A. Botani
Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman
dari jenis palm yang umumnya dibudidayakan untuk diambil minyak nabatinya.
Dalam klasifikasi tanaman, posisi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut
(Pahan, 2013):
Divisi :
Embryophyta Siphonagama
Kelas :
Angiospermae
Ordo :
Monocotyledonae
Famili :
Arecaceae
Subfamili : Cocoideae
Genus :
Elaeis
Spesies :
1.
Elaeis guineensis Jacq.
2.
Elaeis oleifera (H.B.K) Cortes
3. Elaeis odora
Terdapat 3 spesies tanaman kelapa sawit
yaitu Elaeis guineensis Jacq., Elaeis oleifera dan Elaeis odora. Dari ketiga spesies kelapa sawit ini spesies Elaeis guineensis Jacq. merupakan
spesies kelapa sawit yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia (Andoko dan Widodoro, 2013).
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman
monokotil. Batang tanaman ini lurus, umumnya tidak bercabang dan tidak memiliki
kambium. Tanaman ini termasuk tanaman monoecious
atau tanaman berumah satu dimana bunga jantan dan bunga betina terdapat
pada satu pohon. Kedua jenis bunga yang keluar dari ketiak pelepah daun
berkembang terpisah. Penyerbukan dapat terjadi secara silang maupun menyerbuk
sendiri. Tanaman kelapa sawit dapat menjadi bagian vegetatif dan bagian
generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun. Sedangkan
bagian generatif terdiri dari bagian bunga dan buah (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
Bagian-bagian tanaman kelapa sawit yaitu:
1.
Akar
Sistem perakaran tanaman kelapa sawit
adalah sistem akar serabut, terdiri dari akar primer, sekunder, tersier dan
kuartener. Akar primer umumnya berdiameter antara 6-10 mm, keluar dari pangkal
batang dan menyebar secara horizontal dan menghujam ke dalam tanah dengan sudut
yang beragam. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder yang diameternya antara
2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier dengan diameter 0,7-1,2
mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar kuartener (Pahan, 2013).
Perakaran tanaman kelapa sawit yang
paling padat berada pada kedalaman 25 cm. Panjang akar yang tumbuh ke samping
dapat mencapai panjang 6 m. Tanaman kelapa sawit tidak boleh terendam air, oleh
karena itu permukaan air tanah harus diupayakan sedalam 80-100 cm, khusunya
pada areal lahan gambut drainasenya harus lancar (Risza, 1994).
2.
Batang
Pada batang tanaman kelapa sawit,
terjadi pembengkakan pangkal batang (bole)
yang terjadi karena internodia (ruas batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak
memanjang sehingga pangkal-pangkal pelepah daun yang tebal berdesakan. Bongkol
batang ini membantu memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri
tegak. Pada tahun pertama sampai tahun kedua perkembangan batang lebih mengarah
ke samping, diameter batang dapat mencapai 60 cm. Setelah itu pertumbuhan
tanaman kelapa sawit akan mengarah keatas sehingga diameter batang menjadi
sekitar 40 cm. Pemanjangan batang berlangsung lambat, tinggi pohon bertambah
35-75 cm per tahun (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
3.
Daun
Daun tanaman kelapa sawit terdiri dari
tangkai daun yang pada kedua sisinya terdapat duri (spines). Tangkai daun bersambung dengan tulang daun utama (rachis) yang jauh lebih panjang dari
tangkai dan pada kanan-kirinya terdapat anak daun (pinna;pinnata). Tiap anak daun terdiri dari tulang anak daun (lidi)
dan helai daun (lamina). Anak daun
terpanjang yang terletak pada bagian
pertengahan daun panjangnya dapat mencapai 1,2 m. Jumlah anak daun dapat
mencapai 250-300 helai per daun (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
Letak daun pada batang mengikuti pola
tertentu yang disebut filositaksis. Daun yang berurutan dari bawah ke atas
membentuk suatu spiral dengan rumus daun 1/8. Maksud dari rumus daun 1/8 ini
adalah setiap spiral yang terbentuk tersusun dari daun dengan kelipatan 8 (Risza,
1994).
4.
Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu) artinya bunga
jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak berada pada
posisi yang sama. Meskipun demikian, kadang-kadang dijumpai juga bunga jantan
dan bunga betina pada satu tandan (hemaprodit). Bunga muncul dari ketik daun. Bunga
jantan maupun bunga betina mempunyai ibu tangkai bunga yang merupakan struktur
pendukung spikelet (Pahan, 2013)
5.
Buah
Buah kelapa sawit digolongkan sebagai
buah yang terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp
(daging buah), endocarp (cangkang) dan karnel (inti). Lama pembentukan buah,
dari setelah terjadi penyerbukan sampai pemasakan buah dipengaruhi oleh keadaan
iklim dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Lama proses
pemasakan buah berbeda-beda ditiap daerah yang memiliki kondisi iklim yang
berbeda. Di Sumatra berkisar antara 5-6 bulan, sedangkan di Afrika lama
pemasakan buah berkisar antara 6-9 bulan (Setyamidjaja, 2006).
Proses pembentukan minyak pada buah
kelapa sawit berlangsung selama 24 hari, yaitu sampai buah mencapai tingkat
masak. Masaknya buah kelapa sawit dalam satu tandan tidak terjadi bersamaan,
melainkan berangsur-angsur dimulai dari bagian atas dan bagian samping yang
terkena sinar matahari menuju bagian pangkal tandan. Suatu tandan buah kelapa
sawit dikatakan sudah masak ketika ada beberapa buah yang sudah rontok
(Setyamidjaja, 2006).
B. Syarat
Tumbuh Kelapa Sawit
Keberhasilan budidaya suatu komoditas sangat bergantung pada varietas
tanaman yang ditanam, agroekologis lahan dan pengelolaan yang dilakukan oleh
pembudidaya. Lingkungan agroekologi sangatlah memegang peran yang sangat
penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit. Beberapa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman kelapa sawit :
1.
Iklim
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai
berada pada 15°LU-5°LS, ketinggian yang ideal berkisar antara 0-400 mdpl, curah
hujan sebesar 2.000-2.500 mm/tahun, suhu optimum adalah 29-30°C, intensitas
sinar matahari sekitar 5 - 7 jam/hari dengan rata-rata penyinaran 6 jam /hari,
kelembaban optimum sekitar 80-90 % (Sasongko, 2010). Kesesuaian lahan kelas 1
untuk budidaya tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan sebesar 2000–2500
mm/tahun dengan distribusi merata. Tetapi masih ditoleransi sampai dengan 1500
mm/tahun. Curah hujan lebih dari 2500 mm akan menstimulasi terjadinya erosi
yang akan menurunkan kesuburan tanah, sedangkan bulan kering yang signifikan akan mengakibatkan terjadinya
defisit air dan dapat menekan produksi
(Sasongko, 2010). Menurut Sastrosayono (2003), curah hujan yang terlalu tinggi
tidak akan berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman kelapa sawit asalkan
drainase lahan cukup baik dan penyinaran matahari cukup.
Temperatur yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah
22–33oC. Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan
memacu pertumbuhan bunga dan buah (Sasongko,
2010). Menurut Sastrosayono (2003), semakin panjang hari penyinaran menunjukkan korelasi
positif terhadap produksi tanaman kelapa sawit. Pada tanaman kelapa sawit
dewasa yang ternaungi, produksi bunga betinanya sedikit sehingga rasio bunga
betina dan jantannya kecil.
2.
Tanah
Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik,
Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol dengan nilai pH optimum adalah 5,0–5,5, tanah
gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam
tanpa lapisan padas. Solum tanah >80cm tanpa ada lapisan padas, tekstur
lempung atau liat dengan komposisi pasir 20–60%, debu 10 –40%, liat 20–50.
Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara
yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1% (Sasongko, 2010).
Pada daerah lahan gambut, drainase yang tidak tepat
menjadi faktor penghamabat dalam menunjang produktivitas kelapa sawit. Drainase
merupakan keadaan tata air dalam tubuh profil tanah yang merupakan resultan
atau hasil akhir dari gerakan air yang turun ke bawah (air perkolasi) dan air
aliran permukaan (run off). Kedalaman
muka air tanah ikut mempengaruhi keadaan drainase karena gerakan air kapiler
kearah permukaan tanah ikut mempengaruhi basah atau keringnya tubuh tanah (Krisnohadi,
2011).
C. Pemeliharaan
Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Kelapa Sawit
Pemeliharaan TBM merupakan kegiatan lanjutan dari
kegiatan pengolahan lahan dan penanaman. Beberapa kegiatan pemeliharaan yang
paling berpengaruh terhadap keberhasilan dan optimalisasi produktivitas kelapa
sawit yaitu pemeliharaan piringan pokok, pemupukan, pengendalian OPT, kastrasi
dan penunasan daun.
1.
Pemeliharaan
piringan pokok dan gawangan
Pembuatan piringan
dilakukan untuk mempermudah pekerja dalam melakukan pemupukan dan pengontrolan.
Area piringan yang bebas dari gulma biasanya sekitar 30 cm di luar luas tajuk
atau maksimal 150 cm dari pokok (Sunarko, 2014). Pemeliharaan piringan dan
gawangan pada tanaman belum menghasilkan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
cara manual dan cara kimiawi. Cara manual dilakukan dengan menggaruk gulma yang
berada di dalam area piringan. Gulma digaruk ke arah luar piringan pokok secara
bergantian, gulma-gulma tersebut dikumpulkan secara merata di pinggir piringan.
Cara pengendalian gulma secara kimiawi dilakukan dengan menyemprot gulma
menggunakan herbisida glifosat. Penyemprotan herbisida diusahakan tidak
mengenai daun dan bunga tanaman kelapa sawit (Andoko dan Widodoro, 2013).
2.
Pemupukan
Jenis pupuk yang sering diberikan pada tanaman belum
menghasilkan adalah pupuk buatan yang mengandung unsur N, P, K, Mg dan B. Pada
tanah gambut perlu diberi pupuk yang mengandung unsur hara mikro Cu dan Zn.
Kondisi kekurangan hara N, P, K dan Mg pada tanaman dapat menyebabkan tanaman
kelapa sawit muda pertumbuhannya akan terhambat, sehingga tanaman akan terlihat
kerdil tetapi tidak menyebabkan kematian apabila defisiensi unsur tidak terlalu
parah (Setyamidjaja, 2006). Pada fase TBM, jenis pupuk yang sering digunakan
adalah pupuk majemuk. Pupuk kimia majemuk ini bersifat tidak mudah tercuci dan
menguap sehingga pupuk ini cocok digunakan pada lahan marjinal (Andoko dan Widodoro, 2013). Sedangkan jenis pupuk organik yang
banyak digunakan antara lain pupuk kandang, kompos, gambut, dan pupuk alam
seperti: dolomite, fosfat alam, kiserit dan juga abu. Pupuk organik dapat
meningkatkan KTK (Kapasitas Tukar Kation), sehingga tanaman lebih mudah
menyerap hara, meningkatkan kemampuan tanah dalam mempertahankan lengas tanah (Andoko
dan Widodoro, 2013). Pemupukan pada fase TBM dapat dilakukan
dengan cara tebar atau benam. Pada pemupukan cara tebar, pupuk ditebar di
piringan dengan jarak 0,5 m dari pokok, sedangkan pada pemupukan dengan cara
benam, pupuk dibenamkan di dalam 4- 6 lubang mengelilingi piringan dengan jarak
1 m dari pokok kemudian ditutup dengan tanah. Waktu pemupukan biasanya pada
awal dan akhir musim hujan (Andoko dan Widodoro, 2013).
3.
Pengendalian
OPT
Pada suatu kegiatan usaha budidaya, kehadiran organisme
pengganggu tanaman tidak dapat dipungkiri, termasuk dalam kegiatan budidaya
tanaman kelapa sawit. Organisme pengganggu ini berupa gulma, hama dan patogen.
Gulma pada fase TBM pada umumnya sama dengan gulma yang mengganggu tanaman
kelapa sawit pada fase TM. Gulma yang sering mengganggu pertanaman kelapa sawit
dibagi menjadi dua macam, yaitu gulma berbahaya dan gulma lunak. Gulma-gulma
yang termasuk kelompok ini adalah lalang (Imperata
cylindrica), sambung rambat (Mikania
cordata), lempuyangan (Panicum rapens),
teki (Cyperus rotundus), serta gulma
berkayu lainnya. Gulma lunak merupakan gulma yang keberadaan pada sekitaran tanaman
pokok masih bisa ditolerir. Gulma-gulma yang termasuk kedalam kelompok gulma
lunak diantaranya babadotan (Ageratum
conyzoides), rumput kipahit (Paspalum
conjugatum) dan pakis (Nephrolepis
biserata) (Setyamidjaja, 2006).
Pengendalian gulma di pertanaman kelapa sawit dapat
dilakukan dengan cara manual, kimia dan kultur teknis. Pengendalian secara
manual dilakukan menggunakan alat konvensional dengan upaya konvensional pula,
seperti dibabat, dicangkul dan digarpu. Pengendalian secara kimia dilakukan
dengan menggunakan herbisida baik herbisida kontak maupun herbisida sistemik.
Pada pengendalian kultur teknis dilakukan dengan cara penanaman tanaman penutup
tanah jenis kacang-kacangan (Legume Cover
Crop/LCC) (Setyamidjaja, 2006).
Hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah
ulat api, ulat kantong, tikus, rayap, kumbang tanduk, dan kumbang malam. Pengendalian
hama terutama hama serangga menggunakan insektisida. Pengendalian hama tikus
dilakukan dengan cara memasang umpan Klerat RM-B atau umpan jenis lainnya yang
direkomendasikan Lembaga Penelitian Kelapa Sawit. Pengendalian dilakukan dua
kali dalam setahun (Pahan, 2013).
Penyakit pada tanaman kelapa sawit yang dapat menimbulkan
kerugian ekonomi yaitu bintik (Cercospora
elaedist), busuk batang ganoderma (Ganoderma
spp.), busuk batang armilaria (Armillariella
mellea), busuk daun corticium (Corticium
solani) dan busuk marasmius (Marasmius palmivora), serta beberapa
penyakit yang menyebabkan kerugian ekonomi yang ringan. Pengendalian penyakit
pada tanaman kelapa sawit dilakukan dengan cara kimiawi, penghilangan bagian
tanaman yang terinfeksi serta sanitasi lahan untuk mencegah timbulnya penyakit
(Kurian dan Peter, 2007).
4.
Kastrasi
Tanaman kelapa
sawit sudah mulai berbunga pada umur 14- 20 bulan. Untuk mendukung pertumbuhan
vegetatif pada fase TBM maka tanaman yang sudah menghasilkan bunga pada umur
muda ini dikastrasi (Purwanto, 2010). Kastrasi atau ablasi merupakan
serangkaian kegiatan penghilangan semua produk generatif yaitu berupa bunga
jantan, bunga betina dan tandan buah. Memelihara tandan buah pada awal
pembungaan dinilai kurang menguntungkan karena tandan yang muncul kecil dan
randemen minyaknya rendah (Kurian dan Peter, 2007). Kastrasi dapat dimulai jika 25% tanaman
sudah mulai berbunga. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan, dimulai dari bulan
ke-14 sampai bulan ke-26 setelah penanaman (Sunarko, 2007). Manfaat dari
kegiatan kastrasi bagi tanaman kelapa sawit antara lain untuk merangsang
pertumbuhan vegetatif, menghemat penggunaan unsur hara dan air, mengurangi
resiko serangan hama Tirathaba dan
cendawan marasmus serta agar pada saat panen perdana ukuran tandan lebih besar,
berat dan sempurna (Risza, 2010).
5.
Penunasan/pemangkasan
daun (pruning)
Pemangkasan
merupakan upaya pengurangan sebagian daun pada batang tanaman kelapa sawit
denga tujuan-tujuan tertentu. Pada masa tanaman belum menghasilkan, kegiatan
pemangkasan dilakukan untuk mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman, memudahkan
proses pemanenan apabila tanaman sudah mulai menghasilkan buah, selain itu
pemangkasan pada tanaman kelapa sawit perlu dilakukan karena daun kelapa sawit
memiliki sifat tidak mudah rontok meski daunnya telah kering, daun yang telah
kering akan rontok beberapa tahun kemudian (Setyamidjaja, 2006).
Tanaman menghasilkan merupakan tanaman kelapa sawit dengan kondisi lebih
dari 25% sudah mulai menghasilkan TBS dengan berat lebih dari 3kg. Sasaran
pemeliharaan TM diantaranya memacu pertumbuhan daun dan buah seimbang, mempertahankan
buah agar mencapai kematangan yang maksimal, dan menjaga kesehatan tanaman
kelapa sawit. Karena itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencapai
sasaran tersebut, diantaranya pemupukan yang tepat, menjaga tanaman dari segala
gangguan seperti gulma dan hama penyakit, serta konservasi air yang memadai (Sunarko, 2009).
D.
Tahapan
Budidaya Tanaman Kelapa Sawit
Tahapan budidaya tanaman kelapa sawit meliputi pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit serta panen.
1. Pembibitan
Pembibitan
memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Selain itu pembibitan diperlukan untuk
memperpendek waktu antara persiapan lapangan dan penanaman pertama sehingga
begitu lahan siap tanam bibit sudah siap untuk ditanam. Pembibibitan juga
dimaksudkan untuk mendapatkan bibit kelapa sawit yang bermutu tinggi. Lokasi pembibitan kelapa sawit – baik di
kebun tradisional maupun di areal pengembangan harus memperhatikan
syarat-syarat sebagai berikut : (Pahan, 2012)
a. Topografi
yang datar untuk memudahkan pengaturan bibit dan
mengurangi erosi akibat hujan lebat dan penyiraman. Sebisa mungkin, lokasi
pembibitan terlatak di tengah kebun.
b. Dekat
dengan sumber air yang tersedia cukup banyak.
c. Drainase
harus baik sehingga air hujan tidak akan tergenang.
d. Areal
harus jauh dari sumber hama dan penyakit, tersanitasi dengan baik dan terbuka,
serta tidak terhalang oleh pohon-pohon besar atau bangunan.
Pada saat penanaman
kecambah, kecambah-kecambah yang abnormal, patah, busuk dan lain-lain harus
diseleksi sebelum ditanam di polibag dengan melakukan uji berat jenis. Ciri
kecambah normal dapat dilihat pada pucuk dan akarnya yang dapat dibedakan
dengan jelas. Bentuk pucuk kecambah meruncing sedangkan akar agak tumpul,
panjang sekitar 8-25 mm, berwarna putih gading dan posisinya saling bertolak
belakang (Pahan, 2012).
2. Penanaman
2.1 Penentuan pola tanam
Pola tanam kelapa sawit
dapat monokultur ataupun tumpangsari. Pada pola tanam monokulltur, sebaiknya
penanaman tanaman kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah dilaksanakan
segera setelah persiapan lahan selesai. Tanaman penutup tanah (legume cover crop atau LCC) pada areal
tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat
fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi,
mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu
(gulma) (Kiswanto dkk., 2008)
2.2 Pembuatan lubang tanam
Lubang tanam dibuat
beberapa hari sebelum menanam. Ukurannya adalah 50x40x40 cm. Pada waktu
menggali lubang, tanah bagian atas dan bawah dipisahkan, masing-masing di
sebelah Utara dan Selatan lubang. (Kiswanto dkk., 2008)
2.3 Penanaman
Penanaman dilakukan
pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Adapun tahapan
penanaman sebagai berikut: (Kiswanto dkk., 2008)
a.
Letakkan bibit yang berasal dari polibag di
masing-masing lubang tanam yang sudah dibuat.
b.
Siram bibit yang ada pada polybag sehari sebelum ditanam agar kelembaban tanah dan persediaan
air cukup untuk bibit.
c.
Sebelum penanaman dilakukan pemupukan dasar lubang
tanam dengan menaburkan secara merata pupuk fosfat seperti Agrophos dan
Rock Phosphate sebanyak 250gr/lubang.
d.
Buat keratan vertikal pada sisi polybag dan lepaskan polybag
dari bibit dengan hati-hati, kemudian dimasukkan ke dalam lubang.
e.
Timbun bibit dengan tanah galian bagian atas (top
soil) dengan memasukkan tanah ke sekeliling bibit secara berangsur-angsur dan
padatkan dengan tangan agar bibit dapat berdiri tegak.
f.
Penanaman bibit harus diatur sedemikian rupa sehingga
permukaan tanah polybag sama ratanya
dengan permukaan lubang yang
selesai ditimbun, dengan demikian bila hujan, lubang tidak akan tergenang air.
g.
Pemberian mulsa sekitar tempat tanam bibit sangat dianjurkan
2.4 Pemeliharaan
2.4.1
Penyulaman
dan penjarangan
Penyulaman dilakukan
untuk mengganti tanaman yang mati atau tumbuh kurang baik. Penyulaman yang baik
dilakukan pada musim hujan. Banyaknya sulaman sekitar 3-5% setiap hektarnya.
Cara penyulaman sama dengan cara menanam bibit. (Kiswanto
dkk., 2008)
2.4.2
Pengendalian
gulma
Pengendalian gulma merupakan kegiatan untuk menekan
pertumbuhan gulma agar tidak menggangu pertumbuhan dan produksi tanaman.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual dan kimiawi. Cara manual
menggunakan alat tebas atau sejenisnya. Lakukan rotasi penyiangan setiap satu
bulan sekali. Penyiangan secara kimiawi dilakukan dengan menyemprotkan herbisida
sesuai dosis yang tertera pada label kemasan (Sunarko, 2009).
2.4.3
Penyiraman
Penyiraman
dilakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika musim
kemarau di siram dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air
penyiramann sebanyak 2 liter air/tanaman/hari.
2.4.4
Pemupukan
Pemupukan
merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas produksi yang dihasilkan. Salah satu efek pemupukan yaitu meningkatkan kesuburan tanah
yang menyebabkan tingkat produktivitas tanaman menjadi relatif stabil. Selain itu, pemupukan bermanfaat
melengkapi penyediaan unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman
terpenuhi dan pada akhirnya tercapai daya hasil (produktivitas) yang maksimal.
Untuk
meningkatkan produksi maksimal kelapa sawit, maka dalam pelaksanaan pemupukan
harus mengacu pada tujuh tepat, yaitu tepat jenis, dosis, waktu, cara,
penempatan, bentuk formulasi, dan rotasi. Pupuk merupakan salah satu sumber
unsur hara utama yang sangat menentukan tingkat pertumbuhan dan produksi kelapa
sawit. Penyediaan hara dalam tanah melalui pemupukan harus seimbang, yaitu
disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Untuk mencapai kondisi tanah yang subur
diperlukan kombinasi pemakaian pupuk organik dan anorganik. Unsur hara utama
yang mendapat perhatian dalam pemupukan tanaman kelapa sawit meliputi N, P, K,
Mg, Cu, dan B (Saputra, 2011).
Tabel 1. Dosis
Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Unsur Tanaman.
Jenis Pupuk
|
Dosis (Kg/Pokok/Tahun) *)
|
||
Umur
Tanaman
|
5
– 5
|
6
– 12
|
>12
|
Sulphate
of Amonia (ZA)
|
1,0
– 2,0
|
2,0
– 3,0
|
1,5
– 3,0
|
Rock
Phosphate (RP)
|
0,5
– 1,0
|
1,0
– 2,0
|
0,5
– 1,0
|
Muriate
of Potash (KCl)
|
0,4
– 1,0
|
1,5
– 3,0
|
1,5
– 2,0
|
Kieserite
(MgSO4)
|
0,5
– 1,0
|
1,0
– 2,0
|
0,5
– 1,5
|
Sumber:
Lubis (1992)
*) Keterangan : Pupuk
N, K, dan Mg diberikan dua kali aplikasi, pupuk P diberikan satu kali aplikasi,
dan pupuk B (bila diperlukan) diberikan dua kali aplikasi per tahun (salah satu
contoh dosis B adalah 0,05 – 0,1 Kg per
pohon per tahun). Pemupukan
kelompok TM sebenarnya merupakan lanjutan dari pemupukan yang pernah dilakukan
saat tanaman masih berumur TBM. Oleh karena itu, jadwal dan aplikasinya harus
berturutan dan saling terkait. Jenis pupuk yang diberikan pada kelompok umur TM
adalah sama dengan pupuk yang diberikan pada kelompok umur TBM. Dosis pupuk harus disesuaikan dengan umur dan tingkat produksi tanaman
(Hadi, 2004).
2.4.5
Pemangkasan
Teknik pemangkasan dilakukan secara teratur sesuai
dengan perkembangan atau umur tanaman yang ada. Adapun
tujuan pemangkasan pada tanaman secara umum adalah adalah sebagai berikut (Setyamidjaja,
2006) :
a.
Memperbaiki sirkulasi udara di sekitar tanaman
sehingga dapat membantu proses penyerbukan secara alami.
b.
Mengurangi penghalangan pembesaran buah dan kehilangan
brondolan buah terjepit pada pelepah daun.
c.
Membantu dan memudahkan pada waktu panen.
2.4.6
Pengendalian
Hama dan penyakit
Penyemprotan pestisida untuk mengendalikan hama dan
penyakit sangat tidak dianjurkan. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan
logam berat seperti tembaga (Cu), air raksa (Hg), dan Timah (Pb) (Pahan, 2012).
2.5 Panen
Pekerjaan
panen adalah pekerjaan eksploitasi potensi produksi. Meningkatkan eksploitasi
produksi adalah dengan memperkecil kerugian produksi. Produksi yang maksimal
hanya dapat tercapai apabila kerugian produksi minimal. Sumber kerugian
produksi meliputi buah mentah, buah tinggal di pokok, buah tinggal di blok, brondolan
tinggal, serta buah di TPH yang tidak terangkut atau terlambat dikirim (Herdiyanti,
2010).
Salah
satu kunci sukses panen adalah sarana panen yang baik, termasuk diantaranya
adalah pasar pikul. Pasar pikul adalah jalan diantara dua jalur tanaman dalam
blok yang digunakan untuk mempermudah aktifitas pekerjaan. Lebar pasar pikul
timbun yaitu ± 1,2 meter , tinggi ± 45 centimeter, serta lebar parit ± 50
centimeter. Pembuatan pasar pikul timbun ini akan memudahkan pengangkutan buah
dari dalam blok ke TPH terutama pada saat hujan karena areal rendahan khususnya
rawan tergenang atau banjir saat hujan (Hartono, 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar