Sebagai seorang mahasiswa, membaca jurnal ilmiah adalah hal yang wajib untuk dilakukan. Banyaknya tugas yang diberikan oleh Dosen kepada kita tidak semata-mata hanya bersumber dari textbook, namun perlu referensi lain yang menunjang ilmu dan pengetahuan, yaitu jurnal ilmiah.Memahami sebuah jurnal penelitian yang telah diterbitkan ditingkat nasional maupun internasional bukanlah suatu hal yang mudah bila tak sering dibiasakan dari awal seperti pepatah "reading becomes easier with experience".
Membiasakan membaca jurnal penelitian pada awal perkuliahan akan sangat membantu kita dalam menyelesaikan segala tugas-tugas yang diberikan, tidak hanya itu, dengan seringnya membaca jurnal kita bisa selangkah lebih maju dan mengetahui hal-hal yang mahasiswa lain tidak tahu.
Mendapatkan literatur selama kuliah dan dari buku-buku penunjang kuliah kemudian kita comot comot saat mengerjakan tugas ilmiah, kini dengan tulisan-tulisan ilmiah baik jurnal, skripsi, tesis, kita menelaah kembali lebih luas istilah istilah akademis
Terms:
1. Baca Jurnal yang sudah disiapkan
2. Kemudian diambil petikan / poin-poin penting kemudian dikutip
3. Apabila ada "istilah baru" atau frasa yang tak dimengerti kemudian dicari penjelasannya dan diletakkan di Q n A Box
4. Ditulis juga kesimpulannya
5. Sharing hasil yang didapat dengan teman untuk menambah wawasan anda
6. Perhatikan contohnya di bawah ini:
NB: dalam sebulan minimal pelajari 3-4 jurnal dengan tema besar yang sama untuk memudahkan pembelajaran dan memperjelas runtutuan materi tema besarnya. Selamat mencoba :)
Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Karakter Kuantitatif Cabai Rawit (Capsicum annuum L.) Populasi F3
16801 50544-1-pb (1) from Andrew Gates
Karakter kuantitatif
dikendalikan oleh gen minor dan banyak karakter penting yang merupakan bagian
dari karakter kuantitatif. Analisis pewarisan yang perlu dilakukan meliputi
evaluasi keragaman genetik, korelasi karakter, analisis aksi gen, dan
heritabilitas. Hal tersebut menjadi dasar dalam melakukan seleksi. Keragaman
genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi dalam program
pemuliaan tanaman. Karakter yang akan dijadikan
kriteria seleksi harus memiliki korelasi positif terhadap produksi. Kemajuan
seleksi yang baik akan tercapai jika nilai heritabilitas karakter seleksi
tergolong tinggi.
Q and A
Karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda
tajam antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing-masing dapat
dikelompokkan dalam bentuk kategori. Karakter kualitatif biasanya dapat
diamati dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat
diskret.
Ex: Kehijauan daun, warna,
rasa, ketahanan terhadap OPT
Karakter kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan
merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang
berkaitan langsung dengan karakter fisiologi dan morfologis. Diantara kedua
karakter ini, karakter morfologis lebih mudah diamati, misalnya produksi
tanaman sering dijadikan obyek pemuliaan tanaman.
Ex: jumlah tongkol, jumlah
bulir, jumlah polong
|
Data dianalisis: Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dan
Heritabilitas arti luas
Muh syukur from Andrew Gates
Korelasi antar karakter pengamatan: Perhitungan koefisien
korelasi dilakukan pada data kuantitatif untuk menghitung keeratan hubungan
antar peubah karakter dengan metode Pearson.
Heritabilitas arti luas – karakter seleksi : Seleksi
dilakukan dengan seleksi simultan untuk beberapa karakter menggunakan seleksi
indeks.
Keragaman genetik suatu karakter dapat dilihat dari rentang
sebaran data karakter tersebut. Keragaman genetik juga
dapat dilihat dari persentase koefisien keragaman genetik (KKG) karakter yang
diamati. Alnopri (2004) menggolongkan keragaman genetik menjadi 3 kriteria
yaitu sempit jika nilai KKG 0-10%, sedang jika KKG bernilai 10-20%, dan luas
jika nilai KKG lebih besar dari 20%.
Nilai heritabilitas menjadi dasar dalam penentuan karakter
seleksi. Heritabilitas diklasifikasikan berdasarkan kriteria rendah hingga
tinggi. Heritabilitas dikatakan tinggi jika nilai heritabilitas lebih besar
dari 50%, cukup tinggi bila nilainya pada 20 hingga 50%, dan rendah bila lebih
kecil dari 20%. Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi
oleh enam faktor, yaitu karakteristik populasi yang diuji, jumlah genotipe yang
dievaluasi, metode estimasi yang digunakan, keefektifan penilaian, adanya
ketidakseimbangan linkage dan rancangan penelitian yang digunakan di lapangan.
HASIL DAN KERAGAMAN
GENETIK TUJUH KLON TEH (Camellia sinensis (L.) Kuntze) DI DUA LOKASI DENGAN
KETINGGIAN BERBEDA
1605 2977-1-pb from Andrew Gates
Karakter tanaman dikendalikan oleh gen dalam sel. Karakter
tanaman yang tampak dan dapat diamati secara visual disebut fenotipe. Fenotipe
merupakan pengaruh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, oleh karena
itu selain berusaha untuk memperbaiki susunan genetik (genotipe) diperlukan
juga perbaikan kultur teknis sehingga kondisi lahan lebih sesuai dengan
persyaratan tumbuh tanaman tersebut.
Nilai heritabilitas (H) dalam arti luas
Klasifikasi nilai heritabilitas
a. Rendah <20 o:p="">20>
b. Sedang 20% - 50%
c. Tinggi >50%
Nilai Koefisien Variabilitas genetik (KVG)
KVG relatif = (√ /rerata) x 100%
Klasifikasi nilai Koefisien Variabilitas Genetik mutlak
a. Rendah 0 % ≤ X ≤25%
b. Agak rendah 25% ≤ X ≤ 50%
c. Cukup tinggi 50% ≤ X ≤ 75%
d. Tinggi 75% ≤ X ≤ 100%
Q and A
Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan
seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan
individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip
yang diharapkan akan besar (BAHAR dan ZEIN, 1993).
|
Rentang data yang luas dan nilai KKG lebih besar dari 20%
ini menjadikan karakter bobot per tanaman, bobot per buah, dan jumlah buah
pertanaman memiliki keragaman genetik yang luas.
Q and A
Ada dua metode analisis
korelasi dan satu metode analisis regresi yang dipakai pada praktikum kali
ini, yaitu analisis korelasi parametrik metode Pearson, analisis korelasi
nonparametrik metode Spearman, dan analisis regresi linear. Metode Pearson
merupakan metode pengujian korelasi yang umumnya dipakai untuk menguji data
yang bersifat parametrik (data pengukuran kuantitatif), sedangkan metode
Spearman merupakan metode pengujian korelasi yang umumnya dipakai untuk
menguji data yang bersifat nonparametrik (data pengukuran dapat berupa data
kualitatif).
|
Variabel pengamatan yang memiliki nilai koefisien variabilitas genetik yang tinggi yaitu
jumlah pucuk peko per tanaman, bobot pucuk peko per tanaman dan bobot pucuk
peko per plot. Nilai koefisien variabilitas genetik yang tinggi memiliki arti
bahwa perbedaan nilai genetik pada sifat-sifat tersebut yang dilihat dari
fenotipenya adalah besar, hal ini menunjukkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat dijadikan sebagai bahan seleksi. Dengan
nilai koevisien variabilitas genetik yang tinggi memiliki peluang yang lebih
besar dalam seleksi karakter terbaik jika dibandingkan dengan karakter-karakter
yang memiliki nilai koevisien variabilitas genetik yang rendah.
KESIMPULAN
1. Tujuh klon
teh yang ditanam di dua lokasi dengan ketinggian tempat berbeda menunjukkan
respon (bobot pucuk total per plot) yang tidak sama. Klon PGL 3 (4456,5 g), PGL
4 (4430,1 g) dan PGL 10 (4337,9 g) memiliki kecenderungan bobot pucuk total per
plot yang lebih tinggi dibandingkan klon-klon lainnya di lokasi Kayulandak
sedangkan di kebun bagian Andongsili kecenderungan serupa diperlihatkan oleh
klon PGL 3 (4023,7 g), PGL 10 (3129,6 g) dan Gambung 9 (3036,8 g).
2. Ketinggian
tempat lokasi penelitian yang berbeda tidak berpengaruh terhadap bobot pucuk
total per plot pada masing-masing klon yang diuji, tetapi terdapat
kecenderungan bobot pucuk total per plot di kebun bagian Kayulandak lebih
tinggi dibandingkan dengan kebun bagian Andongsili.
3. Nilai
Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) dan Heritabilitas (H) yang tinggi
diperlihatkan oleh variabel pangamatan jumlah pucuk peko per tanaman, bobot
pucuk peko per tanaman dan bobot pucuk peko per plot.
Variabilitas dan seleksi
awal populasi tanaman teh hasil persilangan buatan
Variabilitas dan seleksi awal populasi tanaman teh hasil persilangan buatan (2) from Andrew Gates
Klon teh yang diperoleh dari perbanyakan secara vegetatif
dari tanaman induk asal biji yang mempunyai kelebihan dalam sifat tertentu akan
memiliki susunan genetik yang sama sebagai hasil pembelahan mitosis
Luas atau sempitnya variabilitas suatu populasi seleksi akan
menentukan keberhasilan proses seleksi. Variabilitas merupakan tingkat atau
ukuran keragaman dari suatu populasi. Informasi mengenai variabilitas suatu
populasi seleksi penting untuk diketahui.
Variabilitas yang sempit akan mengakibatkan kesulitan bagi
pemulia untuk melakukan seleksi, karena tingkat keseragaman dari populasi
yang tinggi. Lain halnya bila variabilitas
suatu populasi luas, maka pemulia dapat melakukan seleksi secara efektif
karena tingkat keseragaman yang rendah.
|
Pada pemuliaan tanaman membiak vegetatif, pemilihan tetua
persilangan sangat penting karena tetua persilangan merupakan satu-satunya
sumber variabilitas genetik populasi tanaman tersebut. Penentuan tetua persilangan
sangat menentukan besarnya kemajuan genetik akibat seleksi, selain juga
intensitas seleksi yang diterapkan.
Tanaman teh yang menyerbuk silang memiliki konstitusi
genetik yang heterozigous, dan bila terjadi persilangan maka gengen akan
bersegregasi. Akibat dari segregasi gen-gen ini yang menjadikan turunan F1 dari
hasil persilangan beragam.
Pada tanaman teh, yang diperbanyak secara vegetatif, efek
dari segregasi gen tersebut secara otomatis tidak ada à karena Mitosis
Hukum Segregasi Mendel menyatakan bahwa dua faktor keturunan
terpisah ketika gamet terbentuk. Ketika pembuahan terjadi, keturunannya
menerima satu faktor keturunan dari masing-masing gamet, sehingga keturunan
yang dihasilkan memiliki dua faktor. (Anak menerima salah satu faktor dari
setiap orangtua, mengakibatkan dua faktor untuk masing-masing sifat pada
keturunannya.)
|
Informasi mengenai variabilitas suatu populasi seleksi
penting untuk diketahui. Luas atau sempitnya variabilitas suatu populasi
seleksi akan menentukan keberhasilan proses seleksi. Variabilitas merupakan tingkat atau ukuran keragaman dari suatu
populasi, variabilitas yang sempit akan mengakibatkan kesulitan bagi
pemulia untuk melakukan seleksi, karena tingkat keseragaman dari populasi yang
tinggi. Lain halnya bila variabilitas suatu populasi luas, maka pemulia dapat
melakukan seleksi secara efektif karena tingkat keseragaman yang rendah. Dalam
usaha perbaikan kultivar, diperlukan adanya plasma nutfah dengan variabilitas
genetik yang cukup luas agar tujuan yang hendak diraih dapat dicapai dalam
waktu yang lebih cepat.
Luas sempitnya variabilitas ditentukan dengan membandingkan
nilai varians dengan standar deviasinya (Sdσ2) sesuai ketentuan dari Anderson
dan Bancroft. Variabilitas dinyatakan luas
bila nilai varians lebih besar dari dua kali standar deviasinya (σ2>2Sdσ2),
sebaliknya variabilitas dinyatakan sempit
bila nilai variansnya lebih kecil atau sama dengan dua kali nilai standar
deviasinya (σ2 ≤ 2Sdσ2).
KESIMPULAN
1.
Variabilitas karakter hasil dan komponen hasil menunjukan bahwa karakter hasil
per perdu, jumlah peko, dan jumlah pucuk burung menunjukan variabilitas yang
luas, sedangkan karakter bobot p+3, bobot p+2 dan bobot pucuk burung tergolong
sempit variabilitasnya.
2. Dari 105
pohon induk yang diamati, terseleksi sebanyak delapan perdu yang memiliki
potensi hasil yang tinggi di atas 4.138 kg/ha/th, yaitu perdu no. 156, no. 99,
no. 22, no. X4, no. 41, no 136, no 38, dan no.45, dengan potensi hasil
tertinggi 6.261,98 kg/ha/th dan terendah 4.290,00 kg/ha/th.
3.
Perdu-perdu yang terpilih perlu diuji lebih lanjut untuk karakter perakaran,
ketahanan hama dan penyakit, potensi kualitas, dan uji baris agar hasil
penelitian lebih objektif.
Korelasi genotipik
morfologi daun dengan kandungan katekin pada tanaman teh (Camellia sinensis
(L.) O. Kuntze)
Katekin terbagi atas EC, ECG, EGC, EGCG, C, dan CG. Ditinjau
manfaat teh sebagai minuman kesehatan, peningkatan kandungan katekin sangat
bermanfaat karena katekin berfungsi sebagai salah satu antioksidan penangkal
radikal bebas dalam tubuh, pengurang kandungan kolesterol dalam tubuh, pencegah
kanker dan serangan jantung, dan baik untuk penderita tekanan darah tinggi.
Katekin merupakan senyawa yang paling utama pada daun teh. Pucuk dan daun muda
tanaman teh mengandung katekin sebesar 70-80%. Katekin merupakan senyawa
flavanoid utama yang terkandung dalam daun muda teh sekitar 25-30% dari berat
kering daun muda.
Berdasarkan morfologi tanaman, Kanthamani (1971) menyatakan
bahwa karakter bulu (trikhoma) pada permukaan bawah daun muda berkorelasi
dengan kandungan poliphenol pada tanaman teh. Semakin banyak jumlah trikhoma
pada daun muda, maka kualitas teh hitam akan semakin baik
Semakin banyak stomata dalam daun dapat mengindikasikan
bahwa klon teh tersebut mempunyai potensi untuk menghasilkan kandungan katekin
yang lebih tinggi.
Tanaman teh yang memiliki sudut daun yang sempit akan
menghasilkan fotosintat yang lebih besar dibandingkan sudut daun yang lebar.
KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karakter morfologi
yang berkorelasi nyata dengan kandungan katekin adalah karakter kerapatan
stomata dan sudut daun indung. Seleksi tidak langsung untuk kandungan katekin
dapat mempertimbangkan karakter kerapatan stomata dengan memperhatikan karakter
morfologi lain yang berpengaruh tidak langsung secara seksama. Karakter sudut
daun indung dapat dijadikan indikator seleksi tidak langsung terhadap kandungan
katekin.
PENDUGAAN PARAMETER
GENETIK HASIL DAN KOMPONEN HASIL GALUR - GALUR PADI LOKAL ASAL BANTEN
Menurut Frey (1983) pemuliaan tanaman meliputi tiga fase
kegiatan, yaitu: a) menciptakan variabilitas genotipe dalam suatu populasi
tanaman, b) seleksi genotipe yang memiliki gen-gen pengendali karakter target,
c) melepas varietas terbaik untuk produksi pertanian. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan
sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah variabilitas
genetik, haritabilitas, korelasi dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat
kaitannya dengan hasil tanaman.
Seleksi berdasarkan data analisis kuantitatif yang
berpedoman kepada nilai heritabilitas, keragaman genotipik dan fenotipik,
korelasi genotipik dan fenotipik dapat membantu ketajaman seleksi sehingga
hasil yang didapatkan lebih akurat.
Q and A
Heritabilitas menempati posisi
yang amat penting dalam hal analisis genetika populasi dan genetika
kuantitatif. Selain itu juga menjadi salah satu pertimbangan utama dalam
menentukan atatu assessment metode seleksi yang cocok bagi suatu populasi
pemuliaan.
Metode pendugaannya sangat
bermacam-macam dikarenakan tergantung dari susunan genetik populasi populasi
yang akan dikaji, tetapi ada tiga “mazhab” utama yang bisa dijadikan
penentuannya, yaitu: cara regresi dari Pearson dan Galton, cara uji skala
dengan menggunakan analisis rerata generasi dari Sewall Wright, dan cara
analisis varians yang dikembangkan oleh Ronald Fisher .
Heritabilitas merupakan istilah
yang digunakan untuk menggambarkan bagian dari keragaman total atau yang
diukur dengan ragam dari suatu sifat yang diakibatkan dalam dua konteks.
Secara luas, pengaruh keturunan tersebut termasuk seluruh pengaruh gen, yaitu
gen aditif, dominant dan epistatik. Heritabilitas dalam arti luas ini
dilambangkan dengan H. Namun, taksiran pengaruh genetik aditif biasanya lebih
penting dari pada pengaruh genetik total. Oleh karena itu sekarang dalam
pustaka dan penelitian tentang pemuliaan ternak, istilah heritabilitas menunjukkan taksiran aditif
dari ragam keturunan dan dituliskan dengan simbol h2.
Terkadang dugaan ini yang
paling berguna untuk menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dari
seleksi untuk sifat tersebut dalam populasi. Kecuali jika ditunjukkan,
istilah heritabilitas dengan simbol h2 dalam buku ini menunjukkan
heritabilitas dalam arti yang sempit.
Sebagaimana yang telah
diketahui bahwa fenotipe pada seekor ternak ditentukan oleh faktor genetik
dan non genetik. Faktor genetik ialah faktor yang mendapatkan perhatian
pemuliaan ternak, sebab faktor genetik tersebut akan diwariskan dari generasi
tetua kepada anaknya. Selanjutnya perlu diketahui juga sampai sejauh mana
fenotipe seekor ternak dapat digunakan sebagai indikator dalam menduga mutu
genetik suatu ternak. Untuk itulah kemudian dikembangkan suatu konsep yang
berupa koefesien yang dikenal dengan heritabilitas.
Heritabilitas dalam arti luas hanya dapat menjelaskan berapa
jumlah bagian dari keragaman fenotipik yang dikarenakan pengaruh genetik dan
berapa bagian pengaruh faktor lingkungan, tetapi tidak dapat menjelaskan
proporsi keragaman fenotipik pada tetua yang dapat diwariskan pada
turunannya. Diketahui bahwa genotipe pada seekor ternak tidak akan diwariskan
secara keseluruhan pada turunannya. Keunggulan seekor ternak yang disebabkan
oleh gen-gen yang telah beraksi secara dominansi dan epistasis akan terpecah
pada saat proses pindah silang dan segregasi dalam sebuah meoisis. Oleh
karena itu, heritabilitas dalam arti luas tidak bermanfaat dalam pemuliaan
ternak.
Kedua, heritabilitas dalam arti sempit atau narrow sense adalah
perbandingan antara ragam genetik additif dengan ragam fenotipik.
Heritabilitas dalam arti sempit yang selanjutnya disebut dengan heritabilitas
atau dengan notasi h2. Untuk banyak tujuan, heritabilitas dalam arti yang
sempit (h2) merupakan dugaan yang paling banyak bermanfaat sebab mampu
menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dengan proses seleksi untuk
suatu sifat di dalam suatu populasi. Pengaruh taksiran additif biasanya lebih
penting dari pada pengaruh genetik total. Sedangkan ragam dominan dan
epistasis pada umumnya kurang respon terhadap proses seleksi dan tidak
diturunkan dari generasi tetuanya kepada anaknya.
|
Hasil dan komponen hasil merupakan sifat kuantitatif.
Karakter hasil sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama fluktuasi iklim,
dibandingkan dengan komponen hasil (Permadi dkk., 1993). Rasio antara ragam
genotipe dan ragam fenotipe dari suatu sifat dinyatakan dalam nilai
heritabilitas (Utomo, 1982).
Nilai heritabilitas berguna untuk menentukan derajat
perbedaaan fenotipe yang disebabkan oleh pengaruh genotipe (Johnson, 1963).
Keragaman genetik disebabkan oleh perbedaaan nilai genotipe suatu populasi,
dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik.
Nilai koefisien keragaman genetik membantu pengukuran
diversitas genetik pada suatu sifat dan melengkapi cara dalam membandingkan
keragaman genetik di dalam sifat sifat kuantitatif.
Kemajuan seleksi yang efektif didapatkan dengan menggunakan
koefisien keragaman genetik dipadu dengan nilai heritabilitas (Dimyati, 1977).
Kemajuan genetik atau respons seleksi dan heritabilitas yang tinggi sangat
menentukan keberhasilan seleksi untuk lingkungan yang sesuai
KESIMPULAN
1. Nilai
heritabilitas tinggi ditunjukkan pada karakter jumlah anakan, panjang malai dan
bobot gabah isi per rumpun.
2. Nilai
kemajuan genetik tinggi ditunjukkan pada karakter bobot gabah isi per rumpun.
3. Karakter
jumlah anakan, jumlah malai dan bobot 1000 butir berkorelasi nyata positif
dengan hasil (bobot gabah isi per rumpun) sedangkan panjang malai berkorelasi
tidak nyata.
4. Karakter
hasil, jumlah anakan, jumlah malai dan bobot 1000 butir berpeluang besar
dijadikan indikator seleksi untuk perbaikan hasil padi lokal asal Banten
melalui seleksi.
5. Seyogyanya
perlu dilakukan pengujian kembali galur-galur padi lokal asal Banten ini pada
musim tanam yang berbeda (musim kemarau/musim hujan) untuk memantapkan konsistensi
tanggapan karakter hasil dan komponen hasil terhadap faktor lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar