ACARA
VII
SELEKSI
POHON INDUK KAKAO
ABSTRAKSI
Praktikum Metode
Pemuliaan Tanaman acara VII yang berjudul Seleksi Pohon Induk Kakao yang
dilaksanakan pada tanggal 05 November 2015 di Fakultas Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan untuk melakukan seleksi ketahanan pohon induk kakao terhadap
serangan hama Helopeltis dan
mengetahui pengaruh variabel produksi terhadap hasil pada tanaman kakao. Alat dan bahan yang
digunakan yaitu buah kakao, besek, abu gosok, dan timbangan analitik. Buah
kakao diskoring berdasarkan tingkat kerusakan akibat serangan Helopeltis antonii (skor 1-10) dan
tekstur permukaan kulitnya, halus skor 0 samapi kasar skor 5. Dilakukan
pengambilan data yaitu dihitung jumlah biji per pod, jumlah pod per pohon per
tahun, berat biji per pod, berat biji, jumlah biji lebih dari 1 gram (per pod),
hasil biji per pohon per tahun. Buah kakao yang paling baik dengan
kriteria hasil tertinggi dan serangan helopeltis paling rendah sekaligus adalah
buah kakao bernomor 18 dengan indeks hasil sebesar 2250 dan intensitas serangan
sebesar 0, kakao nomor 20 dengan indeks hasil sebesar 2550 dan intensitas
serangan sebesar 0, dan kakao nomor 21 dengan indeks hasil sebesar 2250 dan
intesitas serangan sebesar 0. Variabel-variabel
yang memiliki korelasi paling besar terhadap hasil biji/pohon/tahun adalah
berat biji/polong dan jumlah biji>1gram.
Kata kunci :
kakao, biji, Helopeltis
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak potensi pada bidang pertanian.
Salah satu tanaman yang dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia adalah
tanaman kakao. Tanaman kakao tersebut merupakan salah satu komoditas yang
sangat penting di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan secara aspek sosial
ekonomi kakao menguntungkan untuk dibudidayakan. Indonesia merupakan negara
ketiga produsen kakao terbesar di Indonesia, sehingga tanaman kakao yang sehat
dan berkualitas sangat penting untuk selalu diupayakan.
Keberadaan
organisme pengganggu tumbuhan tak bisa lepas dari kegiatan budidaya tanaman,
seperti pada perkebunan tanaman kakao. Adanya organisme penganggu tumbuhan pada
saat tertentu akan menyebabkan produktivitas suatu tanaman mengalami penurunan
secara signifikan. Salah satu hama yang menyebabkan turunnya produktivitas
kakao di Indonesia adalah keberadaan hama pengisap buah kakao (Helopeltis
antonii).
Hama ini merusak dengan cara menusuk dan menghisap buah kakao maupun
tunas-tunas muda pada tanaman kakao. Adanya serangan dari hama ini dapat
menyebabkan kematian pada buah kakao muda, sedangkan serangan hama Helopeltis
antonii pada buah berumur sedang akan menyebabkan buah menjadi abnormal. Hal
tersebut tentunya akan menurunkan kualitas dan daya hasil buah kakao, oleh
karena itu sebagai pemulia tanaman harus dapat mengetahui seleksi kakao yang
tahan terhadap serangan hama Helopeltis.
B. Tujuan
1.
Melakukan seleksi ketahanan pohon induk kakao terhadap
serangan hama Helopeltis.
2.
Mengetahui pengaruh variabel produksi terhadap hasil
pada tanaman kakao.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan
penting di Indonesia, karena kakao sebagai penghasil devisa Negara, sebagai
sumber penghasilan bagi petani maupun masyarakat lainnya. Indonesia merupakan
salah satu produsen kakao utama di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Indonesia mempunyai tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar 1.462.000
ha yang terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan
negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/tahun
(Karmawati et al., 2010 cit. Siswanto dan Karmawati, 2012).
Menurut Crozier et al. (2011) kakao memiliki buah yang biasa
dikenal sebagai pod. Pada masing-masing pod tersebut memproduksi sekitar 35-50
biji yang dikelilingi oleh pulp berlendir. Pulp tersebut mengandung zat
penghambat perkecambahan, namun karena biji kakao tidak memiliki masa dorman
maka seringkali biji dalam buah pun dapat tumbuh bila terlambat dipanen
(Susanto, 1994). Menurut Lasisi (2014), berdasarkan beratnya, kakao memiliki
kandungan yang terdiri dari sekitar 74,4% sekam atau kulit ari, 22,5% biji
basah (wet beans) dan 3,1% plasenta.
Jika polong kakao dibuka perlu adanya tindakan-tindakan khusus, seperti
menyimpan di arang atau lapukan serbuk gergaji yang baik, diperlukan untuk
menjaga viabilitas (Wod dan Lass, 2001).
Organisme pengganggu
tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kakao. Salah satu hama utama kakao yang banyak dijumpai
hampir di seluruh provinsi di Indonesia adalah Helopeltis spp. Jenis Helopeltis yang menyerang tanaman kakao
diketahui lebih dari satu spesies, yaitu Helopeltis
antonii, Helopeltis theivora dan Helopeltis claviver (Karmawati et al., 2010). Stadium yang merusak
dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan imagonya. Nimfa dan imago
menyerang buah muda dengan cara menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan,
kemudian mengisap cairan di dalamnya. Sambil mengisap cairan, kepik tersebut
juga mengeluarkan cairan yang bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel
jaringan yang ada di sekitar tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang
pucuk dan daun muda (Siswanto dan Karmawati, 2012).
Hama pengisap buah Helopeltis antonii menyerang pucuk dan buah dengan cara menusukkan stiletnya untuk
mengisap cairan. Aktivitas makan tersebut meninggalkan gejala serangan berupa
bercak-bercak berwarna cokelat kehitaman. Serangan Helopeltis antonii dapat menyebabkan kematian pucuk dan menghambat pembentukan buah,
bahkan dapat menyebabkan gugur, sehingga menurunkan kuantitas dan kualitas
hasil kakao. Serangan hama Helopeltis antonii dapat menurunkan produksi buah kakao 50-60% (Sulistyowati, 2008 cit. Indriati et al.,
2015). Serangan
pada buah muda akan menyebabkan terjadinya bercak yang akan bersatu sehingga
kulit buah menjadi retak, buah menjadi kurang berkembang dan menghambat
pekembangan biji. Serangan pada buah tua menyebabkan terjadinya bercak-bercak
cekung berwarna coklat muda, yang selanjutnya akan berubah menjadi kehitaman
(Siswanto dan Karmawati, 2012).
Pada proses seleksi
tanaman agar diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka penentuan kriteria seleksi harus dilakukan untuk menentukan
keefektifan proses seleksi. Beberapa informasi yang diperlukan dalam menentukan
kriteria seleksi adalah keragaman
genetik dan heritabilitas (Syukur et al.,
2010). Menurut Poehlman dan Sleeper (1995) dalam
Syukur et al. (2010) keragaman
genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi dalam program
pemuliaan tanaman. Selain itu, perlu juga diketahui nilai heritabilitas
karakter-karakter yang akan dijadikan target seleksi (Pinaria et al., 1995 cit. Syukur et al., 2010).
III.
METODOLOGI
Praktikum acara VII yang
berjudul Seleksi Pohon Induk Kakao dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 5
November 2015 di Ruang Sidang Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat dan bahan yang digunakan
adalah buah kakao, abu gosok, besek (bambu) yang telah diberi nomer, alat
pencatat data, dan timbangan analitik.
Cara kerja pada praktikum ini yaitu setiap
kelompok dibagi buah kakao yang telah diberi nomer 1-100. Buah kakao diskoring
berdasarkan tingkat kerusakan akibat serangan Helopeltis antonii (skor 1-10) dan tekstur permukaan kulitnya,
halus skor 0 samapi kasar skor 5. Biji kakao dikeluarkan dari buahnya, kemudian
dihilangkan pulpnya dengan
menggunakan abu gosok sampai bersih. Biji kakao yang sudah dibersihkan,
kemudian dikeringkan samapi kering. Setelah dikeringkan, dilakukan pengambilan
data yaitu dihitung jumlah biji per pod, jumlah pod per pohon per tahun, berat
biji per pod, berat biji, jumlah biji lebih dari 1 gram (per pod), hasil biji
per pohon per tahun. Kemudian dihitung korelasi antar sifat dan hasil, serta
data dianalisis regresi berganda dengan Stepwise
Forward atau Backward komponen
hasil dengan biji dan Path Analysis
untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel terhadap hasil biji/ tahun.
Analisis dengan Principle Component
Analysis berdasarkan komponen hasil kerusakan Helopeltis.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel 1. Nilai korelasi
antar variabel
|
Jumlah pod/pohon/tahun
|
Jumlah biji/pod
|
Berat biji/polong
|
Rerata berat biji
|
Jumlah biji > 1
gram
|
|
Jumlah pod/pohon/tahun
|
1
|
|
|
|
|
|
Jumlah biji/pod
|
0.924327679
|
1
|
|
|
|
|
Berat biji/polong
|
0.356298306
|
0.406173058
|
1
|
|
|
|
Rerata berat biji
|
-0.282835017
|
-0.294523771
|
0.724850872
|
1
|
|
|
Jumlah biji > 1
gram
|
0.038569359
|
0.084275411
|
0.837963228
|
0.780200965
|
1
|
|
hasil biji/pohon/tahun
|
0.980274881
|
0.949876421
|
0.364020186
|
-0.280843148
|
0.052411796
|
|
|
|||||||
|
Jumlah pod/pohon/tahun
(X1)
|
Jumlah biji/pod (X2)
|
Berat biji/polong (X3)
|
Rerata berat biji (X4)
|
Jumlah biji > 1
gram (X5)
|
Jumlah pod/pohon/tahun
(X1)
|
|
|
|
|
|
Jumlah biji/pod (X2)
|
19.97433709
|
|
|
|
|
Berat biji/polong (X3)
|
3.144475953
|
3.665356603
|
|
|
|
Rerata berat biji (X4)
|
-2.431603127
|
-2.541432627
|
8.676474102
|
|
|
Jumlah biji > 1
gram (X5)
|
0.318287909
|
0.697433962
|
12.66205564
|
10.28521876
|
|
hasil biji/pohon/tahun
(X6)
|
40.90060923
|
25.05514869
|
3.222907631
|
-2.413006558
|
0.432793595
|
Keterangan Warna
|
Significant
|
Not Significant
|
Tabel 2. Pengaruh nilai langsung dan
tidak langsung
Pengaruh Langsung / T. Langsung
|
Jumlah pod/pohon/tahun
|
Jumlah biji/pod
|
Berat biji/polong
|
Rerata berat biji
|
Jumlah biji > 1 gram
|
Jumlah pod/pohon/tahun
|
0.691964
|
0.639602
|
0.246546
|
-0.195712
|
0.026689
|
Jumlah biji/pod
|
0.471214
|
0.509791
|
0.207063
|
-0.150145
|
0.042963
|
Berat biji/polong
|
-0.111794
|
-0.127443
|
-0.313765
|
-0.227433
|
-0.262924
|
Rerata berat biji
|
-0.072836
|
-0.075846
|
0.186664
|
0.257520
|
0.200918
|
Jumlah biji > 1 gram
|
0.001727
|
0.003773
|
0.037513
|
0.034927
|
0.044767
|
JUMLAH
|
0.980
|
0.950
|
0.364
|
-0.281
|
0.052
|
PENGARUH L/TL
|
jumlah biji per pod
|
Berat biji per polong
(gram)
|
Rerata berat biji (gram)
|
Jumlah biji > 1 gram
per buah
|
jumlah biji per pod
|
5.541244955
|
-1.720447294
|
-1.720447294
|
1.579801763
|
Berat biji per polong (gram)
|
-2.221958722
|
7.156521214
|
4.411878003
|
5.416951343
|
Rerata berat biji (gram)
|
-0.271355172
|
0.53879755
|
0.873985205
|
0.471580817
|
Jumlah biji > 1 gram per buah
|
-2.04793106
|
-5.437171845
|
-3.875896196
|
-7.183235217
|
jumlah
|
1
|
0.537699625
|
-0.310480282
|
0.285098705
|
B.
Pembahasan
Seleksi pohon induk kakao
bertujuan untuk mendapatkan pohon induk dengan karakteristik yang sesuai dengan
yang diharapkan, yang nantinya akan digunakan sebagai bahan pemuliaan tanaman
kakao. Pada praktikum ini seleksi didasarkan pada buah dan biji kakao. Karena
pohon induk tanaman tidak dapat diamati secara langsung, maka penentuan karakter-karakter
terpilih hanya berdasarkan karakterbuah dan biji yang dikehendaki. Karakter
hasil tanaman dapat diamati dari jumlah biji per buah, bobot biji, dan jumlah
buah dalam satu pohon. Khusus untuk jumlah buah per pohon diperkirakan
rata-rata 50 buah (karena tidak dilakukan pengamatan langsung terhadap
tanaman).
Karakter kualitatif yang diamati adalah
kehalusan kulit buah dan tingkat serangan Helopeltis sp. Tingkat
serangan ini digunakan untuk menentukan tingkat ketahanannya terhadap hama
tersebut. Semakin tinggi tingkat serangan maka tingkat ketahanannya semakin
rendah, dan sebaliknya. Hama ini merupakan salah satu hama utama pada tanaman
kakao sehingga perlu diwaspadai sejak awal. Dilakukan tindakan preventif untuk
mencegah kerugian yang besar. Salah satu upaya preventi terebut adalah dengan
menggunakan tanaman yang tahan.
Pohon induk yang dikehendaki adalah yang
hasilnya tinggi dan tahan terhadap serangan hama Helopeltis sp. Pada
buah yang diamati memiliki keragaman yang cukup luas ehingga datanya menyebar
hampir merata. Garis hasil menunjukkan semakin ke kanan atas berarti hasil
tanaman semakin meningkat. Demikian juga dengan tingkat serangan. Oleh karena
itu, nomor buah yang diamati yang paling mendekati karakter yang diinginkan
adalah nomor-nomor buah yang mendekati nol koma nol pada.
Hama
penghisap buah kakao (Helopeltis
spp.) merupakan hama penting yang tingkat pengrusakannya menduduki peringkat
kedua setelah hama penggerek buah kakao. Serangan hama ini dapat menurunkan
produktivitas 50-60%. Hama penghisap buah kakao berwujud kepik yang terdiri
dari beberapa spesies antara lain H.antonii,
H. claviver, dan H. theivora. Hama ini menyerang hamper
semua tanaman kakao di Indonesia dan beberapa negara pembudidaya kakao lainnya
seperti papua, Filipina, Srilanka, dan sebagian negara-negara Afrika.
Hama
penghisap buah dapat menyerang buah kakao saat pagi dan sore hari. Karena ia
tidak menyukai keberadaan cahaya, ketika siang hari hama ini biasanya
bersembunyi di bagian tanaman yang gelap seperti sela-sela atau bagia daun yang
menhadap ke bawah. Hama penghisap buah dapat menyerang saat masih dalam fase
nimfa dan imago. Serangan dilakukan dengan cara menusuk kulit buah muda maupun
yang sudha tua menggunkan mulutnya yang menyerupai jarum. Mulutnya itu kemudian
menghisap cairan manis yang ada di dalam kulit buah, lalu bersama dengan
tusukan tersebut mulutnya mengeluarkan cairan racun yang dapat mematikan sel
dan jaringan yang terdapat disekitar lubang tusukan.
Serangan
pada buah muda menyebabkan kulit buah menjadi retak dan terjadinya pertumbuhan
buah yang abnormal (malformasi). Karena pertumbuhannya abnormal, perkembangan
bijipun akan terhambat dan mengakibatkan penurunan produktivitas hasil panen.
Pada intensitas serangan yang tinggi, buah muda yang terserang bias mati,
mongering, dan gugur. Serangan pada buah tua menyebabkan kulit buah dipenuhi
dengan bitnik-bintik hitam yang merupakan luka n=bekas tusukan. Namun serangan
pada buah tua merupakan luka bekas tusukan. Namun serangan pada buah tua
biasanya jarang terjadi karena kulit buah sudah terlalu keras dan tidak
mengandung cairan yang bias dimakan oleh hama penghisap. Serangan dapat pula
terjadi pada pucuk daun muda. Daun muda yang terserang biasanya dalam beberapa
hari langsung layu, mengering, dan akhirnya mati. Daun-daun tersebut pada
akhirnya akan gugur dan ranting akan merangas kering dan akan menjadi seperti
lidi.
Grafik 1. Hasil Analisis
PCA Seleksi Pohon Induk Kakao
Seleksi
tanaman induk kakao bertujuan untuk mendapatkan buah kakao dengan hasil yang
tinggi dan dengan serangan helopeltis yang rendah. Berdasarkan data yang
diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis dengan Principle Component Analysis (PCA) untuk mengetahui nomor pohon
indukan yang memiliki hasil tertinggi dan ketahanan terbaik terhadap
helopeltis.hasil analisis PCA pada grafik diatas menjelaskan bahwa tanda panah
hasil biji pohon menunjukkan banyaknya jumlah biji yang dihasilkan dalam satu
buah kakao, semakin mendekati garis tersebut maka semakin banyak biji yang
dihasilkan dalam satu buah. Sedangkan pada arah berlawanan, tanda panah
berketerangan present merupakan banyaknya serangan hama helopeltis yang
menyerang satu buah kakao, semakin mendekati garis tersebut maka semakin banyak
serangan yang didapatkannya. Satu buah kakao mewakili satu pohon induk kakao.
Grafik
diatas menjelaskan bahwa buah kakao yang paling baik dengan kriteria hasil
tertinggi dan serangan helopeltis paling rendah sekaligus adalah buah kakao
bernomor 18 dengan indeks hasil sebesar 2250 dan intensitas serangan sebesar 0,
kakao nomor 20 dengan indeks hasil sebesar 2550 dan intensitas serangan sebesar
0, dan kakao nomor 21 dengan indeks hasil sebesar 2250 dan intesitas serangan
sebesar 0. Sedangkan untuk kakao yang paling buruk yaitu dengan indeks hasil
rendah dan serangan helopeltis yang tinggi adalah kakao bernomor 8 dengan
indeks hasil sebesar 900 dan intensitas serangan sebesar 4, kakao bernomor 22
dengan indeks hasil sebesar 1500 dan intesitas serangan sebesar 9, dan kakao
bernomor 24 dengan indeks hasil sebesar 1550 dan intensitas serangan sebesar 7.
Kriteria
yang paling penting dan digunakan sebagai acuan untuk menyeleksi pohon tetua
baru pada populasi pembenihan kakao adalah pohon dengan produksi pulp normal.
Ukuran biji adalah kriteria terpenting kedua, karena dalam biji komersial dari
pasar kakao kering dibutuhkan setidaknya biji seberat 1 gram. Produksi pulp dari pohon dalam waktu tertentu
didapatkan dengan mengalikan pod yang dipanen pada periode tersebut dengan
rata-rata volume biji basah. Nilai tersebut dibagi dengan rata-rata jumlah bii
per pod, yang kemudian menunjukkan nilai berat rerata per biji basah. Untuk
mendapatkan berat biji rerata untuk kakao pasar, nilai tersebut di kalikan
dengan rasio kering/basah dari pohon (Ruinard, 1961).
Sasaran
pemuliaan tanaman kakao adalah mendapatkan varietas atau klon unggul yang
emiliki produktivitas mencapai 2 to/ha/tahun, jumlah buah untuk menghasilkan
biji kering sebanyak 1 kg adalah sekitar 25 buah, berat biji kering yang
seragam 1,1–1,2 g/biji (mutu A), kadar lemak biji mencapai 55% atau lebih.
Selain itu, varietas atau klon tersebut memiliki tingkat ketahanan/toleransi
terhadap penyakit busuk kakao, Vascular
Streak Dieback (VSD), dan hama penggerek buah kakao, serta helopeltis.
Varietas atau klon unggul diharapkan memiliki daya adaptasi luas terhadap
kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti kekeringan, kelebihan
air, dan kemasaman tanah (Rahardjo, 2011)
Dalam
kegiatan seleksi, korelasi antar karakter tanaman berguna untuk mengestimasi
suatu karakter tertentu. Untuk itu, diiperlukan penduga atau karakter yang
mudah diamati. Seleksi efektif dapat terjadi apabila korelasi atau keeratan
hubungan atar karakter penduga dengan karakter yang diinginkan dalam suatu
program seleksi mendekati nilai 1. Koefisien korelasi dapat bernilai negatif
apabila bertambahnya nilai suatu sifat diikuti penurunan sifat yang lain.
Sementara itu, koefisien korelasi yang bernilai 0 menunjukkan tidak adanya
hubungan antar variabel.
jumlah biji per pod
|
Berat biji per polong
(gram)
|
Rerata berat biji (gram)
|
Jumlah biji > 1 gram
per buah
|
hasil biji/pohon/tahun
|
|
jumlah biji per pod
|
1
|
||||
Berat biji per polong
(gram)
|
0.538
|
1
|
|||
Rerata berat biji (gram)
|
-0.310
|
0.616
|
1
|
||
Jumlah biji > 1 gram
per buah
|
0.285
|
0.757
|
0.540
|
1
|
|
hasil biji/pohon/tahun
|
1
|
0.538
|
-0.310
|
0.285
|
1
|
Pada
praktikum seleksi pohon induk kakao, digunakan 5 variabel yang didapatkan dari
pengukuran atau perhitungan secara kuantitatif. Kelima variabel tersebut adalah
jumlah biji per pod, berat biji per polong, rerata berat biji, jumlah biji
lebih dari 1 gram per pod, serta hasil biji per pohon per tahun. Kelima
variabel tersebut dianalisis keeratan hubungannya satu sama lain. Hubungan
keeratan tertinggi yang ditunjukan oleh koefisien korelasi sebesar 0,76
terdapat pada hubungan jumlah biji lebih dari atau sama dengan 1 gram dengan
berat biji per polong. Koefisien
korelasi berat biji per polong dengan jumlah biji per pod sebesar 0,54;
koefisien korelasi rerata berat biji dengan berat biji per polong sebesar 0.62;
koefisien korelasi hasil biji per pohon per tahun dengan berat biji per polong
sebesar 0,54 serta; koefisien korelasi jumlah biji lebih dari atau sama dengan
1 gram per buah dengan rerata berat biji adalah 0,54. Selain itu, koefisien
korelasi rerata berat biji dengan jumah biji per pod, jumlah biji lebih dari
atau sama dengan 1 gram per buah dengan jumlah biji per pod, rerata berat biji
dengan hasil biji per pohon per tahun, dan jumlah bii lebih dari atau sama
dengan 1 gram dengan hasil biji per pohon per tahun tidak signifikan setelah
dilakukan t-test.
Berdasarkan hasil pengamatan juga dapat diketahui pengaruh
langsung serta tidak langsung dari beberapa parameter terhadap hasil biji kakao
per tahun. Parameter yang paling berpengaruh berdasarkan data adalah jumlah
biji per pod dengan nilai 1,0000 sedangkan keempat parameter (variabel) yang
lain yaitu berat biji per polong, rerata berat biji serta berat biji yang lebih
dari 1 gram dengan nilai pengaruh 0,7569.
V.
KESIMPULAN
1. Buah
kakao yang paling baik dengan kriteria hasil tertinggi dan serangan helopeltis
paling rendah sekaligus adalah buah kakao bernomor 18 dengan indeks hasil
sebesar 2250 dan intensitas serangan sebesar 0, kakao nomor 20 dengan indeks
hasil sebesar 2550 dan intensitas serangan sebesar 0, dan kakao nomor 21 dengan
indeks hasil sebesar 2250 dan intesitas serangan sebesar 0.
2. Variabel
yang memiliki korelasi tertinggi ditunjukan oleh koefisien yaitu sebesar 0,76
terdapat pada hubungan jumlah biji lebih dari atau sama dengan 1 gram dengan
berat biji per polong. Jika kedua variabel tersebut
meningkat, maka produksi biji/pohon/tahun juga akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Crozier, S. J., A. G. Preston, J. W. Hurst, M. J.
Payne, J. Mann, L. Hainly, D. L. Miller. 2011. Cacao seeds are a “super fruit”:
a comparative analysis of various fruit powders and products. Chemistry Central
Journal 5: 5.
Indriati, G., Dadang, dan D. Prijono. 2015. Aktivitas
insektisida ekstrak buah cabai jawa (Piper
retrofractum) terhadap Helopeltis
antonii (Hemiptera: Miridae). Jurnal Litri 21 (1): 33-40.
Karmawati, E., Z. Mahmud, M.
Syakir, J. Munarso, K. Ardana dan Rubiyo. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Lasisi, D. 2014. A comparative study of effects of
drying methods on quality of cocoa beans. International Journal of Engineering
Research & Technology (IJERT) 3 (1): 991-996.
Rahardjo, P. 2011.
Menghasilkan Benih dan Bibit Kakao Unggul. Pebebar Swadaya, Depok.
Ruinard, J. 1961. Variability of various
pod characters as a factor in cacao selection. Euphytica 10: 134–146.
Siswanto dan Karmawati, Elna. 2012. Pengendalian hama
utama kakao (Conopomorpha cramerella
dan Helopeltis spp.) dengan pestisida
nabati dan agens hayati. Perspektif 11 (2): 99-103.
Susanto. 1994. Tanaman Kakao, Budidaya dan Pengolahan
Hasil. Kanisius, Yogyakarta.
Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan K. Nida. 2010. Pendugaan
komponen ragam, heritabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria seleksi
cabai (Capsicum annuum L.) populasi
F5. Jurnal Hortikultura Indonesia 1 (3): 74-80.
Wood,
G. A. R. dan R. A. Lass. 2001. Cocoa. Blackwell Science, UK.
LAPORAN
PRAKTIKUM
METODE PEMULIAAN TANAMAN
ACARA VII
SELEKSI POHON INDUK KAKAO
Disusun oleh :
Chailendriani P. A. (13390)
Anastyri Galuh K.
(13416)
Maryam Muharrron
(13442)
Irfanty Mufidah
(13444)
Roby Dosar S.
(13446)
Penanggungjawab : Maryam
Muharroron
Golongan/ Kelompok : C4/ 6
Asisten : Siti
Nurwijayanti F.
LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN DAN
GENETIKA
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar