Senin, 19 Maret 2018


Pekarangan Kampung untuk Konservasi Agro Biodiversitas dalam Mendukung Penganekaragaman dan Ketahanan Pangan Indonesia

Permasalahan pangan di Indonesia menjadi tantangan yang belum dapat ditangani. Dengan jumlah penduduk 242 juta jiwa dan rata-rata laju pertumbuhan 1,49% per tahun. Saat umur 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia populasi penduduk Indonesia mencapai 450 juta jiwa menjadi sebuah tantangan untuk mencapai ketahanan pangan, keamanan pangan dan kedaulatan pangan. Dalam pembuatan rumah harus memiliki ruang terbuka hijau lebih dari 5 juta hektar pekarangan yang ada di Indonesia. 1,7 juta hektar berada di Pulau Jawa. Pemanfaatan pekarangan 40% pekarangan rumah tangga lebih kecil 100 m2, 25% seluas 100-200 m2, 11,7% luas tanah pekarangan 200-300 m2, dan 22,7% luas tanah pekarangan >300m2. Rata-rata pekarangan di Indonesia berukuran sempit. Riset pekarangan yang telah dilakukan untuk praktek agroforestri lebih intensif dilakukan mulai tahun 2006 dengan dukungan dana dari berbagai institusi dan universitas di Indonesia dan luar negeri. Sistem agroforestri tradisional pekarangan kebun campuran, talud, sawah, dan tegalan pada lansekap kampung saat ini telah dipetakan di lima provinsi melalui FAO. Serta, akan diusulkan menjadi glogely important agriculture heritage system.
Dengan hal seperti itu, sebagai lahan yang dimiliki sebuah rumah dan dengan batas yang jelas, pekarangan merupakan lansekap yang berpotensi sebagai salah satu lahan untuk praktek agroforestri dan mampu memberikan jaa lansekap. Selain untuk kebutuhan pertanian juga untuk mengkonservasi tanaman hayati pertanian, tanaman, hewan ternak, dan ikan. Beragam tanaman yang ada pekarangan juga akan membantu menyerap energi cahaya matahari, menyerap karbon, untuk tata air, tata tanah, tata udara, memberikan keindahan dan kenyamanan lingkungan setempat. Pekarangan diberdayakan berdasarkan kearifan lokal, budaya dan ekologi setempat. Sehingga, dapat digunakan untuk budidaya secara subsisten dan komersial.
Pekarangan, dari sudut ekologi, merupakan lahan dengan sistem yang terintegrasi dan mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik/penghuninya dengan tanaman, tumbuhan serta ikan, satwa liar, dan hewan yang diternakannya. Sebagai lahan yang berada di sekitar rumah dengan batas dan pemilikan yang jelas, pekarangan merupakan lanskap yang berpotensi sebagai salah satu lahan untuk praktik agroforestri. Selain untuk produksi pertanian, juga mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian. Pemanfaatan pekarangan merupakan hal yang sangat strategis dalam konteks mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian untuk beragam jenis tanaman, hewan, dan ikan. Oleh karena itu, pekarangan berperan dalam ketahanan pangan masyarakat desa untuk pemenuhan penganekaragaman pangan lokal.
Praktek agroforestri di pekarangan memiliki potensi ekonomis dengan menggunakan tanaman yang cocok dengan faktor iklimnya. Pekarangan yag berkelanjutan berdasarkan dengan ranah ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya. Untuk pemenuhan bahan pangan, bahan pakan, sandang, papan, dan cara pengolahannya. Adapun fungsi dasar adanya pekarangan, antara lain: produksi secara subsisten, menghasilkan produk komersial dan menambah pendapatan, memiliki nilai sosial dan ekonomi, fungsi ekologis dan biofisik lingkungan.
Ukuran pekarangan itu dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
a.    Pekarangan sempit dengan luas <120 m="" sup="">2
.
b.    Pekarangan sedang dengan luas 120-300 m2.
c.    Pekarangan besar dengan luas 400-1000 m2.
d.   Pekarangan sangat luas dengan luas > 1000 m2.
Luasan tersebut dibagi berdasarkan dengan the critical minimum size pekarangan yaitu seluas 100 m2 yang didasarkan ukuran minimal tempat untuk menyediakan tempat untuk 5 strata tanaman. Tanaman tertentu ditanam sesuai dengan defisiensi waktu dan tenaga setiap daerah juga memiliki nama daerah untuk pekarangan masing-masing.
          Tata ruang pekarangan dipengaruhi oleh letak atau posisi rumah terhadap jalur aksesibilitas jalan raya, jalan desa, gang, atau jalur sungai. Bangunan rumah pada umumnya menghadap ke jalur aksesibilitas tersebut. Pada tapak lahan yang relatif luas terutama di perdesaan dengan pola single house, rumah berada di bagian tengah tapak lahan. Bagian pekarangan mulai dari teritis teras depan hingga batas pemilikan ke depan disebut halaman depan; yang bagian samping disebut halaman samping, yaitu samping kiri dan samping kanan; sedangkan mulai dari teritis bagian belakang hingga batas pemilikan lahan di belakang disebut halaman belakang. Tata ruang pekarangan ini penting dalam menentukan peruntukan fungsinya, khusus bagi tanaman. Tanaman tertentu ditanam pada bagian pekarangan sesuai dengan efisiensi waktu dan tenaga. Zonasi pekarangan dipengaruhi juga oleh adat-istiadat, kebiasaan, agama dan suku. Konsep tri-hita-karana sebagai local knowledge pada masyarakat Bali, di mana tata-ruang mulai dari pulau,banjar, sampai pekarangan dibagi menjadi parahyang (hulu, atas, kepala), pawongan (tengah, badan), dan palemahan (hilir, bawah, kaki). Setiap bagian memiliki penggunaan yang khas, termasuk bagi pola pertanaman dan pemilihan jenis tanaman di pekarangan.
Semakin ke bawah pekarangan memiliki strata tanaman yang lebih baik dan jumlah cadangan karbon lebih tinggi. Keragaman horizontal dalam pekarangan dalah keragaman jenis tanaman, hewan, satwa liar, dan ikan yang dipengaruhi oleh faktor sosial, ekonomi dan budaya. Ada delapan fungsi tanaman antara lain,  sebagai tanaman hias, tanaman buah, tanaman sayur, tanaman obat, tanaman bumbu, penghasil pati, bahan baku industri, dan penghasil pakan. Jumlah tanaman dipengaruhi oleh ukuran pekarangan. Semakin luas pekarangan maka akan semakin banyak jumlah keanekaragaman jenis tanaman yang ada di pekarangan.di kota laha pertanian semakin sempit digunakan untuk penanaman tanaman organik, buah maupun sayur dengan menggunakan verticultur garden, tabulampot, dan green roof garden dapat diterapkan di pekarangan yang sempit. Keanekaragaman tanaman digunakan untuk mempercepat keanekaragaman konsumsi pangan dan ketahanan pangan, serta untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Tanaman yang biasa dimanfaatkan dan diambil hasinya adalah tanaman kelapa, jambu, pepaya, singkong, pisang, rambutan, dan cabai rawit. Produksi dari tanah pekarangan 73 % dikonsumsi sendiri olehkeluarga, 14% dijual, dan 13%  diberikan ke tetangga.produksi ternak dan ikan yang wajib adalah ayam kampung, kambing, sapi, dan domba. Untuk kontribusi gizi tanaman di pekarangan memasok gizi keluarga sebesar 137 kg kalori. Konsumsi beras mencaai 113 kg/orang/tahun. Setiap keluarga memiliki tanaman yang baik, maka akan mampu meningkatkan ketahanan makanan untuk memperoleh pangan yang baik dan berkualitas. Keberhasilan pekerjaan perlu dukungan dari unit desa dan koperasi sehingga dapat melaksanakan produksi hasil tanaman pekarangan yang baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar