dan pestisida tepat waktu, atau sarana irigasi yang
mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal (Handoko et
al. 2008).
Kekeringan
pada tanaman jagung menyebabkan penutupan stomata, penggulungan, senenscence
daun, dan degradasi klorofil. Penggulungan daun disebabkan oleh rendahnya
turgiditas sel daun dengan potensial air daun tanaman mencapai -1.5 MPa.
Kekeringan juga dapat menyebabkan pertumbuhan luas daun, tinggi dan batang
menjadi menurun serta organ reproduktif yang terbentuk lebih kecil dari ukuran
normal. Kekeringan yang terjadi pada masa generatif akan mempercepat waktu
panen dan kualitas biji menjadi rendah (Bänzinger et al. 2000).
Seleksi
kekeringan jagung berdasarkan prosedur CIMMYT dengan perlakuan cekaman
kekeringan saat fase pembungaan atau fase pengisian biji, hasilnya menurun
sekitar 30 - 60% dari hasil pada kondisi optimum. Jika tanaman mengalami
kekeringan pada fase pembungaan sampai masak fisiologis, hasilnya 15 - 30% dari
hasil pada kondisi optimum, sedangkan kekeringan pada masa vegetatif tidak
berakibat langsung terhadap hasil (Bänzinger et al. 2000).
Sebagian
besar wilayah Asia Tenggara mengalami perubahan pola hujan yang tidak teratur
karena efek pemanasan bumi (Zaidi et al. 2004). Di Indonesia budidayasebagian
besar dilakukan setelah tanam padi pada akhir musim hujan (April-Juni) sehingga
masih mendapatkan curah hujan yang cukup untuk pertumbuhan awal, namun
pergeseran iklim yang menyebabkan curah hujan tinggi meningkatkan resiko
tergenangnya pertanaman jagung pada fase vegetatif, sehingga dapat
mengakibatkan penurunan produksi.
METODE
Metode perakitan untuk menyilangkan tanaman jagung varietas toleran
kekeringan dan genangan dengan jagung varietas berdaya hasil tinggi dan tahan
penyakit bulai digunakan metode ear to row.
Pelaksanaan seleksi massa secara
visual yaitu dengan memilih fenotipe yang baik dalam memberikan hasil memuaskan
tanpa berpedoman pada nilai parameter genetik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa parameter yang mempunyai heritabilitas tinggi dan
variasi genetik tinggi pada umumnya akan mempunyai kegunaan tinggi untuk
masing-masing karakter tertentu. Pada seleksi massa variabilitas genetik dan
heritabilitas merupakan parameter genetik dalam program seleksi yang sangat
menetunkan keberhasilan program pemuliaan. Dalam program seleksi untuk
memperbesar peluang mendapatkan genotipe unggul perlu diuji galur
sebanyak mungkin.
Seleksi ear
to row merupakan modifikasi dari
seleksi massa. Pada seleksi massa tanaman yang terpilih (tongkol) langsung
dicampur dan digunakan untuk pertanaman seleksi musim berikutnya. Padahal
tongkol terpilih tersebut merupakan hasil persilangan secara acak sehingga
sulit diduga susunan genotipenya. Untuk memperbaiki kelemahan ini tongkol –
tongkol tersebut diuji terlebih dahulu sebelum diuji. Cara pengujian tersebut
disebut pengujian keturunan (progeny test). Pada perakitan ini digunakan
seleksi ear to row dengan seleksi saudara kandung. Material yang digunakan pada seleksi
saudara kandung dilakukan dengan persilangan secara sepasang–sepasang
sehingga diperoleh meterial seleksi berupa tongkol – tongkol satu ayah dan
satu ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander DE, Creech C. 1977. Breeding special nutritional and
industrial types. Corn and Corn Improvement. The American Society of Agronomy
Inc.
Bänzinger M., Edmeades G.O., Beck D., Bellon
M. (2000) Breeding for Drought and Nitrogen Stress Tolerance in Maize: From
Theory to Practice, CIMMYT., Mexico, D.F. pp. 68.
Handoko I., Sugiarto Y., Syaukat Y. (2008)
Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis :Telaah kebijakan independen
dalam bidang perdagangan dan pembangunan. , SEAMEO BIOTROP for Kemitraan
partnership.
Iriany RN, Makkulawu AT, Isnaini M, Dahlan
MM, Subandi. 2003. Evaluasi daya gabung karakter ketahanan tanaman jagung
terhadap penyakit bulai melalui persilangan dialel. Jurnal Penelitian
Pertanian. 22: 14-25.
Las I., Surmaini E., Ruskandar A. (2009)
Antisipasi Perubahan Iklim: Inovasi Teknologi dan Arah Penelitian
Padi di Indonesia., Prosiding Seminar Nasional Padi 2008., BalaiBesar
Penelitian Tanaman Padi, Balitbang Pertanian. Departemen Pertanian. pp.55-72.
Lertrat K, Pulam T. 2007. Breeding for
increased sweetness in sweet corn. Int J Plant
Breed. 1(1): 27-30.
Rifin A, Setiyono R, Nuraefendi A, Hadian
D. 1984. Heterosis and combining ability in corn. Penelitian Pertanian. 4(3):
81-83.
Salinger M.J. (2005) Climate variability
and change: past, present, and future over view. Cl i mate Change 70:9−29.
Shurtleff MC. 1980. Compendium of Corn Disease. The
American Phytophathological Society.
Subandi MS, Sudjadi, Pasaribu D. 1996.
Laporan hasil pemantauan penyakit bulai dan benih palsu pada pertanaman
jagung hibrida di Lampung. Bogor (ID): Pusat Penelitian Tanaman Pangan.
Sudjadi MS. 1992. Pengaruh masa tanam,
faktor cuaca dan penyakit utama terhadap hasil jagung di lahan tadah hujan
Lampung Tengah. Penelitian Pertanian. 12: 104-110.
Tracy W.F. 1994. Sweet Corn Dalam: Specialty Corn. Ames (US): Department of
Agronomy, Iowa State University
Zaidi P.H., Yadav M., Singh D.K., Singh
R.P. (2008) Relationship between drought and excess moisture tolerance in
tropical maize (Zea mays L.). Australian Journal of Crop Science 1(3):78-96.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar