Senin, 05 Februari 2018

Integrated Journal Learning



Sebagai seorang mahasiswa, membaca jurnal ilmiah adalah hal yang wajib untuk dilakukan. Banyaknya tugas yang diberikan oleh Dosen kepada kita tidak semata-mata hanya bersumber dari textbook, namun perlu referensi lain yang menunjang ilmu dan pengetahuan, yaitu jurnal ilmiah.Memahami sebuah jurnal penelitian yang telah diterbitkan ditingkat nasional maupun internasional bukanlah suatu hal yang mudah bila tak sering dibiasakan dari awal seperti pepatah "reading becomes easier with experience".  

Membiasakan membaca jurnal penelitian pada awal perkuliahan akan sangat membantu kita dalam menyelesaikan segala tugas-tugas yang diberikan, tidak hanya itu, dengan seringnya membaca jurnal kita bisa selangkah lebih maju dan mengetahui hal-hal yang mahasiswa lain tidak tahu.

Mendapatkan literatur selama kuliah dan dari buku-buku penunjang kuliah kemudian kita comot comot saat mengerjakan tugas ilmiah, kini dengan tulisan-tulisan ilmiah baik jurnal, skripsi, tesis, kita menelaah kembali lebih luas istilah istilah akademis 

Terms:
1. Baca Jurnal yang sudah disiapkan
2. Kemudian diambil petikan / poin-poin penting kemudian dikutip
3. Apabila ada "istilah baru" atau frasa yang tak dimengerti kemudian dicari penjelasannya dan diletakkan di Q n A Box 
4. Ditulis juga kesimpulannya
5. Sharing hasil yang didapat dengan teman untuk menambah wawasan anda
6. Perhatikan contohnya di bawah ini:

NB: dalam sebulan minimal pelajari 3-4 jurnal dengan tema besar yang sama untuk memudahkan pembelajaran dan memperjelas runtutuan materi tema besarnya. Selamat mencoba :)


Pendugaan Parameter Genetik dan Seleksi Karakter Kuantitatif Cabai Rawit (Capsicum annuum L.) Populasi F3



16801 50544-1-pb (1) from Andrew Gates

Karakter kuantitatif dikendalikan oleh gen minor dan banyak karakter penting yang merupakan bagian dari karakter kuantitatif. Analisis pewarisan yang perlu dilakukan meliputi evaluasi keragaman genetik, korelasi karakter, analisis aksi gen, dan heritabilitas. Hal tersebut menjadi dasar dalam melakukan seleksi. Keragaman genetik sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi dalam program pemuliaan tanaman. Karakter yang akan dijadikan kriteria seleksi harus memiliki korelasi positif terhadap produksi. Kemajuan seleksi yang baik akan tercapai jika nilai heritabilitas karakter seleksi tergolong tinggi.


Q and A
Karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing-masing dapat dikelompokkan dalam bentuk kategori. Karakter kualitatif biasanya dapat diamati dan dibedakan dengan jelas secara visual, karena umumnya bersifat diskret.
Ex: Kehijauan daun, warna, rasa, ketahanan terhadap OPT
Karakter kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan merupakan hasil akhir dari suatu proses pertumbuhan dan perkembangan yang berkaitan langsung dengan karakter fisiologi dan morfologis. Diantara kedua karakter ini, karakter morfologis lebih mudah diamati, misalnya produksi tanaman sering dijadikan obyek pemuliaan tanaman.
Ex: jumlah tongkol, jumlah bulir, jumlah polong


Data dianalisis: Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dan Heritabilitas arti luas



Korelasi antar karakter pengamatan: Perhitungan koefisien korelasi dilakukan pada data kuantitatif untuk menghitung keeratan hubungan antar peubah karakter dengan metode Pearson.
Heritabilitas arti luas – karakter seleksi : Seleksi dilakukan dengan seleksi simultan untuk beberapa karakter menggunakan seleksi indeks.

Keragaman genetik suatu karakter dapat dilihat dari rentang sebaran data karakter tersebut. Keragaman genetik juga dapat dilihat dari persentase koefisien keragaman genetik (KKG) karakter yang diamati. Alnopri (2004) menggolongkan keragaman genetik menjadi 3 kriteria yaitu sempit jika nilai KKG 0-10%, sedang jika KKG bernilai 10-20%, dan luas jika nilai KKG lebih besar dari 20%.

Nilai heritabilitas menjadi dasar dalam penentuan karakter seleksi. Heritabilitas diklasifikasikan berdasarkan kriteria rendah hingga tinggi. Heritabilitas dikatakan tinggi jika nilai heritabilitas lebih besar dari 50%, cukup tinggi bila nilainya pada 20 hingga 50%, dan rendah bila lebih kecil dari 20%. Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu karakteristik populasi yang diuji, jumlah genotipe yang dievaluasi, metode estimasi yang digunakan, keefektifan penilaian, adanya ketidakseimbangan linkage dan rancangan penelitian yang digunakan di lapangan.

HASIL DAN KERAGAMAN GENETIK TUJUH KLON TEH (Camellia sinensis (L.) Kuntze) DI DUA LOKASI DENGAN KETINGGIAN BERBEDA



1605 2977-1-pb from Andrew Gates

Karakter tanaman dikendalikan oleh gen dalam sel. Karakter tanaman yang tampak dan dapat diamati secara visual disebut fenotipe. Fenotipe merupakan pengaruh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan, oleh karena itu selain berusaha untuk memperbaiki susunan genetik (genotipe) diperlukan juga perbaikan kultur teknis sehingga kondisi lahan lebih sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman tersebut.

Nilai heritabilitas (H) dalam arti luas
Klasifikasi nilai heritabilitas
a. Rendah <20 o:p="">
b. Sedang 20% - 50%
c. Tinggi >50%
Nilai Koefisien Variabilitas genetik (KVG)
KVG relatif = (√ /rerata) x 100%
Klasifikasi nilai Koefisien Variabilitas Genetik mutlak
a. Rendah 0 % ≤ X ≤25%
b. Agak rendah 25% ≤ X ≤ 50%
c. Cukup tinggi 50% ≤ X ≤ 75%
d. Tinggi 75% ≤ X ≤ 100%


Q and A
Variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar (BAHAR dan ZEIN, 1993).


Rentang data yang luas dan nilai KKG lebih besar dari 20% ini menjadikan karakter bobot per tanaman, bobot per buah, dan jumlah buah pertanaman memiliki keragaman genetik yang luas.


Q and A
Ada dua metode analisis korelasi dan satu metode analisis regresi yang dipakai pada praktikum kali ini, yaitu analisis korelasi parametrik metode Pearson, analisis korelasi nonparametrik metode Spearman, dan analisis regresi linear. Metode Pearson merupakan metode pengujian korelasi yang umumnya dipakai untuk menguji data yang bersifat parametrik (data pengukuran kuantitatif), sedangkan metode Spearman merupakan metode pengujian korelasi yang umumnya dipakai untuk menguji data yang bersifat nonparametrik (data pengukuran dapat berupa data kualitatif).

Indeks seleksi:



Variabel pengamatan yang memiliki nilai koefisien variabilitas genetik yang tinggi yaitu jumlah pucuk peko per tanaman, bobot pucuk peko per tanaman dan bobot pucuk peko per plot. Nilai koefisien variabilitas genetik yang tinggi memiliki arti bahwa perbedaan nilai genetik pada sifat-sifat tersebut yang dilihat dari fenotipenya adalah besar, hal ini menunjukkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat dijadikan sebagai bahan seleksi. Dengan nilai koevisien variabilitas genetik yang tinggi memiliki peluang yang lebih besar dalam seleksi karakter terbaik jika dibandingkan dengan karakter-karakter yang memiliki nilai koevisien variabilitas genetik yang rendah.

KESIMPULAN
1. Tujuh klon teh yang ditanam di dua lokasi dengan ketinggian tempat berbeda menunjukkan respon (bobot pucuk total per plot) yang tidak sama. Klon PGL 3 (4456,5 g), PGL 4 (4430,1 g) dan PGL 10 (4337,9 g) memiliki kecenderungan bobot pucuk total per plot yang lebih tinggi dibandingkan klon-klon lainnya di lokasi Kayulandak sedangkan di kebun bagian Andongsili kecenderungan serupa diperlihatkan oleh klon PGL 3 (4023,7 g), PGL 10 (3129,6 g) dan Gambung 9 (3036,8 g).
2. Ketinggian tempat lokasi penelitian yang berbeda tidak berpengaruh terhadap bobot pucuk total per plot pada masing-masing klon yang diuji, tetapi terdapat kecenderungan bobot pucuk total per plot di kebun bagian Kayulandak lebih tinggi dibandingkan dengan kebun bagian Andongsili.

3. Nilai Koefisien Variabilitas Genetik (KVG) dan Heritabilitas (H) yang tinggi diperlihatkan oleh variabel pangamatan jumlah pucuk peko per tanaman, bobot pucuk peko per tanaman dan bobot pucuk peko per plot.

Variabilitas dan seleksi awal populasi tanaman teh hasil persilangan buatan



Variabilitas dan seleksi awal populasi tanaman teh hasil persilangan buatan (2) from Andrew Gates

Klon teh yang diperoleh dari perbanyakan secara vegetatif dari tanaman induk asal biji yang mempunyai kelebihan dalam sifat tertentu akan memiliki susunan genetik yang sama sebagai hasil pembelahan mitosis

Luas atau sempitnya variabilitas suatu populasi seleksi akan menentukan keberhasilan proses seleksi. Variabilitas merupakan tingkat atau ukuran keragaman dari suatu populasi. Informasi mengenai variabilitas suatu populasi seleksi penting untuk diketahui.


Variabilitas yang sempit akan mengakibatkan kesulitan bagi pemulia untuk melakukan seleksi, karena tingkat keseragaman dari populasi yang tinggi. Lain halnya bila variabilitas suatu populasi luas, maka pemulia dapat melakukan seleksi secara efektif karena tingkat keseragaman yang rendah.


Pada pemuliaan tanaman membiak vegetatif, pemilihan tetua persilangan sangat penting karena tetua persilangan merupakan satu-satunya sumber variabilitas genetik populasi tanaman tersebut. Penentuan tetua persilangan sangat menentukan besarnya kemajuan genetik akibat seleksi, selain juga intensitas seleksi yang diterapkan.

Tanaman teh yang menyerbuk silang memiliki konstitusi genetik yang heterozigous, dan bila terjadi persilangan maka gengen akan bersegregasi. Akibat dari segregasi gen-gen ini yang menjadikan turunan F1 dari hasil persilangan beragam.
Pada tanaman teh, yang diperbanyak secara vegetatif, efek dari segregasi gen tersebut secara otomatis tidak ada à karena Mitosis


Hukum Segregasi Mendel menyatakan bahwa dua faktor keturunan terpisah ketika gamet terbentuk. Ketika pembuahan terjadi, keturunannya menerima satu faktor keturunan dari masing-masing gamet, sehingga keturunan yang dihasilkan memiliki dua faktor. (Anak menerima salah satu faktor dari setiap orangtua, mengakibatkan dua faktor untuk masing-masing sifat pada keturunannya.)


Informasi mengenai variabilitas suatu populasi seleksi penting untuk diketahui. Luas atau sempitnya variabilitas suatu populasi seleksi akan menentukan keberhasilan proses seleksi. Variabilitas merupakan tingkat atau ukuran keragaman dari suatu populasi, variabilitas yang sempit akan mengakibatkan kesulitan bagi pemulia untuk melakukan seleksi, karena tingkat keseragaman dari populasi yang tinggi. Lain halnya bila variabilitas suatu populasi luas, maka pemulia dapat melakukan seleksi secara efektif karena tingkat keseragaman yang rendah. Dalam usaha perbaikan kultivar, diperlukan adanya plasma nutfah dengan variabilitas genetik yang cukup luas agar tujuan yang hendak diraih dapat dicapai dalam waktu yang lebih cepat.

Luas sempitnya variabilitas ditentukan dengan membandingkan nilai varians dengan standar deviasinya (Sdσ2) sesuai ketentuan dari Anderson dan Bancroft. Variabilitas dinyatakan luas bila nilai varians lebih besar dari dua kali standar deviasinya (σ2>2Sdσ2), sebaliknya variabilitas dinyatakan sempit bila nilai variansnya lebih kecil atau sama dengan dua kali nilai standar deviasinya (σ2 ≤ 2Sdσ2).

KESIMPULAN
1. Variabilitas karakter hasil dan komponen hasil menunjukan bahwa karakter hasil per perdu, jumlah peko, dan jumlah pucuk burung menunjukan variabilitas yang luas, sedangkan karakter bobot p+3, bobot p+2 dan bobot pucuk burung tergolong sempit variabilitasnya.
2. Dari 105 pohon induk yang diamati, terseleksi sebanyak delapan perdu yang memiliki potensi hasil yang tinggi di atas 4.138 kg/ha/th, yaitu perdu no. 156, no. 99, no. 22, no. X4, no. 41, no 136, no 38, dan no.45, dengan potensi hasil tertinggi 6.261,98 kg/ha/th dan terendah 4.290,00 kg/ha/th.

3. Perdu-perdu yang terpilih perlu diuji lebih lanjut untuk karakter perakaran, ketahanan hama dan penyakit, potensi kualitas, dan uji baris agar hasil penelitian lebih objektif.

Korelasi genotipik morfologi daun dengan kandungan katekin pada tanaman teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze)



Katekin terbagi atas EC, ECG, EGC, EGCG, C, dan CG. Ditinjau manfaat teh sebagai minuman kesehatan, peningkatan kandungan katekin sangat bermanfaat karena katekin berfungsi sebagai salah satu antioksidan penangkal radikal bebas dalam tubuh, pengurang kandungan kolesterol dalam tubuh, pencegah kanker dan serangan jantung, dan baik untuk penderita tekanan darah tinggi. Katekin merupakan senyawa yang paling utama pada daun teh. Pucuk dan daun muda tanaman teh mengandung katekin sebesar 70-80%. Katekin merupakan senyawa flavanoid utama yang terkandung dalam daun muda teh sekitar 25-30% dari berat kering daun muda.

Berdasarkan morfologi tanaman, Kanthamani (1971) menyatakan bahwa karakter bulu (trikhoma) pada permukaan bawah daun muda berkorelasi dengan kandungan poliphenol pada tanaman teh. Semakin banyak jumlah trikhoma pada daun muda, maka kualitas teh hitam akan semakin baik

Semakin banyak stomata dalam daun dapat mengindikasikan bahwa klon teh tersebut mempunyai potensi untuk menghasilkan kandungan katekin yang lebih tinggi.

Tanaman teh yang memiliki sudut daun yang sempit akan menghasilkan fotosintat yang lebih besar dibandingkan sudut daun yang lebar.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karakter morfologi yang berkorelasi nyata dengan kandungan katekin adalah karakter kerapatan stomata dan sudut daun indung. Seleksi tidak langsung untuk kandungan katekin dapat mempertimbangkan karakter kerapatan stomata dengan memperhatikan karakter morfologi lain yang berpengaruh tidak langsung secara seksama. Karakter sudut daun indung dapat dijadikan indikator seleksi tidak langsung terhadap kandungan katekin.

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK HASIL DAN KOMPONEN HASIL GALUR - GALUR PADI LOKAL ASAL BANTEN


Menurut Frey (1983) pemuliaan tanaman meliputi tiga fase kegiatan, yaitu: a) menciptakan variabilitas genotipe dalam suatu populasi tanaman, b) seleksi genotipe yang memiliki gen-gen pengendali karakter target, c) melepas varietas terbaik untuk produksi pertanian. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan efisien adalah variabilitas genetik, haritabilitas, korelasi dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat kaitannya dengan hasil tanaman.

Seleksi berdasarkan data analisis kuantitatif yang berpedoman kepada nilai heritabilitas, keragaman genotipik dan fenotipik, korelasi genotipik dan fenotipik dapat membantu ketajaman seleksi sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.


    Q and A

Heritabilitas menempati posisi yang amat penting dalam hal analisis genetika populasi dan genetika kuantitatif. Selain itu juga menjadi salah satu pertimbangan utama dalam menentukan atatu assessment metode seleksi yang cocok bagi suatu populasi pemuliaan.

Metode pendugaannya sangat bermacam-macam dikarenakan tergantung dari susunan genetik populasi populasi yang akan dikaji, tetapi ada tiga “mazhab” utama yang bisa dijadikan penentuannya, yaitu: cara regresi dari Pearson dan Galton, cara uji skala dengan menggunakan analisis rerata generasi dari Sewall Wright, dan cara analisis varians yang dikembangkan oleh Ronald Fisher .

Heritabilitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan bagian dari keragaman total atau yang diukur dengan ragam dari suatu sifat yang diakibatkan dalam dua konteks. Secara luas, pengaruh keturunan tersebut termasuk seluruh pengaruh gen, yaitu gen aditif, dominant dan epistatik. Heritabilitas dalam arti luas ini dilambangkan dengan H. Namun, taksiran pengaruh genetik aditif biasanya lebih penting dari pada pengaruh genetik total. Oleh karena itu sekarang dalam pustaka dan penelitian tentang pemuliaan ternak, istilah  heritabilitas menunjukkan taksiran aditif dari ragam keturunan dan dituliskan dengan simbol h2.

Terkadang dugaan ini yang paling berguna untuk menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dari seleksi untuk sifat tersebut dalam populasi. Kecuali jika ditunjukkan, istilah heritabilitas dengan simbol h2 dalam buku ini menunjukkan heritabilitas dalam arti yang sempit.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa fenotipe pada seekor ternak ditentukan oleh faktor genetik dan non genetik. Faktor genetik ialah faktor yang mendapatkan perhatian pemuliaan ternak, sebab faktor genetik tersebut akan diwariskan dari generasi tetua kepada anaknya. Selanjutnya perlu diketahui juga sampai sejauh mana fenotipe seekor ternak dapat digunakan sebagai indikator dalam menduga mutu genetik suatu ternak. Untuk itulah kemudian dikembangkan suatu konsep yang berupa koefesien yang dikenal dengan heritabilitas.

Heritabilitas dalam arti luas hanya dapat menjelaskan berapa jumlah bagian dari keragaman fenotipik yang dikarenakan pengaruh genetik dan berapa bagian pengaruh faktor lingkungan, tetapi tidak dapat menjelaskan proporsi keragaman fenotipik pada tetua yang dapat diwariskan pada turunannya. Diketahui bahwa genotipe pada seekor ternak tidak akan diwariskan secara keseluruhan pada turunannya. Keunggulan seekor ternak yang disebabkan oleh gen-gen yang telah beraksi secara dominansi dan epistasis akan terpecah pada saat proses pindah silang dan segregasi dalam sebuah meoisis. Oleh karena itu, heritabilitas dalam arti luas tidak bermanfaat dalam pemuliaan ternak.

Kedua, heritabilitas dalam arti sempit atau narrow sense adalah perbandingan antara ragam genetik additif dengan ragam fenotipik. Heritabilitas dalam arti sempit yang selanjutnya disebut dengan heritabilitas atau dengan notasi h2. Untuk banyak tujuan, heritabilitas dalam arti yang sempit (h2) merupakan dugaan yang paling banyak bermanfaat sebab mampu menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dengan proses seleksi untuk suatu sifat di dalam suatu populasi. Pengaruh taksiran additif biasanya lebih penting dari pada pengaruh genetik total. Sedangkan ragam dominan dan epistasis pada umumnya kurang respon terhadap proses seleksi dan tidak diturunkan dari generasi tetuanya kepada anaknya.



Hasil dan komponen hasil merupakan sifat kuantitatif. Karakter hasil sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama fluktuasi iklim, dibandingkan dengan komponen hasil (Permadi dkk., 1993). Rasio antara ragam genotipe dan ragam fenotipe dari suatu sifat dinyatakan dalam nilai heritabilitas (Utomo, 1982).

Nilai heritabilitas berguna untuk menentukan derajat perbedaaan fenotipe yang disebabkan oleh pengaruh genotipe (Johnson, 1963). Keragaman genetik disebabkan oleh perbedaaan nilai genotipe suatu populasi, dinyatakan dengan koefisien keragaman genetik.

Nilai koefisien keragaman genetik membantu pengukuran diversitas genetik pada suatu sifat dan melengkapi cara dalam membandingkan keragaman genetik di dalam sifat sifat kuantitatif.

Kemajuan seleksi yang efektif didapatkan dengan menggunakan koefisien keragaman genetik dipadu dengan nilai heritabilitas (Dimyati, 1977). Kemajuan genetik atau respons seleksi dan heritabilitas yang tinggi sangat menentukan keberhasilan seleksi untuk lingkungan yang sesuai

KESIMPULAN
1. Nilai heritabilitas tinggi ditunjukkan pada karakter jumlah anakan, panjang malai dan bobot gabah isi per rumpun.
2. Nilai kemajuan genetik tinggi ditunjukkan pada karakter bobot gabah isi per rumpun.
3. Karakter jumlah anakan, jumlah malai dan bobot 1000 butir berkorelasi nyata positif dengan hasil (bobot gabah isi per rumpun) sedangkan panjang malai berkorelasi tidak nyata.
4. Karakter hasil, jumlah anakan, jumlah malai dan bobot 1000 butir berpeluang besar dijadikan indikator seleksi untuk perbaikan hasil padi lokal asal Banten melalui seleksi.

5. Seyogyanya perlu dilakukan pengujian kembali galur-galur padi lokal asal Banten ini pada musim tanam yang berbeda (musim kemarau/musim hujan) untuk memantapkan konsistensi tanggapan karakter hasil dan komponen hasil terhadap faktor lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar