Pekarangan Kampung untuk Konservasi Agro
Biodiversitas dalam Mendukung Penganekaragaman dan Ketahanan Pangan Indonesia
Permasalahan
pangan di Indonesia menjadi tantangan yang belum dapat ditangani. Dengan jumlah
penduduk 242 juta jiwa dan rata-rata laju pertumbuhan 1,49% per tahun. Saat
umur 100 tahun kemerdekaan Republik Indonesia populasi penduduk Indonesia
mencapai 450 juta jiwa menjadi sebuah tantangan untuk mencapai ketahanan
pangan, keamanan pangan dan kedaulatan pangan. Dalam pembuatan rumah harus
memiliki ruang terbuka hijau lebih dari 5 juta hektar pekarangan yang ada di
Indonesia. 1,7 juta hektar berada di Pulau Jawa. Pemanfaatan pekarangan 40% pekarangan
rumah tangga lebih kecil 100 m2, 25% seluas 100-200 m2,
11,7% luas tanah pekarangan 200-300 m2, dan 22,7% luas tanah
pekarangan >300m2. Rata-rata pekarangan di Indonesia berukuran
sempit. Riset pekarangan yang telah dilakukan untuk praktek agroforestri lebih
intensif dilakukan mulai tahun 2006 dengan dukungan dana dari berbagai
institusi dan universitas di Indonesia dan luar negeri. Sistem agroforestri
tradisional pekarangan kebun campuran, talud, sawah, dan tegalan pada lansekap
kampung saat ini telah dipetakan di lima provinsi melalui FAO. Serta, akan
diusulkan menjadi glogely important
agriculture heritage system.
Dengan
hal seperti itu, sebagai lahan yang dimiliki sebuah rumah dan dengan batas yang
jelas, pekarangan merupakan lansekap yang berpotensi sebagai salah satu lahan
untuk praktek agroforestri dan mampu memberikan jaa lansekap. Selain untuk
kebutuhan pertanian juga untuk mengkonservasi tanaman hayati pertanian,
tanaman, hewan ternak, dan ikan. Beragam tanaman yang ada pekarangan juga akan
membantu menyerap energi cahaya matahari, menyerap karbon, untuk tata air, tata
tanah, tata udara, memberikan keindahan dan kenyamanan lingkungan setempat.
Pekarangan diberdayakan berdasarkan kearifan lokal, budaya dan ekologi
setempat. Sehingga, dapat digunakan untuk budidaya secara subsisten dan
komersial.
Pekarangan, dari
sudut ekologi, merupakan lahan dengan sistem yang terintegrasi dan mempunyai
hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik/penghuninya dengan tanaman,
tumbuhan serta ikan, satwa liar, dan hewan yang diternakannya. Sebagai lahan
yang berada di sekitar rumah dengan batas dan pemilikan yang jelas, pekarangan
merupakan lanskap yang berpotensi sebagai salah satu lahan untuk praktik
agroforestri. Selain untuk produksi pertanian, juga mengkonservasi
keanekaragaman hayati pertanian. Pemanfaatan pekarangan merupakan hal yang
sangat strategis dalam konteks mengkonservasi keanekaragaman hayati pertanian
untuk beragam jenis tanaman, hewan, dan ikan. Oleh karena itu, pekarangan
berperan dalam ketahanan pangan masyarakat desa untuk pemenuhan
penganekaragaman pangan lokal.
Praktek
agroforestri di pekarangan memiliki potensi ekonomis dengan menggunakan tanaman
yang cocok dengan faktor iklimnya. Pekarangan yag berkelanjutan berdasarkan
dengan ranah ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya. Untuk pemenuhan bahan
pangan, bahan pakan, sandang, papan, dan cara pengolahannya. Adapun fungsi
dasar adanya pekarangan, antara lain: produksi secara subsisten, menghasilkan
produk komersial dan menambah pendapatan, memiliki nilai sosial dan ekonomi, fungsi
ekologis dan biofisik lingkungan.
Ukuran
pekarangan itu dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
a.
Pekarangan
sempit dengan luas <120 m="" sup="">2
.
b.
Pekarangan
sedang dengan luas 120-300 m2.
c.
Pekarangan
besar dengan luas 400-1000 m2.
d.
Pekarangan
sangat luas dengan luas > 1000 m2.
Luasan tersebut
dibagi berdasarkan dengan the critical
minimum size pekarangan yaitu seluas 100 m2 yang didasarkan
ukuran minimal tempat untuk menyediakan tempat untuk 5 strata tanaman. Tanaman
tertentu ditanam sesuai dengan defisiensi waktu dan tenaga setiap daerah juga
memiliki nama daerah untuk pekarangan masing-masing.
Tata ruang
pekarangan dipengaruhi oleh letak atau posisi rumah terhadap jalur
aksesibilitas jalan raya, jalan desa, gang, atau jalur sungai. Bangunan rumah
pada umumnya menghadap ke jalur aksesibilitas tersebut. Pada tapak lahan yang
relatif luas terutama di perdesaan dengan pola single house, rumah
berada di bagian tengah tapak lahan. Bagian pekarangan mulai dari teritis teras
depan hingga batas pemilikan ke depan disebut halaman depan; yang bagian
samping disebut halaman samping, yaitu samping kiri dan samping kanan;
sedangkan mulai dari teritis bagian belakang hingga batas pemilikan lahan di
belakang disebut halaman belakang. Tata ruang pekarangan ini penting dalam
menentukan peruntukan fungsinya, khusus bagi tanaman. Tanaman tertentu ditanam
pada bagian pekarangan sesuai dengan efisiensi waktu dan tenaga. Zonasi
pekarangan dipengaruhi juga oleh adat-istiadat, kebiasaan, agama dan suku.
Konsep tri-hita-karana sebagai local knowledge pada masyarakat
Bali, di mana tata-ruang mulai dari pulau,banjar, sampai pekarangan dibagi
menjadi parahyang (hulu, atas, kepala), pawongan (tengah, badan),
dan palemahan (hilir, bawah, kaki). Setiap bagian memiliki penggunaan
yang khas, termasuk bagi pola pertanaman dan pemilihan jenis tanaman di
pekarangan.
Semakin
ke bawah pekarangan memiliki strata tanaman yang lebih baik dan jumlah cadangan
karbon lebih tinggi. Keragaman horizontal dalam pekarangan dalah keragaman
jenis tanaman, hewan, satwa liar, dan ikan yang dipengaruhi oleh faktor sosial,
ekonomi dan budaya. Ada delapan fungsi tanaman antara lain, sebagai tanaman hias, tanaman buah, tanaman
sayur, tanaman obat, tanaman bumbu, penghasil pati, bahan baku industri, dan
penghasil pakan. Jumlah tanaman dipengaruhi oleh ukuran pekarangan. Semakin
luas pekarangan maka akan semakin banyak jumlah keanekaragaman jenis tanaman
yang ada di pekarangan.di kota laha pertanian semakin sempit digunakan untuk
penanaman tanaman organik, buah maupun sayur dengan menggunakan verticultur garden, tabulampot, dan green roof garden dapat diterapkan di
pekarangan yang sempit. Keanekaragaman tanaman digunakan untuk mempercepat
keanekaragaman konsumsi pangan dan ketahanan pangan, serta untuk meningkatkan
pendapatan keluarga. Tanaman yang biasa dimanfaatkan dan diambil hasinya adalah
tanaman kelapa, jambu, pepaya, singkong, pisang, rambutan, dan cabai rawit.
Produksi dari tanah pekarangan 73 % dikonsumsi sendiri olehkeluarga, 14%
dijual, dan 13% diberikan ke
tetangga.produksi ternak dan ikan yang wajib adalah ayam kampung, kambing,
sapi, dan domba. Untuk kontribusi gizi tanaman di pekarangan memasok gizi
keluarga sebesar 137 kg kalori. Konsumsi beras mencaai 113 kg/orang/tahun.
Setiap keluarga memiliki tanaman yang baik, maka akan mampu meningkatkan
ketahanan makanan untuk memperoleh pangan yang baik dan berkualitas.
Keberhasilan pekerjaan perlu dukungan dari unit desa dan koperasi sehingga
dapat melaksanakan produksi hasil tanaman pekarangan yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar