MAKALAH MANAJEMEN USAHA PERTANIAN
KOMODITAS CABAI MERAH
Oleh :
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB I
A.
Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara dengan potensi pertanian yang cukup menjanjikan. Berbagai
komoditas tanaman diusahakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.
Cabai keriting merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan di
Indonesia. Masyarakat Indonesia yang cenderung menyukai rasa pedas dalam
masakannya. Hal ini membuat cabai menjadi kebutuhan bumbu dapur yang sering
dicari dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Harga cabai keriting di pasaran yang cukup
menjanjikan membuat banyak petani memilih membudidayakan komoditas ini. Namun,
seringkali harga tersebut mengalami fluktuasi tergantung dari cuaca dan iklim
serta berbagai faktor produksi lain yang membuat harga cabai keriting dapat
melonjak turun atau naik.
Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.)
adalah tumbuhan perdu yang berkayu, dan buahnya
berasa pedas yang disebabkan oleh kandungan kapsaisin. Saat ini cabai menjadi
salah satu komoditas sayuran yang banyak di butuhkan masyarakat, baik
masyarakat lokal maupun internasional. Permintaan cabai
semakin meningkat sebanding pertambahan jumlah penduduk. Budidaya cabai
menjadi peluang usaha yang masih
sangat menjanjikan, bukan hanya untuk pasar lokal saja namun juga berpeluang
untuk memenuhi pasar ekspor (Santika, 2008).
Cabai
termasuk komoditas hortikultura yang sering dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Permintaan cabai di Indonesia cukup tinggi dan relatif kontinyu,
yakni rata-rata sebesar 4,6 kg per kapita per tahun( Istiyanti, 2010 cit
Setiadi, 2010). Permintaan yang terus menerus dari masyarakat membuat petani
juga berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Selain itu masa
tanam cabai merah keriting yang relatif cepat membuat masyarakat memilih
membudidayakan tanaman ini. Dalam satu kali tanam, tanaman cabai merah keriting
ini dapat dipanen 4-5 kali panen.
Tanaman cabai
merupakan salah satu pilihan bagi petani di banyak wilayah termasuk di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Di Yogyakarta terdapat empat kabupaten penghasil cabai
yakni Sleman, Bantul, Gunungkidul dan Kulonprogo ( Isyanti, 2010 cit BPS
Sleman, 2007). Keberadaan cabai secara umum di Indonesia belum bisa digantikan
oleh komoditas lain. Selera masyarakat Indonesia yang menyukai cita rasa pedas
semakin meningkat. Peningkatan tersebut dapat terlihat dengan semakin banyaknya
kedai, restoran atau warung makanan yang menggunakan cabai sebagai bahan
bakunya. Permintaan akan cabai akan terus meningkat sebanding dengan
meningkatnya produsen makanan yang menggunakan cabai merah keriting sebagai
bahan bakunya. Cabai sendiri dapat di konsumsi dalam keadaan segar, kering,
serbuk dan produk olahan lain. Usaha budidaya cabai keriting perlu ditingkatkan
agar tetap layak menjadi salah satu usaha tani petani Indonesia.
B.
Rumusan masalah
Cabai
keriting merupakan komoditas yang menjanjikan namun memiliki harga yang selalu
fluktuatif. Harga yang seringkali fluktuatif ini membuat para petani cabai seringkali
tidak mendapatkan harga yang layak bahkan merugi. Budidaya cabai keriting juga
seringkali terkendala oleh adanya OPT. Teknis produksi atau budidaya meliputi
agroklimat, budidaya dan produktivitas cabai keriting juga perlu diperhatikan.
Oleh karena itu makalah ini mengangkat masalah yang berkaitan dengan usaha tani
cabai keriting meliputi teknis produksi, biaya produksi, hasil produksi, tenaga
kerja yang digunakan, sifat usaha tani, sarana produksi serta faktor-faktor
produksi lain.
C.
Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor produksi cabai keriting
2. Mengetahui kendala-kendala dalam usaha tani cabai
keriting
3. Mengetahui dan menganalisis usaha tani komoditas cabai
keriting
BAB II
USAHA TANI CABAI KERITING
A.
Faktor Produksi
Alami
Tanaman cabai keriting sangat cocok ditanam
pada ketinggian 0 – 500 m dpl dengan suhu antara 190 – 300 C
dan curah hujan 1.000 – 3.000 m m/tahun.Tanaman cabai membutuhkan tanah yang
gembur dan banyak mengandung unsur hara serta dapat tumbuh optimal pada tanah
regosol dan andosol dengan pH tanah antara 6 - 7. Untuk menghindari genangan
air pada lahan. Untuk penanaman
cabai keriting lebih baik pada lahan yang agak miring dengan tingkat kemiringan
tidak lebih dari 250. Lahan yang terlalu miring dapat menyebabkan
erosi dan hilangnya pupuk, karena tercuci oleh air hujan (Rahman, 2010).
Kebutuhan
air untuk cabai keriting juga tidak terlalu berlebihan, tanah cukup sebatas
pada kapasitas lapang, tidak menggenang, apabila menggenang tanaman akan
membusuk. Tanaman cabai juga tidak harus ditanam di atas lahan yang luas, cabai
juga dapat ditanam di atas polybag atau pot.
Hal- hal yang perlu dilakukan untuk
budidaya tanaman cabai keriting berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petani
cabai keriting di Sleman yang bernama ibu Sumin, 52 tahun yakni:
a.
Persiapan lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan cara mencangkul tanah yang akan ditanami
agar menjadi gembur. Kemudian lahan dibuat bedengan.. Lahan yang diiliki ibu
Sumin untuk menanam cabai yakni 75 m2
b.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan satu kali pada saat persiapan lahan saja. Pupuk yang
digunakan adalah pupuk kandang.
c.
Penanaman cabai
Bibit cabai yang ditanam kira-kira sudah siap untuk pindah tanam memiliki
5-6 helai daun. Bibit didapatkan dari hasil pembibitan dari benih yang beliau dapatkan
dari took-toko pertanian.
d.
Pemberian mulsa
Pemberian mulsa untuk meminimalisir adanya gulma serta mengurangi evaporasi
air dalam tanah.
e.
Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi pengendalian OPT, penyiraman, pemberian ajir, dan
penyulaman. Pengendalian OPT oleh narasumber dilakukan tergantung pada kondisi
tanaman. Apabila kondisi tanaman baik tidak perlu dilakukan pengendalian
menggunakan pestisida. Namun, apabila tanaman terserang OPT, baru dilakukan
penyemprotan. OPT yang sering kali menyerang adalah lalat buah, walang sangit,
penyakit daun keriting serta adanya gulma. Gulma dapat
dihilangkan dengan cara manual. Penyiraman dilakukan untuk mencukupi kebutuhan
air tanaman cabai yang di tanam pada musim kemarau. Penyiraman dilakukan satu
hari sekali di pagi hari. Pemberian ajir dilakukan agar tanaman cabai tetap
berdiri tegak dan batangnya kuat, tidak mudah roboh. Penyulaman dilakukan jika
ada tanaman yang mati, diganti dengan tanaman yang baru.
f. Panen
Tanaman cabai keriting dapat dipanen hingga lima kali
dalam satu kali masa tanam. Pemetikan dilakukan dengna rentang 4-5 hari sekali.
Dengan lahan 75m2, ibu Sumin dapat memanen 90kg setiap kali petik. Hasil panen
tersebut di jual kepada tengkulak dengan harga Rp 8.500,-/kg
Teknis budidaya tanaman cabai keriting tersebut
apabila dibandingkan dengan teori kurang lebih sama. Seringkali petani
menggunakan ilmu titen dalam usaha budidayanya. Teori hanyalah sebatas
pengetahuan untuk menambah wawasan, untuk di lapangannya seringkali berbeda
dengan teori bahkan lebih kompleks.
B. Lahan dan Kepemilikan Lahan
Lahan yang
dimiliki ibu Sumin ada 150m2 dan merupakan lahan milik sendiri.
Lahan tersebut dimanfaatkan setengahnya untuk menanam cabai dan setengahnya
yang lain untuk menanam kacang tanah. Selain itu narasumber juga bekerja
sebagai petani sakap di lahan sakap yang ditanami kacang tanah dan padi. Jika
panen, hasilnya adakn dibagi dengan bagian 1/3 kacang tanah dan ½ padi. Namun,
dalam makalah ini hanya akan dibahas tentang komoditas utamanya saja yakni
cabai keriting.
C. Sarana produksi
Dalam
budidaya tanaman cabai keriting, ibu Sumin menggunakan sarana-sarana produksi
seperti benih, pupuk, pestisida, ajir dan mulsa. Dalam satu kali musim tanam
ibu Sumin menggunakan 6kotak benih cabai yangg dibeli di toko pertanian, pupuk
kandang yang digunakan saat mengolah tanah sebanyak 6karung/produksi, pestisida
sebanyak 4 botol.
Tabel 1. biaya sarana produksi
satuan
|
harga/satuan(Rp)
|
harga total(Rp)
|
|
Produksi:
|
|||
benih
|
6 kotak
|
60,000
|
360,000
|
pupuk
|
6 karung/produksi
|
30,000
|
180,000
|
pestisida
|
4 botol/ produksi
|
40,000
|
160,000
|
ajir
|
80,000
|
||
mulsa
|
80,000
|
D. Tenaga Kerja
Usaha tani cabai keriting yang dijalani narasumber
menggunakan tenaga kerja dalam sebanyak 2orang untuk perawatan dan panen.
Sedangkan tenaga kerja luar 2 orang dengan HOK 1 minggu setiap orang. Tenaga
kerja luar tersebut digaji Rp 50.000,- per orang . Tenaga Kerja luar ini hanya
digunakan saat pengolahan lahan saja.
E. Panen dan Pasca Panen
Cabai keriting yang ditanam oleh narasumber dipanen
setelah 80-90hari setelah tanam. Dalam satu kali musim panen dapat dipanen
sebanyak lima kali panen dengan bobot setiap panen sebesar 90kg. Sehingga
produksinya sebesar 450kg setiap satu kali musim dan produktivitasnya untuk
lahan 75m2 sebesar 6kg/m2 . Hasil panen ini akan dijual
ke pasar atau tengkulak dengan harga Rp8.500,-/kg.
F. Analisis Usaha Tani
Tabel 2. Biaya produksi, pendapatan petani
satuan
|
harga/satuan
|
harga total
|
|
Produksi:
|
|||
benih
|
6 kotak
|
60,000
|
360,000
|
pupuk
|
6 karung/produksi
|
30,000
|
180,000
|
pestisida
|
4 botol/ produksi
|
40,000
|
160,000
|
ajir
|
80,000
|
||
mulsa
|
80,000
|
||
tenaga kerja dalam
|
14 hok
|
||
tenaga kerja luar
|
14 hok
|
50,000/ hok
|
700,000
|
total biaya produksi
|
1,560,000
|
||
hasil produksi
|
5 kali petik x 90kg
|
8,500/kg
|
3,825,000
|
pendapatan petani
|
2,265,000
|
Dari hasil
analisis tersebut didapatkan bahwa untuk lahan 75m2 dalam satu kali musim
tanam cabai keriting pendapatan yang didapat sebesar Rp2.265.000,- . Dengan
demikian, untuk setiap bulannya maka pendapatan dari hasil usaha cabai sebesar
Rp775.000,-.
Jika dianalisis
kelayakan usaha taninya menggunakan B/C rasio dengan cara membandingkan antara penerimaan kotor (hasil
penjualan) dan biaya total yang dikeluarkan maka , usaha tani tersebut layak
untuk diusahakan sesuai dengan perhitungan di bawah ini
Kelayakan
usaha tani=
R/C= 3,825,000/ 1,560,000
= 2,45 à > 1
sehingga layak
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
1.
Faktor-faktor
produksi usaha tani cabai keriting meliputi iklim, tanah, tenaga kerja,
agroklimat dll
2.
Kendala dalam
usaha tani ini adalah fluktuasi harga serta adanya OPT
3.
Dari hasil
analisis usaha tani cabai tersebut layak untuk diusahakan
DAFTAR PUSTAKA
Rahman, S. 2010. Meraup
Untung Bertanam Cabai Rawit dengan Polybag. Lily Publisher : Yogyakarta
Santika,A. 2008. Agribisnis Cabai. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar