Jumat, 16 Maret 2018



Indonesia memiliki 25 spesies anggrek bulan dengan 10 spesies di antaranya adalah endemik Indonesia (Christenson, 2001). Anggrek bulan memiliki berbagai variasi bentuk, warna, dan ukuran bunga. Oleh karena itu, anggrek bulan menjadi salah satu komoditi hias yang sangat popular. Selain itu, anggrek bulan juga berpotensi sebagai induk dalam pemuliaan untuk menghasilkan berbagai anggrek bulan hibirida baru (Tang dan Chen, 2007).
Phalaenopsis amabilis (L.) Blume dan Phalaenopsis amboinensis J.J. Smith banyak digunakan sebagai tetua dalam pemuliaan Phalaenopsis. Phalaenopsis amabilis mewariskan sifat bunga berukuran besar dan berwarna putih sedangkan P. amboinensis berpotensi untuk menghasilkan warna kuning, bintik coklat, tangkai bunga tegak, serta aroma yang khas (Tang dan Chen, 2007).
Kromosom dasar dari spesies-spesies anggrek Phalaenopsis adalah diploid (2n=2x=38) (Lin et al., 2001), sementara sebagian besar varietas komersial atau hibrida adalah tetraploid (Chen et al., 2011). Persilangan antara spesies dengan hibrida tetraploid menunjukkan adanya hambatan dalam pembentukan biji, terutama jika tanaman tetraploid digunakan sebagai donor polen dan tanaman diploid sebagai betina (Tang dan Chen, 2007). Oleh karena itu, dalam upaya melakukan persilangan antara spesies diploid dengan hibrida tetraploid, diperlukan upaya peningkatan ploidi dari spesies diploid.
Tang dan Chen (2007) menyatakan bahwa klon superior dari Phalaenopsis Taisuco berbunga putih besar pertama kali dikembangkan melalui melalui perbaikan genetik Phalaenopsis Doris melalui penggandaan kromosom, sehingga dihasilkan kapasitas genomik yang lebih besar untuk mengakumulasi lebih banyak alel. Tanaman tetraploid yang dihasilkan selanjutnya disilangbalik atau disilang dengan kerabatnya untuk mengakumulasikan alel-alel aditif untuk ukuran bunga dan karakter lainnya sehingga telah dihasilkan lebih dari 30 Phalaenopsis Taisuco unggul. Poliploidi dapat meningkatkan keragaman genetik, menghasilkan ukuran bunga yang lebih besar, bentuk bunga yang lebih bulat dan warna bunga yang lebih pekat (Miguel dan Leonhardt, 2011).
Pemuliaan tanaman dengan induksi mutasi merupakan metode alternatif untuk pemuliaan konvensional, dapat dilakukan dengan mutagen fisik dan kimia (van Harten 1998). Induksi mutasi dengan mutagen fisik iradiasi sinar gamma pada tanaman hias antara lain telah dilaporkan pada krisan oleh Aisyah et al. (2009) dan anggrek Spathoglotis plicata oleh Romeida et al. (2012). Mutasi kimia dengan tujuan menghasilkan tanaman poliploid, yaitu tanaman yang memiliki tiga set kromosom atau lebih, umumnya menggunakan kolkisin (Dhooghe et al., 2011). Kolkisin telah digunakan secara in vitro untuk menghasilkan tanaman poliploid pada berbagai spesies anggrek seperti Phalaenopsis (Griesbach, 1981 dan 1985), Cattleya intermedia Lindl. (Silva et al., 2000), Dendrobium secundum (Blume) Lindl. (Atichart dan Bunnag, 2007), Dendrobium scabrilingue L. (Sarathum et al., 2010), dan Rhyncostylis gigantea var. rubrum (Kerdsuwan dan Techato, 2012).  Griesbach (1981) melakukan induksi poliploidi pada protokorm Phalaenopsis equestris, Phalaneopsis fasciata, dan Phalaenopsis Betty Hausermann menggunakan 50 mg L-1 kolkisin serta perendaman selama 10 hari. Penelitian tersebut menghasilkan 50% protokorm yang kemudian berkembang menjadi tanaman tetraploid. Penambahan 0.5 mg L-1 kolkisin ke dalam media kultur dapat menghasilkan Phalaenopsis Golden Sands ‘Canary’ heksaploid (Griesbach, 1985). Perendaman protokorm D. secundum dalam kolkisin 500 mg L-1 selama 1 hari menghasilkan tanaman poliploid tertinggi (Atichart dan Bunnag, 2007). Planlet D. scabrilingue tetraploid dihasilkan dari perendaman protokorm dalam kolkisin 750 mg L-1 selama 14 hari (Sarathum et al., 2010). Silva et al. (2000) melaporkan bahwa perendaman protokorm C. intermedia dalam kolkisin 500 dan 1,000 mg L-1 selama 4 hari dapat menghasilkan tanaman tetraploid. Tanaman R. gigantea var. rubrum tetraploid dihasilkan dari perendaman protokorm dalam kolkisin 2,000 mg L-1 selama 3 hari.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemuliaan P. amabilis dan P. amboinensis adalah dengan melakukan induksi poliploidi secara in vitro. Konsentrasi kolkisin optimum untuk induksi poliploidi kedua spesies anggrek tersebut belum diketahui. 
Pertumbuhan yang lambat dan morfologi abnormal merupakan gejala yang umum terjadi setelah perlakuan kolkisin pada tanaman. Griesbach (1981) menemukan bahwa pertumbuhan Phalaenopsis yang diberi perlakuan kolkisin lebih lambat daripada planlet kontrol. Pertumbuhan yang lebih lambat tersebut diduga disebabkan oleh penetrasi dari kolkisin ke dalam lapisan sel apikal sehingga mempengaruhi pembelahan sel (Thao et al., 2003; Sarathum et al., 2010; Gantait et al., 2011). Morfologi yang abnormal juga dilaporkan oleh Zeng et al. (2006), dimana kolkisin dapat menimbulkan efek samping, yaitu morfologi abnormal seperti penebalan daun selama proses mutagenesis. Penebalan daun tanaman tetraploid ditemukan pada Caladium ‘Tapestry’ (Cai et al., 2015) dan Thymus persicus (Tavan et al., 2015).

KESIMPULAN
Perlakuan perendaman protokorm P. amabilis dan P.amboinensis dalam larutan kolkisin 50 dan 75 mg L-1 selama 10 hari dapat menghasilkan planlet dengan panjang stomata lebih besar 1.25x dari panjang stomata planlet kontrol. Ukuran stomata planlet poliploid lebih besar daripada planlet diploid, tetapi kerapatan stomata planlet poliploid lebih rendah daripada kerapatan stomata planlet diploid. Hasil analisis kromosom membuktikan bahwa perendaman protokorm kedua spesies anggrek tersebut dalam larutan kolkisin 50 mg L-1 selama 10 hari menghasilkan persentase planlet poliploid paling tinggi yaitu 33.3% pada P. amabilis dan 40% pada P. amboinensis dari planlet yang menunjukkan morfologi daun menebal. 


Jintan hitam (Nigella sativa L.) adalah tanaman semusim, famili Ranunculaceae, merupakan tanaman asli dari daerah Asia Barat, dan banyak dibudidayakan di kawasan Mediterania, Syria, Turki, Iran, Arab Saudi, Pakistan, Jordania, dan India (Ghouzhdi, 2010; Iqbal et al., 2010; Tulukcu, 2011). Jintan hitam dalam bahasa Inggris disebut black seed atau black cumin, siyah daneh (Persia), kalonji (India), dan dalam bahasa Arab disebut habbat-ulbarakah atau habbat-ul-sauda (Rabbani et al., 2011). Bagian tanaman jintan hitam yang dimanfaatkan adalah bijinya yang banyak digunakan untuk obat dan rempah. Biji jintan hitam bermanfaat untuk anti-mikrob, anti-parasit, anti-iskemia, anti-kanker, anti-imflamasi, imunomodulator, anti-oksidan, anti-tumor, dan anti-diabetes (Hosseinzadeh et al., 2006; Mbarek et al., 2007; Sultan et al., 2009; Paarakh, 2010; Moghadhasi, 2011; Rajsekhar dan Kuldeep, 2011). 
Industri farmasi dan pengolahan biji jintan hitam didalam negeri masih mengimpor biji jintan hitam dari India dan Mesir serta negara Timur Tengah lainnya. Total impor biji jintan hitam dalam setahun sebanyak 510,003 kg dengan nilai US$ 364,394 (Wahyuni, 2009). Produk jintan hitam banyak dijual dalam bentuk serbuk dan minyak yang dikemas dalam kapsul dan dikenal dengan nama “Habbatussauda”.
Di tempat asalnya yang beriklim sub tropis, seperti di Jordania, Turki, dan Iran, jintan hitam ditanam pada ketinggian 530-1,725 m dpl, suhu rata-rata 6.9-21.4 °C, kelembaban 45.4-61.7%, curah hujan 140-462.5 mm per tahun, dengan kemasaman tanah 7.7-8.1 (Tuncturk et al., 2005; Talafih, et al., 2007; Khoulenjani dan Salamati, 2011; Tuncturk et al., 2011). Pemupukan berperan menambah ketersediaan unsur hara didalam tanah untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil penelitian di India, Jordania, dan di Turki menunjukkan pemupukan N dan P dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi jintan hitam (Tuncturk et al., 2005; Shah, 2007; Shah dan Samiullah. 2007; Talafih et al., 2007; Kizil et al., 2008; Tuncturk et al., 2011). 
Indonesia yang beriklim tropis umumnya mempunyai suhu, kelembaban, dan curah hujan yang lebih tinggi dengan kemasaman tanah yang rendah, sehingga tanaman jintan hitam memerlukan adaptasi di lingkungan tumbuh yang baru. Perbedaan lingkungan tumbuh akan berpengaruh terhadap respon tanaman menyerap unsur hara di dalam tanah. 
Curah hujan yang tinggi menyebabkan tingginya pencucian unsur hara di dalam tanah terutama unsur N, sehingga ketersediaannya rendah. Kemasaman tanah yang agak masam (6.19) juga diduga menyebabkan ketersediaan P di dalam tanah rendah karena terjadi pengikatan P oleh aluminium (Al)  Purnomo et al. (2007), menyatakan bahwa pada tanah yang masam akan terjadi oksida aluminium (Al) yang akan memfiksasi ion-ion fosfat (P) sehingga akan menurunkan ketersediaan hara P dan menyebabkan penurunan hasil pada cabai. Oleh sebab itu, pada penelitian ini penambahan pupuk N dan P dosisnya lebih tinggi dibandingkan pada penelitian di India dan Turki yang mempunyai curah hujan yang lebih rendah (140-462.5 mm per tahun) dengan kemasaman tanah antara netral sampai agak alkalis (pH 7.7-8.1) (Shah dan Samiullah, 2007; Kizil et al., 2008; Tuncturk et al., 2011). 
Semakin bertambah umur tanaman, ILD semakin meningkat karena tanaman semakin rimbun. Meningkatnya ILD mengakibatkan intensitas cahaya dalam tajuk tanaman semakin berkurang. Menurut Musyarofah etal. (2007), intensitas cahaya rendah akan mengurangi jumlah  lapisan jaringan palisade dan sel-sel mesofil sehingga daun menjadi tipis pada tanaman pegagan. 
Bobot biji per tanaman meningkat dengan penambahan dosis N dan P, akibat meningkatnya jumlah kapsul per tanaman dan jumlah biji per kapsul yang merupakan hasil dari fotosintesis yang semakin meningkat dengan meningkatnya ILD dan LAB. Nilai ILD yang semakin meningkat akan meningkatkan fotosintesis sehingga hasilnya yang diukur dalam LAB juga meningkat. Semakin tinggi asimilasi bersih akan meningkatkan jumlah kapsul yang terbentuk (fruit setting) dan pengisian biji yang menyebabkan meningkatnya bobot biji per tanaman.
Pemupukan P lebih berpengaruh terhadap peningkatan produksi dibandingkan pemupukan N. Sejalan dengan penelitian Agustin et al. (2010), bahwa pemupukan P dosis perlakuan 125 kg P2O5 ha-1 mampu meningkatkan jumlah buah per tanaman, produksi buah per tanaman, dan produksi benih per tanaman pada tanaman cabai.

KESIMPULAN
Pertumbuhan dan produksi jintan hitam semakin meningkat dengan meningkatnya pemupukan N dan P sampai dosis maksimum perlakuan 120 kg N ha-1 dan 120 kg P2O5 ha-1, sehingga tidak diperoleh dosis optimum pupuk N dan P. Pemupukan N lebih berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman, sedangkan pemupukan P lebih berperan terhadap peningkatan produksi.


Handeuleum (Graptophyllum pictum L. Griff.) telah lama dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Orang Sunda menggunakannya untuk mencegah infeksi setelah melahirkan, mengembalikan stamina, menormalkan kembali ukuran rahim, membersihkan rahim dari darah putih, merangsang produksi ASI, dan mengurangi berat badan (Bermawie et al., 2006).
Kearifan lokal penggunaan obat ini sebagai obat tradisional juga dilaporkan di Pangalengan Jawa Barat sebagai obat wasir; di Maluku handeuleum yang dikenal sebagai alifuru dimanfaatkan sebagai obat bisul, darah tinggi, rematik, dan lain-lain; dan masyarakat Papua menggunakan handeuleum untuk mengatasi penyakit ulu hati, diabetes, dan batu ginjal (Khumaida et al., 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa handeuleum aksesi Bogor memiliki kandungan fitokimia tinggi yang berguna untuk pengobatan.
Iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan radikal bebas dan energi mengakibatkan terjadinya perubahan konstitusi genetik dalam sel. Pengamatan perubahan morfologi tanaman berupa terhambatnya pertumbuhan serta terjadinya kimera dan variegata. Aisyah et al. (2009) dalam penelitiannya mengamati terjadinya kimera sektoral pada satu tanaman anyelir yang diiradiasi sinar gamma dosis 15 Gy. Minisi et al. (2013) meneliti benih Moluccella laevis L. yang diiradiasi sinar gamma dengan dosis 0, 2.5, 5, 7.5, 10, 12.5, 15, 17.5, dan 20 Kr memperlihatkan perubahan pada daya berkecambah, persentase hidup, pertumbuhan dan variasi morfologi.
Penelitian Widiastuti et al. (2010) menunjukkan bahwa bentuk dan warna daun pucuk manggis abnormal akibat diiradiasi sinar gamma, hal ini merupakan respon dari terjadinya perubahan proses fisiologi. Song et al. (2009), menjelaskan terjadinya perubahan bentuk dan jumlah helaian daun Trifolium repens L. yang diiradiasi dengan sinar gamma dosis 25-100 Gy. Menurut penelitian ini tanaman mengalami stress akibat iradiasi. Penelitian Badignnavar dan Murty (2007) menunjukkan bahwa warna daun tanaman kacang tanah menjadi kuning setelah diiradiasi sinar gamma tapi kemudian setelah 80 HST berubah menjadi hijau dan penampilan tanaman secara keseluruhan menjadi normal kembali.
Penelitian Aisyah et al. (2009) pada stek pucuk anyelir menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma dosis 15 Gy berpengaruh nyata terhadap penurunan tinggi tanaman. Dwimahyani (2007) pada stek pucuk krisan yang diiradiasi sinar gamma (dosis 0, 10, 15, 20, dan 25 Gy), yang menghasilkan pertumbuhan tanaman yang cenderung menurun dengan semakin besarnya dosis iradiasi sinar gamma. Hal ini terjadi karena terjadi kerusakan fisiologis akibat sinar gamma. Menurut Srivastava dan Kumar (2011) semakin tinggi dosis radiasi sinar gamma yang diberikan, tanaman safflower semakin pendek bila dibandingkan dengan tanaman kontrol, karena iradiasi sinar gamma menyebabkan terjadinya gangguan pada sintesis DNA. 
Penelitian Lukanda et al. (2013) tentang kacang tanah yang diiradiasi sinar gamma (100, 200, 400, dan 600 Gy), menunjukkan bahwa semakin besar dosis iradiasi yang diberikan pada kacang tanah mengakibatkan jumlah daun semakin berkurang. Menurutnya hal ini karena sinar gamma memproduksi radikal bebas yang dapat merusak sel sehingga mempengaruhi morfologi tanaman. Rashid et al. (2013) mengamati bahwa irradiasi sinar gamma menyebabkan penurunan pertumbuhan pada tanaman jahe (seperti kerdil, batang yang bengkok, dan daun yang berkerut), dikarenakan sinar gamma menyebabkan sintesis DNA menjadi terganggu dan mempengaruhi proses pembelahan sel. Penelitian Jan et al. (2011) pada tanaman Psoralea corylifolia L., menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma dosis rendah secara signifikan meningkatkan pertumbuhan vegetatif, sementara dosis tinggi terbukti menghambat pertumbuhan. Handeuleum yang diiradiasi dengan dosis inggi (60, 75, 90, dan 105 Gy) pertumbuhannya terhambat  serta tidak tumbuh daun baru, dan pada akhirnya mati 
sehingga tidak diperoleh keturunannya.

KESIMPULAN
Iradiasi sinar gamma menyebabkan perubahan morfologi daun dan tanaman, serta mempengaruhi pertumbuhan tanaman handeuleum. Iradiasi sinar gamma dosis 105 Gy menghasilkan morfologi daun baru, yaitu cordate. Pertumbuhan tanaman yang terhambat, perubahan warna daun yaitu hijau kekuningan dan tekstur daun menjadi kaku dihasilkan oleh iradiasi sinar gamma dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, 105 Gy. Iradiasi sinar gamma dosis 45 Gy menghasilkan indeks warna hijau relatif daun lebih besar daripada kontrol, yaitu sebesar 56.81 ± 2.6. 


Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan dan sebagai penghasil minyak nabati yang menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia. Kelapa sawit menghasilkan minyak per hektar 5-7 kali lebih besar dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lain (Rafflegeau et al., 2010).
Kebutuhan minyak kelapa sawit akan semakin meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk (Sayer et al., 2012). Corley (2009) memperkirakan kebutuhan minyak kelapa sawit dunia pada tahun 2050 sekitar 120- 156 juta ton, sehingga perlu upaya peningkatan produksi. Peningkatan produksi kelapa sawit dapat dicapai dengan meningkatkan produktivitas kebun-kebun yang sudah ada dan memperluas areal (Corley, 2009; Phosri et al., 2010; Sayer et al., 2012). Kelapa sawit umumnya dibudidayakan pada tanah-tanah tropika yang memiliki tingkat kesuburan kimia rendah dan sifat fisik yang beragam (Suharta, 2010; Obi dan Udoh, 2012; Paramananthan, 2013). Permasalahan utama yang akan timbul di masa mendatang dalam usaha perluasan areal adalah pergeseran penggunaan lahan-lahan pertanian dari lahan yang subur ke lahan marginal. Oleh karena itu, pemupukan merupakan hal yang penting untuk mengatasi kondisi tanah yang marginal ini khususnya dalam hal kesuburan tanah (Ng et al., 2011). Beberapa penelitian sebelumnya telah menjelaskan tentang pengelolaan lahan marginal untuk budidaya kelapa sawit berupa tanah dengan topografi miring, tanah di daerah kering, tanah yang mengalami pelapukan, tanah sulfat masam, tanah berpasir, dan tanah gambut (Paramananthan, 2013).
Perbaikan kesuburan tanah antara lain dilakukan dengan pemupukan baik berupa pupuk organik atau anorganik. Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki  sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Leszczynska dan Malina, 2011; Uwumarongie-Ilori et al., 2012). Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan daya menahan air dan kapasitas tukar kation tanah sehingga apabila ditambahkan pupuk anorganik maka pencucian oleh air hujan dan erosi dapat dihambat (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Pemberian pupuk anorganik dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hara yang tidak dapat disediakan oleh tanah. Unsur hara N, P, dan K merupakan tiga unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit. Ketiga unsur hara tersebut dapat disuplai dari pupuk majemuk. Pupuk majemuk umum digunakan pada tahapan pembibitan dan tanaman belum menghasilkan (TBM). Contoh pupuk majemuk yang biasa digunakan di pembibitan kelapa sawit, yaitu NPKMg 15:15:6:4 dan NPKMg 12:12:17:2.
Pemberian pupuk organik hanya berpengaruh terhadap lingkar batang, namun tidak terhadap produksi pelepah, luas daun, dan panjang pelepah. Pemberian pupuk NPK majemuk secara nyata meningkatkan produksi pelepah, lingkar batang, luas daun, dan panjang pelepah. Hasil ini diduga disebabkan pengaruh pupuk organik yang lebih lambat dibandingkan dengan pengaruh pupuk NPK majemuk terhadap pertumbuhan vegetatif kelapa sawit TBM1. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan pupuk organik dan NPK majemuk pada semua peubah yang mungkin disebabkan tanaman kelapa sawit belum mampu merespon pemberian pupuk organik dan NPK majemuk sampai dengan 12 BSP. 
Pelarutan unsur hara yang lebih baik pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau (Wigena et al., 2006; Sudradjat et al., 2014). Luas daun dan panjang pelepah dipengaruhi oleh pemupukan, namun tidak terlalu sensitif terhadap faktor lain. Ukuran tajuk yang berkaitan dengan luas daun, panjang pelepah, dan jumlah anak daun memiliki pola pertumbuhan yang berubahubah. Perubahan ukuran tajuk merupakan mekanisme adaptasi untuk pengaturan laju transpirasi sebagai tanggap terhadap perubahan keseimbangan air tanaman (Yahya dan Manurung, 2002).
Aplikasi pupuk organik mampu meningkatkan lingkar batang sebagai akibat dari perbaikan sifat fisik dan kimia tanah. Aplikasi pupuk organik bermanfaat bagi tanaman untuk jangka panjang karena unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya dilepaskan secara perlahan-lahan (Ermadani dan Muzar, 2011).
Fungsi unsur N adalah untuk pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, yaitu untuk pembentukan protein, sintesis klorofil, dan proses metabolisme (Goh dan Hardter, 2003; Rachman et al., 2008). Unsur P berperan sebagai unsur pembentuk molekul ATP yang merupakan molekul kaya energi yang dibutuhkan dalam proses metabolisme misalnya sintesis protein, sehingga kahat hara P dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat (Goh dan Hardter, 2003). Unsur K berperan sebagai aktivator enzim, memelihara potensial osmosis dan pengambilan air, serta translokasi hasil fotosintesis keluar daun menuju sink (Goh dan Hardter, 2003; Pettigrew, 2008).
Curah hujan yang tinggi selama tiga bulan bertutut-turut sejak aplikasi pupuk majemuk NPK diduga menyebabkan tingginya kehilangan hara melalui pencucian. N dan K mudah hilang melalui pencucian, sedangkan P bersifat immobil dalam tanah dan kehilangan P akibat pencucian tidaklah signifikan. Tingkat pencucian tinggi terutama pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah dan pada lahan dengan curah hujan tinggi. Hasil ini didukung oleh pelaporan Lee et al. (2011) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi kadar hara daun yaitu curah hujan.
Aplikasi pupuk dosis tinggi biasanya direkomendasikan pada tanah-tanah marginal untuk mempertahankan keseimbangan hara dalam tanah dan meningkatkan kesuburan tanah sehingga dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman (Ng et al., 2011).

KESIMPULAN
Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pupuk organik dan pupuk NPK majemuk pada semua peubah pengamatan. Tanah marginal Jonggol memerlukan dosis pupuk yang tinggi untuk menghasilkan performa tanaman kelapa sawit TBM1 yang baik. Peningkatan pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit TBM1 di lahan marginal Jonggol dapat dicapai dengan pemberian 30 kg pupuk organik atau 2.6 kg pupuk NPK majemuk (15:15:15) untuk setiap tanaman.

Optimasi Dosis Pupuk Nitrogen dan Fosfor pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman penting penghasil minyak  di dunia dan dibudidayakan secara luas di Asia Tenggara ermasuk Malaysia, Indonesia, dan Thailand (Wilcove dan Koh, 2010). Kelapa sawit menjadi komoditas perkebunan andalan Indonesia yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber perolehan devisa negara. Kelapa sawit menghasilkan minyak per hektar 5-7 kali lebih besar dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak lain (Rafflegeau et al., 2010). Kelapa sawit dapat menghasilkan bahan dan produk-produk komersial yang dapat bernilai ekonomi tinggi. Upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas adalah rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi (Noor et al., 2012). Pengembangan kelapa sawit perlu didukung oleh pengelolaan yang tepat terutama aspek pemupukan untuk mendapatkan produktivitas optimal. 
Kelapa sawit umumnya dibudidayakan pada tanahtanah tropik yang memiliki tingkat kesuburan kimia rendah dan kesuburan fisik yang beragam (Suharta, 2010; Paramananthan, 2013). Secara umum produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik dan teknik budidaya (Santosa et al., 2011). Pemupukan merupakan faktor utama untuk mengatasi kondisi tanah yang marjinal khususnya dalam hal kesuburan tanah, sehingga dibutuhkan keseimbangan dosis dan jenis pupuk yang digunakan bukan pada tingkat dosis yang tinggi (Ng et al., 2011). Pemupukan dengan dosis yang tepat dan jadwal yang teratur akan memperpendek masa tanaman belum menghasilkan (TBM). Pemberian pupuk dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hara yang tidak dapat disediakan oleh tanah. Nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur-unsur hara makro yang berperan penting dalam pertumbuhan tanaman.
Nitrogen dan fosfor termasuk unsur-unsur hara makro yang berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Nitrogen memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan suatu tanaman, kahat N dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan mempengaruhi perkembangan dan fungsi kloroplas sehingga protein akan terhidrolisis untuk menghasilkan asam amino yang akan ditranslokasikan ke daun-daun muda. Gejala defisiensi N terlihat pertama kali pada daun-daun tua, daun berwarna hijau pucat kemudian akan menjadi kuning pucat atau kuning cerah (klorosis) dan mengalami nekrosis (Goh dan Hardter, 2003; Bala dan Fagbayide, 2009).
Fosfor merupakan salah satu hara esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang pertumbuhan dan produksi yang baik bagi tanaman kelapa sawit (Zakaria et al., 2007). Kahat P dalam tanaman akan memperlambat proses pertumbuhan akar, daun warna gelap dan tegak kemudian menjadi keungu-unguan serta umur panen lambat, hal ini karena proporsi asimilat yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar lebih besar dibandingkan untuk pucuk (Goh dan Hardter, 2003).
Penelitian mengenai pemupukan tanaman kelapa sawit telah banyak dilakukan terutama pada fase pembibitan dan TM (tanaman menghasilkan), namun masih sedikit pada fase TBM (Corley dan Tinker, 2003).
Luz et al. (2006) yang melaporkan bahwa pemberian pupuk nitrogen meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan bibit tanaman “lady palm” (Rhapis excels). Goh dan Hardter (2003) menunjukkan bahwa pemupukan nitrogen merupakan kekuatan pendorong utama untuk pertumbuhan vegetatif kelapa sawit yang cepat.
Jumlah klorofil yang tinggi menandakan bahwa proses fotosintesis dapat berjalan baik sehingga tanaman mendapatkan energi untuk pertumbuhannya (Suharno et al., 2007). Percobaan ini menunjukkan bahwa pupuk N secara statistik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar N daun pada umur 12 BSP, hasil analisis daun (leaflet dari daun pelepah ke-9) pada 12 BSP, kadar N sebesar 1.99- 2.06% N. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan taraf hara critical nutrient level pelepah ke-9 pada tanaman belum menghasilkan sebesar 2.75% untuk N (Ochs dan Olvin, 1977), keseimbangan kadar hara dalam tanaman belum tercapai sehingga perlu ditingkatkan dosis pupuk N agar tercapai keseimbangan kadar hara dalam tanaman. Tanaman kelapa sawit muda membutuhkan jumlah hara yang banyak untuk pertumbuhan yang maksimal (Tarmizi dan Tayeb, 2006). Kebutuhan hara N tanaman kelapa sawit akan meningkat dalam jumlah besar selama tahun ke dua sampai ke lima dan relatif stabil setelah tahun keenam (Fairhurst dan Mutert, 1999; Goh dan Hardter, 2 03).

KESIMPULAN
Pupuk N meningkatkan tinggi tanaman secara linier pada umur 10 BSP, secara kuadratik terhadap peubah tinggi tanaman pada umur 12 BSP. Lingkar batang, jumlah pelepah dan luas daun pelepah ke-9 ditingkatkan secara kuadratik oleh N pada umur 9, 10, 12 BSP. Pupuk N meningkatkan kandungan klorofil daun secara kuadratik pada umur 12 BSP, namun tidak berpengaruh nyata pada kadar hara N, yang masih di bawah taraf cukup sehingga menjadi faktor pembatas. Pupuk P meningkatkan tinggi tanaman secara linier pada umur 9 dan 10 BSP. P meningkatkan lingkar batang secara linier pada umur 12 BSP, sedangkan pada 9 dan 10 BSP secara kuadratik. Jumlah pelepah meningkat secara kuadratik oleh P pada 9, 10, 12 BSP, dan meningkatkan luas daun pelepah ke-9 secara linier pada umur 9 BSP, sedangkan pada 12 BSP berpengaruh secara kuadratik. Pupuk P meningkatkan kandungan klorofil daun secara linier pada umur 12 BSP, sedangkan kadar hara P daun sudah mendekati status hara cukup. Berdasarkan peubah tinggi tanaman, lingkar batang dan luas da n pelepah ke-9, dosis optimum pupuk nitrogen pada TBM 1 sebesar 382 g N per tanaman per tahun dan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar