ACARA
II
UJI
SARING KETAHANAN TOMAT TERHADAP NEMATODA
ABSTRAKSI
Praktikum
Metode Pemuliaan Tanaman acara II yaitu Uji Saring Ketahanan Tanaman Tomat
Terhadap Nematoda dengan tujuan melakukan uji saring ketahanan 4 kultivar tomat
terhadap nematoda, mengetahui gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh nematoda,
dan mengetahui perbedaan tanaman yang tahan dan peka terhadap nematoda
dilaksanakan pada hari Kamis, 8 Oktober 2015 di Rumah Kaca Jurusan Budidaya
Petanian, Fakultas Pertanian, Universitas gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah benih tomat Gondol Putih, Gondol Ijo,
Makoto, Tahan dan setengah Tahan. Kemudian Nematoda puru akar stadia 2, pupuk
organik dan anorganik, gas, hematoxilin, eosin, alcohol, emersi dan tanah
steril. Sedangkan alat yang digunakan
adalah polibag, bak pembibitan , gembor, alat sterilisasi tanah, alat
ekstrasi-isolasi, perlengkapan menghitung nematode, hand counter, mikroskop, alat penangas/pengukus. Dapat disimpulkan
empat kultivar tomat yang dipakai diuji ketahanan terhadap nematoda puru akar
dengan menginokulasi tanaman tersebut, kemudian diamati. Gejala pada bagian tanaman tersebut
dikenal dengan sebutan puru. Pada akar, serangan nematoda
ini menyebabkan berkurangnya volume dan efisiensi fungsi sistem perakaran. Dari hasil
pengamatan yang dilakukan, intensitas serangan yang paling kecil sampai
terbesar yakni varietas Gondol Putih, Gondol Hijau, Makoto, Setengah Tahan, dan Tahan. Dengan begitu kultivar
Gondol Putih merupakan varietas yang tahan terhadap nematoda, sedangkan
kultivar Tahan merupakan varietas yang rentan.
Kata kunci
: Inokulasi, Nematoda, Tahan
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) adalah komoditas
unggulan hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia. Buah
tomat banyak dimanfaatkan sebagai sayuran,bumbu masak, buah meja, minuman, dan
sebagai bahan baku industri misalnya dibuat saus, bahan pewarna makanan, dan
kosmetik. Di Indonesia, kebutuhan pasar sayuran terutama buah tomat dari tahun
ke tahun meningkat. Hal ini tercermin dari angka produksi tomat, berdasarkan
data dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)
produksi tomat berturut-turut meningkat pada tahun 2007 sampai tahun 2011. Kendala
yang sering dihadapi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun luar negeri
yaitu ketidaksesuaian antara kualitas yang diperlukan dengan kualitas produk
yang dihasilkan. Selain itu, kurang tersedianya tomat varietas unggul yang mempunyai
produksi tinggi, buah berkualitas baik, dan tahan terhadap hama dan penyakit.
Penyakit yang menginfeksi tanaman tomat antara lain puru akar disebabkan
nematoda puru akar (Meloidogyne spp.)
Nematoda puru akar (root
knot nematodes) adalah infeksi patogen bengkak akar yang disebabkan oleh
nematoda Meloidoggyne spp dimulai oleh bagian akar dan terjadi pada semua tingkat pertumbuhan tanaman. Gejala khas
yang tampak setelah infeksi ialah
terbentuknya puru atau benjolan-benjolan pada akar tanaman inang. Selain menyerang tanaman yang termasuk Familia Solanaceae, patogen ini dapat pula menginfeksi
tanaman pertanian lain terutama sayur-sayuran seperti lobak, kubis , sawi dan beberapa tanaman perkebunan
seperti kopi, jeruk, tembakau dan
sebagainya. Tanaman yang diserang ditandai adanya terbentuknya puru atau gall
pada sistem perakarannya, daunnya
mengalami klorosis,tanaman kerdil, daunya layu dan banyak gugur, sedangkan akar lebih sedikit, bila tanaman yang terserang
hebat/parah, maka tanaman tersebut
akan mati. Oleh karena itu diperlukannya uji saring utung mengetahui kultivar
tomat mana yang tahan terhadap nematoda.
B.
Tujuan
1.
Melakukan uji saring
ketahanan 4 kultivar tomat terhadap nematoda
2.
Mengetahui gejala
kerusakan yang ditimbulkan oleh nematoda
3.
Mengetahui perbedaan
tanaman yang tahan dan peka terhadap nematoda
II. TINJAUAN PUSTAKA
Nematoda puru akar (Meloidogyne sp.) merupakan salah satu
penyakit penting pada berbagai tanaman berekonomi tinggi.Akibat serangan
nematoda puru akar menyebabkan kerusakan secara kualitatif maupun kuantitatif.
Kerusakan akibat nematoda puru akar pada berbagai tanaman, baik di daerah
tropik maupun subtropik cukup besar sehingga sangat merugikan secara ekonomi. Meloidogyne
spp. yang dikenal sebagai nematoda puru akar merupakan nematoda parasit
penting yang memiliki distribusi yang luas dan mampu menginfeksi berbagai macam
tanaman pertanian. Terdapat 6 spesies utama Meloidogyne
yang merugikan secara ekonomi, yaitu M.
incognita, M. arenaria, M. javanica, M. hapla, M. fallax dan M. chitwoodi. M.
arenaria, M. incognita, dan M.
javanica pernah dilaporkan menyerang kentang di Jawa Barat dengan gejala khas bintil pada umbi
kentang. Informasi mengenai spesies Meloidogyne
yang menginfeksi diidentifikasi dengan metode identifikasi didasarkan pada
karakter morfologi. Namun kini identifikasi dapat dilakukan berdasarkan
karakter molekul DNA dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) (Supramana
& Gede, 2015). Selain nematoda puru akar menyerang tanaman tomat, ternyata
menurut Munif, et al. (2015), salah
satu tanaman budidaya yang dapat terserang oleh nematoda ini ialah padi.
Serangan nematoda puru akar (NPA) pada tanaman padi dapat mengakibatkan kehilangan
hasil yang bervariasi bergantung pada tingkat kepadatan populasi nematoda. Beberapa
hasil laporan menyatakan bahwa kehilangan hasil yang disebabkan oleh NPA pada tanaman
padi berkisar 20–80% di berbagai kawasan Asia Selatan dan Tenggara.
NPA menyerang bagian
tanaman di bawah permukaan tanah terutama akar, dan umbi. Gejala pada bagian tanaman tersebut
dikenal dengan sebutan puru. Gejala pada bagian tajuk seperti kekurangan nutrisi
dan kekurangan air. Secara umum keberadaan nematoda ini tidak mematikan tanaman
tetapi dapat mempredisposisikan patogen sekunder lain seperti bakteri dan
cendawan untuk menginfeksi dan dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Secara
umum gejala pada bagian tajuk menyebabkan tanaman layu, umbi yang dihasilkan
pun sedikit (Apriliyani, 2015).
Penggunaan musuh alami
nematoda puru akar ini berasal dari kelompok organisme, seperti jamur dan bakteri.Keduanya
bersifat antagonis sehingga dapat digunakan sebagai agens hayati yang sesuai
untuk mengendalikan nematoda puru akar. Ditinjau dari segi keamanan lingkungan, pengendalian nematoda
dengan menggunakan agens hayati baik jamur ataupun bakteri merupakan alternatif
pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan cara konvensional yang menggunakan
pestisida kimia (Yus, et al., 2014).
Siddiqui dan Mahmood (1998) cit Yus, et al. (2014), menyatakan bahwa kelompok bakteri yang banyak
digunakan sebagai agens hayati nematoda puru akar, antara lain Pasteuria penetrans,
kelompok Bacillus dan Pseudomonas. Adapun pengendalian dengan penggunaan
pestisida dapat juga dilakukan. Penggunaan pestisida sintetik yang tidak
bijaksana akan merusak lingkunga n dan kesehatan manusia. Hal ini terjadi
karena tidak semua pestisida yang digunakan mampu mengenai OPT sasaran. Tiga
puluh persen pestisida terbuang ke tanah pada musim kemarau, dan 80% pada musim
hujan, kemudian pestisida ini akan terbuang juga ke dalam perairan. Bahan
beracun itu akan mempengaruhi biota baik
yang ada di dalam tanah, air maupun bagian permukaan atas tanaman termasuk mikroba
epifit yang terdapat pada permukaan tanaman. Biota-biota berguna lainnya yang
mungkin dipengaruhi pestisida (Suryaningsih & Widjaja, 2014).
III.
METODOLOGI
Praktikum Metode
Pemuliaan Tanaman acara II yaitu Uji Saring Ketahanan Tanaman Tomat Terhadap
Nematoda dilaksanakan pada hari Kamis, 8 Oktober 2015 di Rumah Kaca Jurusan
Budidaya Petanian, Fakultas Pertanian, Universitas gadjah Mada, Yogyakarta.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih tomat Gondol Putih,
Gondol Ijo, Makoto, Tahan dan setengah Tahan. Kemudian Nematoda puru akar
stadia 2, pupuk organik dan anorganik, gas, hematoxilin, eosin, alcohol, emersi
dan tanah steril. Sedangkan alat yang
digunakan adalah polibag, bak pembibitan , gembor, alat sterilisasi tanah, alat
ekstrasi-isolasi, perlengkapan menghitung nematode, hand counter, mikroskop, alat penangas/pengukus.
Petama
disiapkan benih tomat dengan berbagai varietas, kemudian ditanam pada bak
pembibitan dengan media yang steril. Sterilisasi dilakukan dengan mengukus
media media selama 2-3 jam. Dengan dilakukan penyiraman tiap hari digunakan air
steril/aquadest yang disediakan. Kemudian setelah bibit berumur 21 hari
kemudian dipindahkan dalam polibag dengan media steril (1 kg/polibag). Tanaman
dipastikan hidup dan pada hari ke 28 dilakukan inokulasi nematode. Setelah pada
umur ± 45 hari dilakukan pengamatan dengan dibongkar tanaman. Pembongkaran
dilakukan dengan memberikan air yang banyak sehingga tanah menjadi lunak
sehingga akar tidak putus. Setelah itu akar dilakukan scoring 0-5 yaitu 0 untuk
tidak ada tanda terbentuknya gall/puru (benjolan), 1 untuk tampak sedikit, 2
untuk <25 24-50="" 3="" 4="" 50-75="" 5="" dan="" untuk="">75%. Kemudian
diukur tinggi tanaman, panjang akar, dan volume akar. Setelah itu dilakukan uji
analisis varian dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap Subsampling dengan kelompok sebagai blok. Analisis varian kemudian
dilakukan analisis varian kemudian dilanjutkan dengan uji DMRT α=5% untuk membandingkan rerata antar tanaman. 25>
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel 1. Anova Tinggi Tanaman
SR
|
Df
|
Sum Sq
|
Mean Sq
|
F value
|
Pr(>F)
|
kultivar
|
4
|
915.4
|
228.85
|
2.215
|
0.104
|
kelompok
|
5
|
447.7
|
89.55
|
0.867
|
0.520
|
kultivar:kelompok
|
20
|
2065.9
|
103.29
|
2.396
|
0.0166 *
|
Residuals
|
28
|
1206.9
|
43.10
|
|
|
Tabel 2. Anova Panjang Akar
SR
|
Df
|
Sum Sq
|
Mean Sq
|
F value
|
Pr(>F)
|
kultivar
|
4
|
6.522
|
1.630
|
1.379
|
0.277
|
kelompok
|
5
|
8.097
|
1.619
|
1.370
|
0.277
|
kultivar:kelompok
|
20
|
23.644
|
1.1822
|
1.750
|
0.0848
|
Residuals
|
28
|
18.910
|
0.6754
|
|
|
Tabel 3. Anova Volume Akar
SR
|
Df
|
Sum Sq
|
Mean Sq
|
F value
|
Pr(>F)
|
kultivar
|
4
|
4.035
|
1.0088
|
1.668
|
0.19683
|
kelompok
|
5
|
13.107
|
2.6214
|
4.334
|
0.00781 **
|
kultivar:kelompok
|
20
|
12.098
|
0.6049
|
0.841
|
0.6517
|
Residual
|
28
|
20.150
|
0.7196
|
|
|
Tabel 4. Anova Skor
SR
|
Df
|
Sum Sq
|
Mean Sq
|
F value
|
Pr(>F)
|
kultivar
|
4
|
16.636
|
4.159
|
5.132
|
0.00519**
|
kelompok
|
5
|
7.089
|
1.418
|
1.750
|
0.16940
|
kultivar:kelompok
|
20
|
16.21
|
0.810
|
0.567
|
0.9037
|
Residuals
|
28
|
40.00
|
1.429
|
|
|
Tabel 5. Hasil Uji Lanjut DMRT
Kultivar
|
Karakter
|
|
||
Tinggi Tanaman
|
Panjang Akar
|
Skoring
|
Volume Akar
|
|
Tahan
|
26.35a
|
4.08a
|
0.08b
|
1.75a
|
½ Tahan
|
17.62b
|
3.19a
|
1.08a
|
1.03a
|
Makoto
|
25.99a
|
3.77a
|
1.42a
|
1.28a
|
Gondol Putih
|
25.9a
|
3.30a
|
1.42a
|
1.16a
|
Gondol Hijau
|
18.38b
|
3.36a
|
1.64a
|
1.55a
|
B. Pembahasan
Nematoda penyakit tumbuhan merupakan salah satu
organisme pengganggu tumbuhan yang menyebabkan kerusakan sel atau jaringan
akar. Bentuk kerusakan sel atau jaringan akar yang biasa terlihat adalah puru
akar. Dalam bidang pertanian nematoda cukup menjadi permasalahan yang serius.
Karena kerugian langsung yang disebabkan oleh nematoda adalah dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Pada tanaman sayuran penurunan hasil
produksi dapat mencapai 50% apabila serangan nematoda tersebut bersamaan dengan
patogen lain, seperti cendawan, bakteri dan virus.
Meloidogyne
spp. merupakan nematoda yang berkembang sangat cepat dan mempunyai
daya tekan tinggi terhadap pertumbuhan tanaman dengan gejala khas terlihat pada
akar, yaitu berupa bintil-bintil yang disebut dengan puru akar (Whitehead,
1998). Selain terbentuknya gall atau puru pada sistem perakarannya, tanaman
yang terserang Meloidogyne spp daunnya mengalami klorosis, tanaman
kerdil, daunnya layu dan banyak yang gugur, akar lebih sedikit, dan bila
tanaman yang terserang hebat atau parah maka tanaman yang terserang akan mati
(Taylor and Sasser, 1978). Nematoda puru akar menyerang
pada bagian tanaman yang ada di bawah permukaan tanah
terutama akar, umbi, dan polong. Gejala pada bagian tanaman tersebut dikenal
dengan sebutan puru. Pada akar, serangan nematoda
ini menyebabkan berkurangnya volume dan efisiensi
fungsi sistem perakaran. Akar yang terserang berat lebih pendek daripada akar
yang sehat dengan sedikit akar lateral dan
rambut akar. Gangguan pada sistem perakaran ini menyebabkan berkurangnya penyerapan
air dan nutrisi
dari dalam tanah
sehingga menimbulkan gejala yang tampak
seperti malnutrisi dan kekurangan air. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat (kerdil), daun layu pada siang hari, menguning, gugur dan akhirnya
mengurangi jumlah bunga dan buah. Akar tanaman yang terserang nematoda akan
menjadi membengkak, atau memanjang dengan besar bervariasi, ini disebabkan
karena, adanya nematode betina, telur, dan larva. Betina yang
dewasa akan menimbulkan
pembengkakan pada akar
tanaman, sedangkan nematoda
jantan akan menimbulkan bisul-bisul yang berbau busuk pada akar, ini disebabkan
karena adanya air ludah atau kotoran atau nematoda yang bisa menyebabkan
hipertropi.
Tomat
merupakan salah satu tanaman sayuran yang sangat penting, karena diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan tomat untuk dapat berbuah sangat
tergantung dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya, baik dari faktor
eksternal maupun internal tanaman tomat. Upaya untuk menanggulangi permasalahan
yang berkaitan dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman
tomat adalah dengan perbaikan teknik budidaya tanaman tomat. Salah satu
permasalahan yang sering muncul pada pertanaman tomat adalah interaksi antara
lingkungan dengan tanaman yang sering tidak menguntungkan bagi tanaman,
misalnya adanya nematoda Meloidogyne spp. Yang ada pada akar tanaman tomat. Oleh
karena itu, diperlukan suatu kegiatan pemuliaan tanaman yang bertujuan untuk
mendapatkan varietas atau kultivar yang tahan terhadap nematoda tersebut.
Kegiatan pemuliaan tanaman dimaksudkan untuk mendapatkan varietas tanaman
yang sifatnya unggul dan mempunyai nilai ekonomis. Tujuan akhir setiap program
pemuliaan tanaman adalah untuk mendapatkan tanaman dengan sifat yang lebih baik
(unggul) dalam hal ini adalah sifat-sifat tertentu yang diinginkan pemulia.
Salah satu kegiatan yang ada pada pemuliaan tanaman yaitu melakukan seleksi
untuk mendapatkan tanaman yang diharapkan. Pada praktikum kali ini, dilakukan
proses penyaringan atau seleksi tanaman tomat yang telah diinfeksi nematoda
puru akar. Pengamatan yang dilakukan yaitu dengan mengamati pertumbuhan tanaman
tomat dan kenampakan luar (fenotipe).
Pengetahuan
tentang pertahanan tanaman sangat cepat berkembang. Tanaman menggunakan
berbagai sistem untuk menghambat, membatasi atau mencegah pertumbuhan parasit.
Semua tanaman mempunyai potensi secara genetik untuk mekanisme resistensi
terhadap cendawan, bakteri, virus dan nematoda patogen. Mekanisme tersebut pada
tanaman yang resisten cepat terjadi setelah patogen muncul, sehingga dapat
menghambat atau mencegah perkembangan patogen, sebaliknya pada tanaman yang
rentan, mekanisme tersebut lebih lambat terjadi sehingga patogen telah berkembang
terlebih dahulu. Keberhasilan patogen berkembang di dalam inang sangat
tergantung dari pengenalan inang terhadap patogen suatu interaksi yang
kompatibel antara inang dan patogen akan menyebabkan patogen mampu menekan
kemampuan tanaman untuk menghambat inokulasi berikutnya dari patogen yang tidak
kompatibel dan sebaliknya interaksi yang tidak kompatibel dapat melidungi
tanaman dari infeksi patogen yang kompatibel
Ada beberapa mekanisme resistensi
yang dilakukan tanaman sebagai reaksi dari infeksi nematoda parasit,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan zat beracun
Tanaman
tertentu yang tumbuh pada tanah yang terinfeksi nematoda mampumenekan populasi
nematoda.Seperti Tagetes patula (kenikir /marigold).Tanaman inimengandung
derivat theophene dan ?-tetratrienil dari ekstraksi daun dan batangnya yang
bersifat nematisidal terhadap Tylenchus semipenetrans dan Anguina tritici.
Eksudat akar dari beberapa tanaman Cruciferae mengandung isotiosianat yang
dapat menghambat penetasantelur nematoda siste. Asam asparagurik yang diisolasi
dari ekstrak akar tanaman Asparagus officinalis dapat menekan populasi M.
incognita, Pratylenchus penetrans dan Paratrichodorus dengan cara menghambat
kholinesterase yang merupakan enzim saraf dan alat indera. Suatu penelitian
menemukan sejumlah senyawa fenolik yang tinggi di dalam tanaman tomat dan
tembakau yang resisten terhadap Meloidogyne daripada tanamn yang rentan.
2. Reaksi Hipersensitif
Banyak nematoda mendorong kematian
sel di sekitar tempat infeksinya secara cepat apabila mereka masuk ke dalam
inang yang tidak kompatibel. Feeding site pada tanaman yang resisten
menunjukkann gejala yang sama dengan tanaman yang rentan pada interaksi inang
resisten dengan nematoda endoparasit sedentari, tetapi dalam beberapa hari nematoda
akan mati dan tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya. Hal ini diduga karena
tanaman memberikan respon pertahanan dari infeksi namatoda tersebut, sehingga menghambat perkembangan nematoda.
Bentuk pertahanan nekrotik dan hipersensitif merupakan suatu bentuk pertahanan
yang umum terjadi pada interaksi inang-nematoda. Kelihatannya jaringan yang
mengalami nekrotik akan mengisolasi parasit obligat dari substansi hidup
disekitarnya karena patogen sangat tergantung pada bahan makanan dari jaringan
tersebut, karena kematian sel menyebabkan nematoda juga mati. Lebih cepat
sel-selinang mati setelah infeksi nematoda, maka tanaman terlihat lebih tahan.
3.
Fitoaleksin
Fitoaleksin
adalah zat toksin yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup hanya
setelah dirangsang oleh berbagai mikroorganisme patogenik atau oleh kerusakan
mekanis dan kimia. Fitoaleksin dihasilkan oleh sel sehat yang berdekatan dengan
sel-sel rusak dan nekrotik sebagai jawaban terhadap zat yang berdifusi dari sel
yang rusak. Fitoaleksin terakumulasi mengelilingi jaringan nekrosis yang rentan
dan resisten. Ketahanan terjadi apabila satu jenis fitoaleksin atau lebih
mencapai konsentrasi yang cukup untuk mencegah patogen berkembang. Beberapa
fitoaleksin dikenal sebagai agensia resistensi terhadap cendawan dan bakteri,
tetapi hanya ada beberapa contoh dari aktivitasnya terhadap nematoda..
Sebuah penelitian
mengungkapkan, infeksi oleh Meloidogyne
spp menyebabkan tanaman lebih rentan terhadap infeksi oleh jamur patogen.
Oleh karena kandungan eksudat puru akar dirubah dan jumlahnya meningkat, maka
jamur pada stadium istirahat yang terjangkau oleh akar tersebut berubah menjadi
sel yang membengkak (giant cell) pada
jaringan akar tanaman yang disebabkan oleh adanya parasitisme oleh Meloidogyne spp., umumnya
mempredisposisi tanaman oleh serangan patogen menular khususnya oleh cendawan
dan bakteri. Resistensi terhadap nematoda puru akar diamati awalnya dalam
beberapa aksesi dari tomat liar spesies Lycopersicon Peruvianum, dan
kemudian terbukti karena gen dominan tunggal bernama Mi. Penelitian
lebih lanjut menunjukkan bahwa gen ini mengontrol tiga spesies utama Meloidogyne
arenaria, M.incognita dan M.javanica.
Upaya pengendalian
nematoda Meloidogyne spp. sebagai
penyebab puru akar telah banyak dilakukan, antara lain dengan sanitasi,
pergiliran tanaman, pengaturan cara bercocok tanam, penggunaan varietas tahan,
dan aplikasi nematisida. Penggunaan nematisida berbahan kimia sintetik
merupakan cara yang sering dilakukan untuk mengendalikan nematoda puru akar,
baik sebagai fumigan maupun nematisida sistemik. Nematisida ini menimbulkan
banyak efek samping seperti membunuh fauna tanah dan membebaskan senyawa
organik, termasuk N sehingga menurunkan kesuburan tanah. Alternatif yang dapat
dilakukan untuk mengurangi dampak negatif tersebut adalah dengan menggunakan
nematisida lain yang lebih murah, mudah didapat, aman bagi manusia dan
lingkungan yaitu dengan menggunakan pestisida nabati dari tumbuhan yang
menghasilkan zat nematisida. Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn.)
mengandung bahan aktif flavonoid dan tanin yang dapat digunakan sebagai
nematisida. Jarak pagar mengandung racun yang cukup kuat berupa alkaloid. Daun
dan batang jarak pagar juga mengandung polifenol. Berdasarkan hal di atas maka
dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun
jarak pagar dalam menghambat perkembangan nematoda puru akar Meloidogyne spp. pada tanaman tomat.
Salah satu jenis tanaman
yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati adalah tanaman pepaya (Carica papaya L). Untuk maksud tersebut
biji papaya dapat dimanfaatkan, karena biji pepaya mengandung glukosida cacirin
dan karpain, yang berkhasiat untuk membunuh cacing. Selain itu pepaya juga
mengandung papain dan karposit yang merupakan bahan yang mengandung enzim
pro-teolitik yang berguna untuk melunakkan daging. Pengendalian nematoda Meloidogyne spp. dengan menggunakan
pestisida nabati dapat dilakukan dengan berbagai cara aplikasi, seperti
penyemprotan pada permukaan tanaman, fumigasi, dan kontak langsung pestisida
dengan nematoda.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, intensitas
serangan yang paling kecil sampai terbesar yakni varietas Gondol Putih, Gondol
Hijau, Makoto, Setengah Tahan, dan Tahan. Varietas Gondol Putih cenderung tahan dan mempunyai
kenampakan luar (fenotip) yang lebih baik dari pada varietas yang
lain. Setiap metode seleksi bergantung pada nilai heritabilitas dari sifat
tanaman yang akan diperbaiki. Macam seleksi tentunya akan mendapatkan hasil
yang berbeda kualitas antara satu metode dengan metode lainnya. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada anggapan yang menyatakan, bahwa seleksi
massa tidak efektif untuk perbaikkan hasil, karena hanya tanaman-tanaman yang
memperlihatkan keturunan yang baik saja yang dipilih sebagai tetua untuk siklus
seleksi berikutnya. Variabilitas genetik
yang luas merupakan salah satu syarat keberhasilan seleksi terhadap karakter
yang diinginkan juga nilai rata-rata yang tinggi. Tetapi dengan melihat
variabilitas genetik saja sangat sulit untuk mempelajari suatu karakter. Untuk
itu diperlukan parameter genetik lain, seperti heritabilitas (Wicaksana, 2001).
Pada intensitas serangan diamati banyaknya serangan Meloidogyne
spp. yang menyebabkan puru akar tanaman tomat dengan
diskoring antara 0-5. Berdasarkan data hasil pengamatan tabel 1 terlihat, bahwa Kultivar
dan kelompok (blok) tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada tinggi
tanaman, sedangakan kultivar dalam perlakuan menunjukan pengaruh yang
signifikan pada tinggi tanaman. Intensitas serangan yang terendah yaitu tomat varietas tahan dengan nilai skoring munculnya puru akar 1. Pada hasil uji lanjut (Tabel 5) terlihat bahwa tinggi tanaman tomat varietas Tahan, Makoto dan Gondol Putih tidak berbeda nyata serta tinggi tanaman tomat varietas Setengah Tahan dan Gondol Hijau tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Namun tinggi tanaman tomat varietas Tahan, Makoto dan Gondol Putih berbeda nyata dengan tomat varietas Setengah Tahan dan Gondol. Secara teori menyatakan bahwa Makoto merupakan
varietas yang dirakit oleh pemulia tanaman sebagai varietas yang tahan terhadap
nematoda, namun Gondol putih merupakan varietas yang rentan. Pada parameter tinggi tanaman, nilai tertinggi adalah tanaman tomat
varietas Makoto 40 cm, varietas Setengah Tahan 38,5 cm, dan varietas Tahan 36
cm, sedangkan nilai terendah ada pada tanaman tomat varietas Gondol Putih dan
Gondol Hijau. Namun, pada uji lanjut terlihat, bahwa terdapat beda nyata antara
tomat varietas Gondol Putih dengan varietas Gondol Hijau.
Tabel anova panjang akar
tanaman tomat menunjukkan, bahwa Kultivar dan kelompok
(blok) tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada panjang akar, dan juga
kultivar dalam perlakuan tidak menunjukan pengaruh yang signifikan pada panjang
akar. Tanaman tomat dengan varietas Gondol hijau memiliki panjang akar
tertinggi yaitu 29 cm, dan varietas Gondol Putih memiliki panjang akar
terpendek yaitu 3 cm. Setelah di uji lanjut, panjang akar untuk tiap-tiap
varietas tomat menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini di dapat
dikatakan, bahwa meskipun kelima varietas tomat tersebut menunjukkan intensitas
serangan yang berbeda-beda, namun mempunyai panjang akar yang tidak berbeda
nyata. Hal ini dikarenakan adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan akar. Pada praktikum, media yang digunakan untuk menumbuhkan
tanaman tomat yaitu tanah yang dicampur dengan pupuk kandang. Dalam hal ini,
sangat dimungkinkan, bahwa unsur-unsur hara yang diserap tiap varietas tanaman
tomat tersebut berbeda-beda. Davide dan Trianthaphyllou (1967) menyatakan, bahwa perbedaan kandungan unsur N,P, K dan Ca dalam
jaringan akar diduga erat kaitanya dengan perbedaan perpanjangan akar tanaman
pada varietas yang diuji meskipun intensitas serangan nematoda berbeda.
Untuk parameter volume
akar, nilai volume tertinggi ada pada tomat varietas tahan dengan nilai 4 mm
dan volume terendah pada tomat varietas Setengah Tahan dan Gondol Putih dengan
nilai 0,1 mm. Namun, hasil uji lanjut DMRT menunjukkan, bahwa tidak ada beda
nyata dari ke lima varietas tomat tersebut. Hal tersebut dapat disebabkan
karena ketika perawatan, terdapat kelompok yang jarang melakukan penyiraman
tanaman, sehingga ketersediaan air di dalam tanah sedikit. Hal ini dapat
menghambat pertumbuhan tanaman tomat yang akan mempengaruhi volume akar
tanaman.
V. KESIMPULAN
1. Empat
kultivar tomat yang dipakai ialah Gondol Putih, Gondol Ijo, Makoto, Tahan dan
setengah Tahan yang diuji ketahanan terhadap nematoda puru akar dengan
menginokulasi tanaman tersebut, kemudian diamati.
2. Gejala pada
bagian tanaman tersebut dikenal dengan sebutan
puru. Pada akar, serangan nematoda ini menyebabkan berkurangnya volume dan efisiensi
fungsi sistem perakaran. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat (kerdil), daun layu pada siang hari, menguning, gugur dan akhirnya mengurangi
jumlah bunga dan buah
3. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, intensitas
serangan yang paling kecil sampai terbesar yakni varietas Gondol Putih, Gondol
Hijau, Makoto, Setengah Tahan, dan Tahan. Varietas Gondol Putih cenderung tahan dan mempunyai
kenampakan luar (fenotip) yang lebih baik dari pada varietas yang lain. Untuk parameter volume akar, nilai volume tertinggi ada pada tomat
varietas tahan dan volume terendah pada tomat varietas Setengah Tahan dan
Gondol Putih. Pada parameter tinggi tanaman, nilai tertinggi adalah tanaman
tomat varietas Makoto, Setengah Tahan,
dan varietas Tahan, sedangkan nilai terendah ada pada tanaman tomat varietas
Gondol Putih dan Gondol Hijau. Dengan begitu kultivar Gondol Putih merupakan
varietas yang tahan terhadap nematoda, sedangkan kultivar Tahan merupakan
varietas yang rentan.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilyani.
2015. Deteksi dan Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Meloidogyne Penyembab Umbi Berbintil pada Kentang. IPB Press,
Bogor.
Davide,
R. G., Triantaphyllou. 1967. Influence of environment on development and sex
differentiation of root-knot nematodes II. Effect of host nutrition,
Nematologica 13: 111-117.
Munif, A., Mochamad Y.N., dan
Gede, S. 2015. Identifikasi nematoda puru akar, Meloidogyne graminicola, pada tanaman padi di Jawa Barat. Jurnal
Fitopatologi Indonesia 11: 113—120.
Nezriyetti
dan Trias N. 2012. Efektivitas ekstrak daun jarak pagar (Jatropa curcas L.) dalam menghambat perkembangan nematoda puru akar
Meloidogyne spp. pada tanaman tomat.
Jurnal Biospecies Fakultas Pertanian Universitas Jambi 5: (2) hal 35 – 39.
Rukmana,
R. 1995. Pepaya Budidaya Dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. hal
16-17.
Supramana, Aprilyani, dan
Gede, S. 2015. Meloidogyne incognita
penyebab umbi berbintil pada kentang di beberapa sentra produksi kentang
di Jawa 11: 153—159.
Suryaningsih,
E., dan Widjaja, W.H. 2004. Mengenal Hama dan Penyakit pada Tanaman Sayuran.
PT. Mitra Buana Pasundan, Bandung.
Taylor, A.L. and J.N. Sasser. 1978. Biologi,
identification and control of root knot nematodes (Meloidogyne spp) International Carolina
Meloidogyne Project. Nor Carolina State
University Graphics, USA.
Yus, I.D.M., Bambang, T.R., dan Toto, H. 2014. Pengaruh aplikasi bakteri Pseudomonas fluorescens DAN Bacillus
subtilis terhadap mortalitas nematoda puru akar (Meloidogyne javanica)
di laboratorium. Jurnal HPT 2: 9—17.
Whitehead, A.G. 1998. Plant Nematode Control. CAB
International, London.
Wicaksana, N. 2001. Phenotypic performance and several
genetic parameters of 16 genotypes of potato at medium wet land. Zuriat 12:
15-21.
LAPORAN
PRAKTIKUM METODE PEMULIAAN TANAMAN UJI SARING KETAHANAN TANAMAN TOMAT TERHADAP
NEMATODA
Disusun
oleh :
M.
Iqbal (12
Desy
Kurniawati (13178)
Dhinai
Saraswati (13180)
Lutfi
Ariansyah (131)
Aprilia
Dwi K. (131)
LABORATORIUM
PEMULIAAN TANAMAN DAN GENETIKA
JURUSAN
BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
2015
LAMPIRAN
DATA
AWAL
kultivar kelompok ulangan
tt pa s vol
1
makoto 6 1
NA NA NA NA
2
makoto 6 2 40.0 12.0 1 2.00
3
tahan 6 1 30.0 25.0 0 1.00
4
tahan 6 2 36.0 26.0 0 4.00
5
tahanset 6 1 27.0 28.0 2 2.00
6
tahanset 6 2
3.8 5.1 0 0.50
7
gp 6 1 27.5 13.0 1 2.00
8
gp 6 2 30.0 12.0 1 3.00
9
gh 6 1 18.8 24.5 3 3.00
10
gh 6 2 19.0 15.5 1 2.00
11
gp 1 1 25.8
7.5 1 0.75
12
gp 1 2 16.8
5.5 0 0.25
13
gh 1 1 15.0
5.0 1 2.00
14
gh 1 2 21.2 12.5 0 2.00
15 tahanset 1
1 29.2 11.0 1 2.00
16 tahanset 1
2 22.9 11.0 0 1.50
17
tahan 1
1 22.0 9.0 0 1.00
18
tahan 1 2 24.4 11.0 0 3.00
19
makoto 1 1 33.2 15.2 2 3.00
20
makoto 1 2 27.8 11.5 0 0.90
21 tahanset 4
1 5.4 5.0 2
0.10
22 tahanset 4
2 6.5 8.0 1
0.10
23
gh 4 1 28.3 29.0 1 2.00
24
gh 4 2 22.0 20.0 1 2.00
25
tahan 4 1 32.5 23.0 0 3.00
26
tahan 4 2 21.4 15.0 0 1.00
27
makoto 4 1 32.0 15.5 0 2.00
28
makoto 4 2 20.0
9.0 0 0.50
29
gp 4 1 28.0 12.0 2 1.00
30
gp 4 2 35.0 13.5 1 0.50
31
gh 3 1 14.5
1.5 2 1.00
32
gh 3 2 12.0
4.6 1 0.50
33
tahan 3 1 23.0 13.0 0 1.00
34
tahan 3 2 29.0 24.0 1 2.00
35
makoto 3 1 19.0
9.5 0 1.00
36
makoto 3 2 29.0 26.0 4 1.00
37 tahanset 3
1 31.0 16.0 1 2.00
38 tahanset 3
2 38.5 17.0 0 2.00
39 gp
3 1 34.0 17.0 3 2.00
40
gp 3 2 10.0
3.0 0 0.10
41
tahan 2 1 21.5 14.8 0 0.50
42
tahan 2 2 14.9
5.9 0 0.50
43
makoto 2 1 12.4
7.8 0 0.20
44
makoto 2 2 20.5 14.8 0 0.50
45
gp 2 1 32.2
8.7 3 1.50
46
gp 2 2 19.0
9.6 2 0.30
47 tahanset 2
1 3.9 7.8 2
0.10
48 tahanset 2
2 4.1 4.5 0
0.10
49
gh 2 1 22.4 12.8 3 1.00
50
gh 2 2 20.6 14.1 2 1.00
51
tahan 5 1 27.5 33.0 0 3.00
52
tahan 5 2 34.0 10.9 0 1.00
53
gh 5 1
8.4 3.0 3 0.50
54
gh 5 2
NA NA NA NA
55
gp 5 1
21.0 17.1 0 1.00
56
gp 5 2 31.5 18.5 3 1.50
57
makoto 5 1 22.0 17.5 1 1.00
58
makoto 5 2 30.0 22.4 3 2.00
59 tahanset 5
1 18.5 7.8 0 1.00
60 tahanset 5
2 20.6 10.2 4 1.00
PEMFAKTORAN SUMBER RAGAM
> str(ba)
Error in str(ba) : object 'ba' not found
> str(a)
'data.frame':
60 obs. of 7 variables:
$
kultivar: Factor w/ 5 levels
"gh","gp","makoto",..: 3 3 4 4 5 5 2 2 1 1 ...
$
kelompok: int 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 ...
$
ulangan : int 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 ...
$
tt : num NA 40 30 36 27 3.8 27.5 30 18.8 19 ...
$
pa : num NA 12 25 26 28 5.1 13 12 24.5 15.5 ...
$
s : int NA 1 0 0 2 0 1 1 3 1 ...
$
vol : num NA 2 1 4 2 0.5 2 3 3 2 ...
> a$kelompok=as.factor(a$kelompok)
> a$ulangan=as.factor(a$kelompok)
> str(a)
'data.frame':
60 obs. of 7 variables:
$
kultivar: Factor w/ 5 levels
"gh","gp","makoto",..: 3 3 4 4 5 5 2 2 1 1 ...
$
kelompok: Factor w/ 6 levels
"1","2","3","4",..: 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
...
$
ulangan : Factor w/ 6 levels
"1","2","3","4",..: 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
...
$
tt : num NA 40 30 36 27 3.8 27.5 30 18.8 19 ...
$
pa : num NA 12 25 26 28 5.1 13 12 24.5 15.5 ...
$
s : int NA 1 0 0 2 0 1 1 3 1 ...
$
vol : num NA 2 1 4 2 0.5 2 3 3 2 ...
UJI KENORMALAN
Kenormalan tinggi tanaman
Shapiro-Wilk normality test
data:
a$tt
W = 0.96577, p-value = 0.1007
#kesimpulan data tinggi tanaman berdistribusi
normal
Kenormalan Panjang akar
Shapiro-Wilk normality test
data:
a$pa
W = 0.95309, p-value = 0.02526
#kesimpulan data panjang akar tidak
berdistribusi normal
Kenormalan Skor
Shapiro-Wilk normality test
data:
a$s
W = 0.80838, p-value = 3.135e-07
#kesimpulan data skoring tidak berdistribusi
normal
Kenormalan Volume akar
Shapiro-Wilk normality test
data:
a$vol
W = 0.91127, p-value = 0.0004398
kesimpulan data volulme akar tidak
berdistribusi normal
UJI HOMOGENITAS VARIANS
Uji Levene TT
Levene's Test for Homogeneity of Variance (center
= "mean")
Df F value Pr(>F)
group
4 4.3249 0.004221 **
53
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
kesimpulan varians tinggi tanaman tidak
homogen
Uji Levene PA
Levene's Test for Homogeneity of Variance
(center = "mean")
Df
F value Pr(>F)
group
4 1.8146 0.1397
kesimpulan varians panjang akar tanaman
homogen
Uji Levene Skor
Levene's Test for Homogeneity of Variance
(center = "mean")
Df
F value Pr(>F)
group
4 4.636 0.002774 **
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
kesimpulan varians skor tanaman tidak homogen
Uji Leven Volume Akar
Levene's Test for Homogeneity of Variance
(center = "mean")
Df
F value Pr(>F)
group
4 1.5227 0.2089
kesimpulan varians volume akar tanaman homogen
TRANSFORMASI PADA SELURUH DATA
>
at=transform(a,ttlog=log10(tt),ttr=sqrt(tt),ttsin=asin((sqrt(tt))/100),palog=log10(pa),par=sqrt(pa),pasin=asin((sqrt(pa))/100),slog=log10(s),sr=sqrt(s),ssin=asin((sqrt(s))/100),vollog=log10(vol),volr=sqrt(vol),volsin=asin((sqrt(vol))/100))
Kemudian dilakukan uji kembali pada seluruh
kemungkinan transformasi yang dihasilkan.
KESIMPULAN UJI KENORMALAN DAN UJI
HETEROGENITAS
DATA
|
Uji Homogenitas (Levene)
|
Uji Kenormalan (Scheffe)
|
PA
|
Homogen
|
*
|
TT
|
*
|
Normal
|
VOL
|
Homogen
|
*
|
S
|
*
|
*
|
PAsqrt
|
Homogen
|
Normal
|
TTsqrt
|
*
|
*
|
VOLsqrt
|
Homogen
|
*
|
Ssqrt
|
*
|
*
|
PAasin
|
Homogen
|
Normal
|
TTasin
|
*
|
*
|
VOLasin
|
Homogen
|
*
|
Sasin
|
*
|
*
|
PAlog
|
*
|
*
|
TTlog
|
*
|
*
|
VOLlog
|
*
|
*
|
Slog
|
MathError
|
MathError
|
Kesimpulan : Data yang dipilih adalah PAsqrt,
TT, VOL, dan S, dengan pertimbangan jika seluruh transformasi data tidak normal
maupun homogen varians maka data yang dipilih adalah data awal dan duanggan
NORMAL dan HOMOGEN.
ANOVA
> #anova tt
> anott1=aov(tt~kultivar+kelompok+kultivar/kelompok,data=at)
Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
kultivar 4
915.4 228.85 5.309 0.0026 **
kelompok 5
447.7 89.55 2.077 0.0982 .
kultivar:kelompok 20 2065.9 103.29
2.396 0.0166 *
Residuals 28 1206.9 43.10
---
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
2 observations deleted due to missingness
> anott2=aov(tt~kultivar+kelompok+Error(kultivar:kelompok),data=at)
Error: kultivar:kelompok
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
kultivar
4 915.4 228.85
2.215 0.104
kelompok
5 447.7 89.55
0.867 0.520
Residuals 20 2065.9 103.29
Error: Within
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Residuals 28
1207 43.1
> #anova pa (transformasi jadi par, sqrt
pa)
>
anopa1=aov(par~kultivar+kelompok+kultivar/kelompok,data=at)
Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
kultivar 4
6.522 1.6304 2.414 0.0725 .
kelompok 5
8.097 1.6194 2.398 0.0625 .
kultivar:kelompok 20 23.644 1.1822
1.750 0.0848 .
Residuals 28 18.910 0.6754
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
2 observations deleted due to missingness
>
anopa2=aov(par~kultivar+kelompok+Error(kultivar:kelompok),data=at)
Error: kultivar:kelompok
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
kultivar
4 6.522 1.630
1.379 0.277
kelompok
5 8.097 1.619
1.370 0.277
Residuals 20 23.644 1.182
Error: Within
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Residuals 28
18.91 0.6754
> #anova vol
>
anovol1=aov(vol~kultivar+kelompok+kultivar/kelompok,data=at)
Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
kultivar 4
4.035 1.0088 1.402 0.2590
kelompok 5 13.107 2.6214
3.643 0.0116 *
kultivar:kelompok 20 12.098 0.6049
0.841 0.6517
Residuals 28 20.150 0.7196
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
2 observations deleted due to missingness
>
anovol2=aov(vol~kultivar+kelompok+Error(kultivar:kelompok),data=at)
Error: kultivar:kelompok
Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
kultivar
4 4.035 1.0088
1.668 0.19683
kelompok
5 13.107 2.6214 4.334 0.00781 **
Residuals 20 12.098 0.6049
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Error: Within
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Residuals 28
20.15 0.7196
> #anova s
>
anos1=aov(s~kultivar+kelompok+kultivar/kelompok,data=at)
Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
kultivar 4
16.64 4.159 2.911 0.0393 *
kelompok 5
7.09 1.418 0.992 0.4402
kultivar:kelompok 20 16.21
0.810 0.567 0.9037
Residuals 28
40.00 1.429
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
2 observations deleted due to missingness
>
anos2=aov(s~kultivar+kelompok+Error(kultivar:kelompok),data=at)
Error: kultivar:kelompok
Df Sum Sq Mean Sq F value
Pr(>F)
kultivar
4 16.636 4.159 5.132 0.00519 **
kelompok
5 7.089 1.418
1.750 0.16940
Residuals 20 16.207 0.810
Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Error: Within
Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F)
Residuals 28 40
1.429
UJI LANJUT
>
duncantt=duncan.test(tt,kultivar,20,0.81,alpha=0.05)
$statistics
Mean CV MSerror
22.87069
3.935168 0.81
$parameters
Df ntr
20 5
$Duncan
Table CriticalRange
2 2.949998
0.7802426
3 3.096506
0.8189926
4 3.189616
0.8436190
5 3.254648
0.8608192
$means
tt std r
Min Max
gh
18.38182 5.548841 11 8.4 28.3
gp
25.90000 7.690017 12 10.0 35.0
makoto
25.99091 7.926469 11 12.4 40.0
tahan
26.35000 6.210036 12 14.9 36.0
tahanset 17.61667 12.466744 12 3.8 38.5
$comparison
NULL
$groups
trt means M
1 tahan
26.35000 a
2 makoto 25.99091
a
3 gp
25.90000 a
4 gh
18.38182 b
5 tahanset 17.61667
b
>
duncanpa=duncan.test(par,kultivar,20,1.182,alpha=0.05)
$statistics
Mean CV MSerror
3.537795 30.73096 1.182
$parameters
Df ntr
20 5
$Duncan
Table CriticalRange
2 2.949998
0.9425315
3 3.096506
0.9893414
4 3.189616
1.0190901
5 3.254648
1.0398680
$means
par std r
Min Max
gh
3.359083 1.3558080 11 1.224745 5.385165
gp
3.302609 0.7694919 12 1.732051 4.301163
makoto
3.766209 0.7191893 11 2.792848 5.099020
tahan
4.075928 1.0109282 12 2.428992 5.744563
tahanset 3.189286 0.9215335 12 2.121320
5.291503
$comparison
NULL
$groups
trt means M
1 tahan
4.075928 a
2 makoto 3.766209 a
3 gh 3.359083 a
4 gp
3.302609 a
5 tahanset
3.189286 a
>
duncans=duncan.test(s,kultivar,20,0.81,alpha=0.05)
$statistics
Mean CV MSerror
1.034483 87 0.81
$parameters
Df ntr
20 5
$Duncan
Table CriticalRange
2 2.949998
0.7802426
3 3.096506
0.8189926
4 3.189616
0.8436190
5 3.254648
0.8608192
$means
s std
r Min Max
gh
1.63636364 1.0269106 11 0 3
gp
1.41666667 1.1645002 12 0 3
makoto
1.00000000 1.4142136 11 0 4
tahan
0.08333333 0.2886751 12 0 1
tahanset 1.08333333 1.2401124 12 0 4
$comparison
NUL
$groups
trt means M
1 gh 1.63636364 a
2 gp
1.41666667 a
3 tahanset
1.08333333 a
4 makoto 1.00000000 a
5 tahan
0.08333333 b
>
duncanvol=duncan.test(vol,kultivar,20,0.6049,alpha=0.05)
$statistics
Mean CV MSerror
1.351724 57.53786 0.6049
$parameters
Df ntr
20 5
$Duncan
Table CriticalRange
2 2.949998
0.6742624
3 3.096506
0.7077490
4 3.189616
0.7290304
5 3.254648
0.7438943
$means
vol std r Min Max
gh
1.545455 0.7891307 11 0.5 3
gp
1.158333 0.8725181 12 0.1 3
makoto
1.281818 0.8530160 11 0.2 3
tahan
1.750000 1.1965861 12 0.5 4
tahanset 1.033333 0.8381075 12 0.1 2
$comparison
NULL
$groups
trt means M
1 tahan
1.750000 a
2 gh
1.545455 a
3 makoto
1.281818 a
4 gp
1.158333 a
5 tahanset 1.033333
a
Tidak ada komentar:
Posting Komentar