DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PELAKSANA
PEMBIMBING
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pertanian merupakan salah satu sumber devisa utama bagi negara yang
mempengaruhi perekonomian di Indonesia yaitu melalui ekspor. Selain berperan
dalam perekonomian negara, sektor pertanian juga menjadi penyedia pangan
nasional, serta menjadi penyerap tenaga kerja di Indonesia yang sebagian besar
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Produktivitas suatu tanaman
yang dibudidayakan akan sangat mempengaruhi ketersediaan pangan dan kemampuan
untuk ekspor. Hal tersebut menyebabkan suatu pengembangan pertanian baik secara
infastruktur maupun teknik budidaya diperlukan agar sektor pertanian mampu
bersaing di pasar dalam negeri maupun luar negeri serta meningkatan kesejahteraan
masyarakat, termasuk petani. Produktivitas pertanaman dalam satu lahan dan hamparan
yang terlihat seragam dapat berbeda-beda meskipun jenis tanaman yang
dikembangkan sama, sehingga perlu suatu pengkajian lapangan untuk mengetahui
masalah, penyebab, serta cara menangani masalah dalam suatu hamparan tersebut.
Pengkajian lapangan agronomi perlu dilaksanakan agar kita
dapat mengetahui keadaaan sebenarnya di lapangan yang kemudian dibandingkan
dengan pustaka-pustaka yang sesuai dengan apa yang sedang dikaji. Selain itu
pentingnya pengkajian lapangan agronomi adalah agar dapat membantu memecahkan
masalah dan kendala-kendala yang berada di suatu hamparan yang dapat memberikan
keragaan pertanaman dan produktivitas tanaman yang dibudidayakan mengalami
perbedaan. Pengkajian lapangan
agronomi ini tidak hanya bertujuan untuk memahami teknik budidaya yang
diterapkan petani di lapangan saja. Akan tetapi juga bertujuan untuk memahami
bahwa dalam perbedaan yang
terjadi dalam suatu hamparan meskipun terlihat seragam namun dapat dipengaruhi oleh
mutu tanaman, daya dukung lahan, maupun manajemen tanaman yang dilakukan oleh
petani, serta dapat dipengaruhi oleh kapasitas sumber daya manusia dan latar
belakang keluarganya.
B.
Tujuan
1. Mengetahui
kendala dalam budidaya pertanian di hamparan Dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY.
2. Memberikan
saran penyelesaian terhadap kendala dalam budidaya pertanian di
hamparan Dusun Saren,
Wedomartani, Ngemplak,
Sleman, DIY.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
meliputi kawasan, lahan dan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya pertanian
terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan lahan pertanian pangan
berkelanjutan dan/atau hamparan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan
serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung ketahanan,
kemandirian dan kedaulatan pangan nasional. Kawasan peruntukan pertanian adalah
kawasan budidaya yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan/atau perternakan (Menteri Pertanian RI,
2012).
Menurut peraturan Menteri Pertanian
nomor 07/permentan/ot.140/2/2012 tentang Pedoman Teknis Kriteria dan
Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
hamparan lahan pertanian pangan memiliki luas minimal 20 ha. Kesatuan hamparan
adalah luasan lahan pada satu hamparan pada skala ekonomi sehingga pertambahan
produksi menyebabkan biaya rata-rata menjadi semakin rendah karena terjadi
peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi. Luasan kesatuan hamparan
adalah sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu kesatuan sistem
produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi dan sosial
budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk. Sedangkan, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) cit.
Setiawan (2016) hamparan diartikan sebagai suatu tempat yang tampak papar dan
rata, membentang.
Dalam suatu luasan hamparan lahan, umumnya akan memiliki topografi yang
berbeda-beda. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan lingkungan tempat dimana
tanaman tersebut tumbuh. Lingkungan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dikategorikan sebagai faktor
internal (genetik) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor internal meliputi
ketahanan terhadap tekanan iklim, tanah dan biologis, laju fotosintetik,
respirasi, pembagian hasil asimilasi dan nitrogen, klorofil, karoten dan
kandungan pigmen lainnya, aktifitas enzim, pengaruh langsung gen (misalnya
heterosis, epistasis) dan differensiasi. Sedangkan faktor eksternal meliputi
edafik (tanah), biologis, serta iklim (Anonim, 2012).
Interaksi antara tanaman dengan
lingkungannya merupakan salah satu syarat bagi peningkatan produksi tanaman.
Iklim dan cuaca merupakan lingkungan fisik esensial bagi produktivitas tanaman
yang sulit dimodifikasi sehingga secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman tersebut. Di Indonesia faktor curah hujan dan
kelembaban udara merupakan parameter iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tanaman pangan khususnya. Hal ini disebabkan faktor iklim
tersebut memiliki peranan paling besar dalam menentukan kondisi musim di
wilayah Indonesia (Suparyono dan Agus Setyono cit. Anonim, 2015).
Tanaman padi secara umum membutuhkan
suhu minimum 11°-25°C untuk perkecambahan, 22°-23 C untuk pembungaan, 20°-25°C
untuk pembentukan biji, dan suhu yang lebih panas dibutuhkan untuk semua
pertumbuhan, karena merupakan suhu yang sesuai bagi tanaman padi khususnya di
daerah tropika. Suhu udara dan intensitas cahaya di lingkungan sekitar tanaman
berkorelasi positif dalam proses fotosintesis, yang merupakan proses pemasakan
oleh tanaman untuk pertumbuhan tanaman dan produksi buah atau biji (Aak cit. Anonim, 2015).
Tanaman padi dapat tumbuh dengan
baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air dengan curah
hujan rata-rata 200 mm/bulan atau lebih. Dengan distribusi selama 4 bulan,
curah hujan yang dikehendaki sekitar 1500-2000 mm/tahun dengan ketinggian
tempat berkisar antara 0-1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman
padi adalah tanah sawah dengan kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dengan
perbandingan tertentu dan diperlukan air dalam jumlah yang cukup yang ketebalan
lapisan atasnya sekitar 18-22 cm dengan pH 4-7 (Surowinoto cit. Anonim, 2015).
Tanaman cabai merah mempunyai daya
adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun
dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut, tetapi
pertumbuhannya di dataran tinggi lebih lambat. Suhu udara yang baik untuk
pertumbuhan tanaman cabai merah adalah 25-27°C pada siang hari dan 18-20°C pada
malam hari (Wien cit. Sumarni dan
Muharam, 2005). Suhu malam di bawah 16°C dan suhu siang hari di atas 32°C dapat
menggagalkan pembuahan (Knott dan Deanon cit.
Sumarni dan Muharam, 2005). Suhu tinggi dan kelembaban udara yang rendah
menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga tanaman kekurangan air. Akibatnya
bunga dan buah muda gugur. Pembungaan tanaman cabai merah tidak banyak
dipengaruhi oleh panjang hari (Sumarni dan Muharam, 2005).
Curah hujan yang tinggi atau iklim
yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai merah. Pada keadaan
tersebut tanaman akan mudah terserang penyakit, terutama yang disebabkan oleh
cendawan, yang dapat menyebabkan bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan
yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah sekitar 600-1200 mm per
tahun (Sumarni dan Muharam, 2005).
Tanaman jagung membutuhkan air
sekitar 100-140 mm/bulan. Oleh karena itu waktu penanaman harus memperhatikan
curah hujan dan penyebarannya. Penanaman dimulai bila curah hujan sudah
mencapai 100 mm/bulan. Untuk mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah
hujan dan pola distribusinya selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat
ditentukan dengan baik dan tepat. Jagung menghendaki tanah yang subur untuk
dapat berproduksi dengan baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan
unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang
banyak. Pada tanah yang miskin hara dan
rendah bahan organiknya, maka penambahan pupuk N, P dan K serta pupuk organik
(kompos maupun pupuk kandang) sangat diperlukan (Anonim, 2008).
Sasaran utama pembangunan pertanian dewasa
ini selain peningkatan produksi pertanian adalah pendapatan petani, karena itu
kegiatan disektor pertanian diusahakan agar dapat berjalan lancar dengan
peningkatan produk pangan baik melalui intensifikasi, ekstensifikasi, dan
diversifikasi pertanian yang diharapakan dapat memperbaiki taraf hidup petani
dan memperluas lapangan pekerjaan bagi
golongan masyarakat yang masih tergantung pada sektor pertanian. Tingkat
pendapatan petani secara umum dipengeruhi oleh beberapa komponen yaitu : jumlah
produksi, harga jual, dan biaya-biaya yang dikeluarkan petani dalam pertaniannya.
Ini berarti bahwa perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian merupakan
usaha untuk memperbaiki taraf kehidupan sebagian besar penduduk yang tergolong
miskin (Roidah, 2015).
Pendapatan menunjukkan besarnya
balas jasa yang diterima oleh petani, karena petani berperan dalam pengelolaan,
mengerjakan dan menanam modal. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi
pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai
usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran atau biaya
tunai usahatani. Usatani tanaman hortikultura,tanaman pangan dapat menyediakan
bahan yang dapat dipergunakan sebagai sumber pakan ,sementara ternak dapat
dipergunakan ternak beban ataupundapat menyediakan bahan baku sumber pupuk
organik ataupun sebagai sumber energy. Dengan perkataan lain ternak yang
diintegrasikan dengan tanaman mampu memanfaatkan produk ikutan dan produk
samping tanaman, sementara ternak dapat menyediakan bahan baku pupuk organik
sebagai sumber hara yang sangat dibutuhkan tanaman dan energy bagi kepentingan
umat manusia (Dirjen Peternakan,2010). Harga jual tanaman hortilkutura sangat
bervariasi sehingga pendapatan petani tidak pasti, dengan memelihara ternak
maka petani dapat memanfaatkan kotoran sebagai pupuk dan menambah pendapatan
keluarga.
III. METODE OBSERVASI
Metode observasi yang digunakan yaitu metode Rural Research Development atau Farming System Research dengan pola
deduktif-induktif. Bentuk metode observasi yang dilakukan terdiri dari
pengumpulan informasi, pembuatan diagnosa, penyimpulan, pembuatan rekayasa baru
berdasarkan diagnosa, kemudian penyebaran kembali rekayasa baru tersebut untuk
diterapkan. Observasi dilakukan di hamparan Dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak,
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Waktu observasi yang dilakukan adalah pada
tanggal 19 Maret 2016, 2 April 2016, dan 10 April 2016 selama 12 jam di
lapangan. Data yang diamati berupa kondisi umum hamparan, jenis tanaman yang
ditanam, pola tanam, teknik budidaya masing-masing tanaman, serta kondisi
sosial dan ekonomi petani. Data kemudian dikumpulkan menjadi satu dan disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar.
Cara
kerja yang dilakukan adalah melakukan studi pustaka terkait hamparan, komoditas
tanaman, cara budidaya, kesesuaian lahan, dan lingkungan berupa tanah,
topografi, sosial dan ekonomi petani di hamparan. Kemudian, dibuat perencanaan
dengan memilih hamparan dan mendaftar jenis data yang diperlukan yang dapat
menggambarkan potensi dan kenyataan pertanaman di hamparan. Selanjutnya
observasi dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang telah didaftar untuk
selanjutnya digunakan sebagai bahan melakukan diagnose. Data yang diperoleh
dikumpulkan dan dibuat diagnose berdasarkan studi pustaka dan kenyataan di
lapangan. Setelah itu, dibuat rekayasa program budidaya tanaman di hamparan
sehingga hamparan menjadi optimal penggunaannya.
IV. HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Kondisi
Umum Hamparan
Pengamatan
dilakukan pada hamparan di dusun Saren, Desa Wedomartani, Kecamatan
Ngemplak, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi umum
hamparan adalah sebagai berikut:
IV
|
IIII
|
II
|
I
|
Gambar 1. Hamparan di dusun Saren,
Wedomartani, Ngemplak, Sleman
Keterangan:
I: Batas
Utara (Jalan)
II: Batas
Timur (Jalan)
III: Batas
Selatan (Jalan)
IV: Batas
Barat (Kebun dan pepohonan)
Gambar
1 menunjukkan daerah yang diamati. Hamparan berada pada koordinat 7°43’33.41”S
dan 110°25’50.36”T. Luas hamparan yang diamati berada pada kisaran 3-5 hektar.
Batas sebelah utara, timur, dan selatan adalah jalan desa yang tidak bernama.
Batas sebelah barat adalah kebun dan pepohonan milik warga. Perjalanan menuju
hamparan dari Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada dapat ditempuh
melalui Jalan Affandi hingga Perempatan Condong Catur. Dari perempatan
tersebut, dilanjutkan ke arah timur hingga sampai Pertigaan Jalan Raya Tajem,
kemudian menuju utara sejauh 4,44 km dan menemukan pertigaan dengan tong
ditengahnya, kemudian belok ke arah
barat. Hamparan akan ditemui
pada pertigaan kelima. Rute perjalanan adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Rute
perjalanan dari Fakultas Pertanian UGM hingga Jalan Raya Tajem
Gambar 3. Rute
perjalanan dari Jalan Raya Tajem hingga hamparan
Lokasi hamparan ini
cukup strategis karena memiliki akses jalan yang cukup besar untuk dilewati
truk sehingga memudahkan petani untuk mengelola input dan output pertanian.
Jarak hamparan dengan pasar juga hanya sejauh 500 m sehingga sangat
memungkinkan bagi petani untuk menjual langsung hasil panennya ke pasar.
Terdapat pula kandang kambing dan sapi di dekat hamparan yang dapat
dimanfaatkan kotorannya sebagai pupuk. Di daerah Wedomartani juga mudah ditemui
toko pertanian sehingga kebutuhan benih, pestisida, dan pupuk dapat diperoleh
dengan mudah. Hamparan hanya berjarak sekitar 500 m dari Jalan Raya Tajem dan 2
km dari SPBU terdekat.
Kemiringan lahan pada
hamparan kurang dari 40% (Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten
Sleman, 2012). Ketinggian lahan berada pada 200-240 mdpl (Daftlogic, 2016).
Jenis tanah yang berada di hamparan adalah regosol dengan tekstur agak kasar.
Tanah regosol adalah tanah dari bahan aluvial seperti abu vulkan, sedimen
sungai, maupun endapan kuarsa laut dan banyak terdapat di sekitar sungai dengan
tekstur pasir, struktur lepas, kapasitas menahan air dan unsur hara rendah,
kandungan bahan organik rendah, permeabilitas cepat, dan porositas tinggi.
Tanah regosol cenderung memiliki pH netral.
Fasilitas yang terdapat
di sekitar hamparan adalah pengairan, akses jalan, dan kandang ternak. Di dalam
hamparan, terdapat pematang yang digunakan sebagai jalan untuk memasuki lahan pertanaman.
Pematang juga menjadi pemisah lahan dari pemilik yang satu dengan yang lainnya.
Saluran air untuk irigasi berupa parit yang terdapat di sekeliling hamparan.
Kondisi lahan yang agak miring membantu distribusi air sehingga dapat menyebar
hingga hamparan dengan ketinggian yang lebih rendah.
Jenis
tanaman yang terdapat di hamparan adalah pagi, jagung, cabai, pepaya, dan
pisang. Akan tetapi, tanaman yang mendominasi adalah padi, jagung, dan cabai.
Petani memilih tanaman tersebut dengan pertimbangan yang berbeda beda, namun
pemilihan padi sebagai bahan tanam umumnya dengan alasan yang sama, yakni musim
hujan yang tinggi. Pertanaman yang diterapkan tidak dengan menerapkan pertanian
organik.
B. Wawancara Petani
1. Pak
Tri
a.
|
Nama
|
:
|
Hj. Tri Haryanto, S. Sos
|
b.
|
Alamat
|
:
|
Dusun Saren RT 7 RW 13, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
|
c.
|
Umur
|
:
|
60 tahun
|
d.
|
Keluarga
|
:
|
4 orang anak
|
e.
|
Pendidikan
|
:
|
Lulusan Sosiologi Agama UIN
|
f.
|
Luas lahan
|
:
|
1300 m2, lahan untuk cabai 1000 m2
|
g.
|
Komoditas
|
:
|
Padi, cabai, kakao, jahe, pepaya
|
Pak Tri memilih komoditas cabai untuk ditanam karena nilai jualnya dianggap
lebih baik dibanding padi. Varietas cabai yang dibudidayakan adalah cabai
keriting red sabel. Budidaya cabai yang dilakukan oleh Pak Tri diawali dengan
pengolahan tanah dengan cara dibajak menggunakan traktor, dibuat guludan,
kamudian diberi pupuk kompos, ZA, Phonska, dan NPK. Selanjutnya, guludan
dipasangi mulsa dan dilubangi sesuai jarak tanam (50 x 60 cm). Bibit yang
digunakan untuk bahan tanam berasal dari benih yang telah disemai selama 3-4
minggu, kemudian ditanam pada lahan pertanaman. Pemeliharaan padi dilakukan
dengan pemberian pupuk mutiara sekali setiap satu minggu dengan dosis tidak
tetap dan pupuk NPK sebanyak 3-4 kg. Pengairan dilakukan dengan menggenangi
lahan tanpa melebihi tinggi mulsa, namun Pak Tri masih mengalami kesulitan
untuk menentukan ketinggian air yang tepat karena masih dalam proses belajar.
Panen dilakukan pada bulan keempat selama 1,5 bulan hinga 2 bulan. Satu kali
panen dapat diperoleh 120 kg cabai dan total pemanenan dapat mencapai 1 ton
dengan 14 kali pemetikan. Hasil panenan langsung dijual. Pola tanam yang diterapkan oleh Pak Tri
dalam satu tahun adalah cabai-cabai-padi.
Kendala yang dialami Pak Tri selama bertanam cabai diantaranya adalah jamur
buah dan akar, keriting daun yang disebabkan oleh thrips dan tungau, serta ulat
grayak. Pengendalian gulma yang dilakukan oleh Pak Tri adalah dengan
penyemprotan menggunakan herbisida. Belum ada upaya untuk menggunakan
pengendali alami yang dapat membatasi populasi hama.
Sebagai petani, Bapak Tri tergolong masih baru. Beliau telah bertani selama
4 tahun, sementara petani lainnya umumnya telah bertani selama puluhan tahun.
Informasi mengenai pertanian diperoleh Pak Tri melalui rekan-rekan sesama
petani. Pak Tri tergabung dengan Kelompok Tani Sempon dan Kelompok Tani Cabai
sebagai anggota.
Hasil cabai yang diperoleh Pak Tri dirasa sudah memuaskan. Pemenuhan
kebutuhan hidup untuk Pak Tri dan keluarga tidak hanya berasal dari hasil
bertani cabai tapi juga dari pabrik batako dan uang pensiunan beliau. Harapan
Pak Tri untuk waktu yang akan datang adalah harga jual cabai terus tinggi.
2. Pak Idha
a.
|
Nama
|
:
|
Idha Sutopo
|
b.
|
Alamat
|
:
|
Dusun Saren RT 7 RW 13, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
|
c.
|
Umur
|
:
|
51 tahun
|
d.
|
Keluarga
|
:
|
4 orang anak
|
e.
|
Pendidikan
|
:
|
SLTA
|
f.
|
Luas lahan
|
:
|
1300 m2 milik sendiri 1300 m2 milik saudara
|
g.
|
Komoditas
|
:
|
Padi
|
P
menjadi
komoditas yang dipilih beliau untuk ditanam pada saat itu mengingat kondisi
yang sangat mendukung untuk pertanaman padi. Musim penghujan menjadi alasan
utama mengapa Pak Idha memilih tanaman padi dibandingkan tanaman lain. Selain
padi, Pak Idha juga terbiasa menanam cabai keriting, tetapi karena musim
penghujan, Pak Idha lebih memilih padi. Varietas yang dipakai adalah varietas
mekongga dan varietas pepe. Varietas mekongga dipilih karena pada pertanaman
sebelumnya mempunyai hasil yang bagus. Masing-masing varietas tersebut ditanam
di lahan milik beliau sendiri dan lahan milik saudara beliau yang terletak
bersebelahan.
Pak Idha
mengawali kegiatan budidaya tanaman padi dengan mengolah lahannya terlebih
dahulu. Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak menggunakan traktor
kemudian diberi pupuk organik yang
berasal dari kotoran ternak sebanyak 5 kwintal. Pemberian pupuk organik ini
hanya dilakukan di lahan milik beliau, lahan milik saudara beliau tidak diberi
pupuk organik karena dianggap tanahnya masih bagus. Selain itu pada periode
tanam sebelumnya, lahan tersebut sudah diberi pupuk organik sehingga dilakukan
pergiliran pemberian pupuk organik. Selain
itu, Pak Idha juga melakukan pembibitan hingga berumur 30 hari kemudian
ditanam. Pak Idha menerapkan sistem jajar legowo 2-1 dengan jarak tanam 20 cm
dengan 35 cm.
Pemeliharaan
yang dilakukan adalah pemupupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan
penyakit. Kegiatan pengairan relatif mudah karena di tepi lahan terdapat
saluran airnya serta terdapat embung saren yang letaknya tidak terlalu jauh
dari lahan. Selama musim hujan, Pak Idha hanya mengandalkan air hujan.
Sedangkan pada musim kemarau, air disedot dari embung seren dan dialirkan
melalui saluran air tersebut. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kimia; urea
dan ponska. Pemupukan pertama kali dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam.
Adapun pengendalian hama dan penyakit dilakukan setelah tanaman terinfeksi.
Kebetulan, pada saat itu tanaman padi milik Pak Idha terserang oleh jamur.
Serangan jamur ini merupakan yang pertama kalinya sejak Pak Idha menanam padi.
Hal yang dilakukan adalah menyemprot tanaman dengan fungisida setelah satu
minggu terserang. Pada musim tanam kali ini, kendala utama dalam kegiatan
budidaya tanaman padi adalah serangan jamur. Lahan pertanaman padi yang lain
juga mengalami hal yang hampir sama. Selain jamur, masalah yangs sering muncul
adalah hama orong-orong dan busuk pangkal malai.
Pak Idha
tergabung dalam kelompok tani Sepon dan beliau kebetulan menjabat sebagai
ketuanya. Kegiatan rutin yang dilakukan kelompok tani Sepon adalah mengadakan
pertemuan setiap 35 hari sekali dengan Petugas Penyuluh Lapang (PPL), namun
menurut Pak Idha pertemuan tersebut kurang efektif karena PPL sangat jarang
terjun ke lapangan sehingga tidak mengetahui keadaan secara langsung. Peran
serta PPL terhadap kegiatan pertanian secara langsung khususnya di wilayah
beliau dinilai kurang, hanya berkesan sebagai formalitas dan hanya terpaku pada
kegiatan rapat atau pertemuan saja.
Mengenai
pengetahuan Pak Idha tentang istilah-istilah pertanian tergolong sangat baik.
Hal ini mungkin dikarenakan pengalaman beliau sebagai ketua kelompok tani yang
sudah sering mengikuti pelatihan dari dinas terkait. Menyikapi kegiatan
pertanian yang dilakukan, beliau mengaku belum puas karena masih ada hama dan
penyakit yang selalu menyerang tanamannya. Dalam keadaan normal, dengan luasan 1300 m2 beliau mendapatkan 6-7 kwintal gabah. Hasil tersebut dinilai masih kurang. Beliau menjelaskan
karena keadaan tanah yang sudah rusak akibat penggunaan bahan kimialah yang
menyebabkan hasil panen belum bisa maksimal. Pak Idha hanya mengandalkan hasil
pertanian dan beberapa hewan ternak sebagai tabungan apabila ada keperluan yang
mendesak.
3. Pak Sukirin
a.
|
Nama
|
:
|
Sukirin
|
b.
|
Alamat
|
:
|
Dusun Saren Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
|
c.
|
Umur
|
:
|
55 tahun
|
d.
|
Keluarga
|
:
|
2 orang anak
|
e.
|
Pendidikan
|
:
|
Tidak lulus SD
|
f.
|
Luas lahan
|
:
|
500 m2
|
g.
|
Komoditas
|
:
|
Padi
|
Padi
menjadi komoditas yang dipilih beliau untuk ditanam pada saat itu mengingat
kondisi yang sangat mendukung untuk pertanaman padi. Pak Sukirin juga menanam
cabai apabila musim kemarau tiba. Musim penghujan menjadi alasan utama mengapa
Pak Sukirin memilih tanaman padi dibandingkan tanaman lain. Pak Sukirin
menggunakan varietas IR 64 hasil dari pertanaman milik saudaranya.
Pak Sukirin
mengawali kegiatan budidaya tanaman padi dengan mengolah lahannya terlebih
dahulu. Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak menggunakan traktor
kemudian diberi pupuk organik.
Tidak disebutkan berapa banyak pupuk organik yang digunakan, karena Pak Sukirin
menggunakan kotoran ternak yang dikumpulkan tanpa menghitung secara pastinya. Selain itu, Pak Sukirin juga melakukan pembibitan
hingga berumur 25 hari kemudian ditanam. Pak Sukirin menggunakan jarak tanam 30
cm dengan penanaman 2-3 bibit tiap lubang.
Pemeliharaan
yang dilakukan adalah pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit.
Kegiatan pengairan relatif mudah karena di tepi lahan terdapat saluran airnya
serta terdapat embung saren yang letaknya tidak terlalu jauh dari lahan. Selama
musim hujan, Pak Sukirin hanya mengandalkan air hujan. Sedangkan pada musim
kemarau, air disedot dari embung seren dan dialirkan melalui saluran air
tersebut. Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kimia; urea. Pemupukan pertama
kali dilakukan pada umur 14 hari setelah tanam kemudian 40 hari setelah tanam.
Kebetulan, pada saat itu tanaman padi milik Pak Sukirin terserang oleh wereng.
Pada saat
ini Pak Sukirin tidak ikut dalam kegiatan kelompok tani Sepon dan tidak menjadi
anggota. Sebelumnya beliau pernah bergabung dalam kelompok tani tersebut, namun
keluar. Beliau beralasan karena kelompok tani tersebut terlalu banyak pertemuan
dan tidak efektif.
Menyikapi
kegiatan pertanian yang dilakukan, beliau mengaku sudah puas selama tidak ada
hama dan penyakit yang menyerang tanamannya. Dalam keadaan normal, denga luasan
500 m2 beliau mendapatkan 2-3 kwintal gabah dengan. Hasil tersebut dinilai sudah bagus. Selain
menjadi petani, Pak Sukirin juga bekerja di pabrik kayu dan tukang bangunan.
3. Pak Pujo
a.
|
Nama
|
:
|
Pujo Pranyoto
|
b.
|
Alamat
|
:
|
Dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, D. I. Yogyakarta
|
c.
|
Umur
|
:
|
77 tahun
|
d.
|
Keluarga
|
:
|
4 orang anak
|
e.
|
Pendidikan
|
:
|
-
|
f.
|
Luas lahan
|
:
|
1500 m2
|
g.
|
Komoditas
|
:
|
Jagung
|
Jagung
menjadi komoditas yang dipilih beliau untuk ditanam pada saat itu terpaksa.
Awalnya, Pak Pujo akan menanam padi, namun karena kebutuhan air yang dinilai
belum mencukupi untuk menanam padi, maka Pak Pujo menanam jagung. Selain itu
biaya yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Pak Pujo mengatakan bahwa jagung yang
ditanam adalah jagung jenis jagung untuk pakan burung tanpa menyebutkan
varietasnya. Jagung tersebut dinilai yang paling bagus hasilnya.
Pak Pujo
mengawali kegiatan budidaya tanaman padi dengan mengolah lahannya terlebih
dahulu. Pengolahan tanah dilakukan dengan membajak menggunakan traktor tanpa diberi pupuk organik. Pak
Pujo menggunakan jarak tanam 20cm x 60 cm dengan penanaman 2-3 benih tiap
lubang.
Pemeliharaan
yang dilakukan adalah pemupupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan
penyakit. Kegiatan pengairan relatif mudah karena di tepi lahan terdapat
saluran airnya serta terdapat embung saren yang letaknya tidak terlalu jauh
dari lahan. Selama musim hujan, Pak Pujo hanya mengandalkan air hujan.
Sedangkan pada musim kemarau, air disedot dari embung seren dan dialirkan
melalui saluran air tersebut. Pemupukan dilakukan dua kali. Pada saat ini Pak
Pujo ikut dalam kegiatan kelompok tani Sepon dan menjadi anggota. Namun,
menurut penuturan Pak Idha selaku ketua kelompok tani, Pak Pujo tidak ikut
menjadi anggota kelompok tani.
Menyikapi
kegiatan pertanian yang dilakukan, beliau mengaku sudah puas. Dalam keadaan
normal, denga luasan 1500 m2 beliau mendapatkan 8,7 kwintal jagung. Hasil panen dijemur sendiri
kemudian dijual dengan pendapatan bersih dari penjualan jagung sebesar Rp
2.500.000,00. Hasil tersebut dinilai sudah bagus.
C. Analisis Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu
lahan untuk penggunaan
tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian.
Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasamya
ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim,
tanah, terrain (lereng, topografi/ relief, batuan), hidrologi, dan persyaratan
tujuan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman (Suratinojo et al., 2008 cit. Sandri, 2015) kesesuaian. Kecocokan antara sifat fisik
lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang
dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial
dikembangkan untuk komoditas tersebut (Suratinojo dkk, 2008). Untuk memperoleh
tingkatan dalam kesesuaian lahan didapat dari hasil membandingkan antara
kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan.
Manfaat
mengetahui kesesuaian lahan adalah untuk mengetahui pemanfaatan terbaik dari
suatu lahan yang paling efektif dan mungkin untuk dikembangkan. Hal ini dapat
diterapkan pada berbagai kegiatan
budidaya tanaman, khususnya pada bahasan ini yaitu padi, jagung, dan cabai. Apabila
lahan yang digunakan sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman durian,
persyaratan pengelolaan, dan persyaratan konservasi, maka hasil produksi yang
didapatkan bisa lebih maksimal, dengan biaya yang lebih sedikit, yang berarti
kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan baik, efektif, dan efisien atau dapat
dikatakan bahwa dengan mengetahui kesesuaian lahan maka dapat mengetahui apakah
tanaman durian yang ditanam pada tanah di lahan yang digunakan sudah sesuai
dengan syarat yang dibutuhkan oleh tanaman yang dibudidayakan atau belum,
sehingga penggunaan lahan akan lebih meningkatkan produksi dan pendapatan.
C.1. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Cabai
Tabel 1. Kesesuaian lahan dan
karakteristik lahan untuk tanaman cabai di Ngemplak,
Sleman.
Persyaratan
penggunaan/
karakteristik lahan |
Kelas kesesuaian lahan
|
Kelas
Kesesuaian
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N
|
||
Temperatur (tc)
|
|||||
Temperatur rerata
(°C)
|
21 - 27
|
27 - 28
16 - 21 |
28 - 30
14 - 16 |
> 30
< 14 |
S1
(26,15oC)
|
Media perakaran (rc)
|
|||||
Tekstur
kasar
|
halus, agak halus, sedang
|
-
|
agak kasar
|
kasar
|
S3
(Agak Kasar)
|
Kedalaman
tanah (cm)
|
> 75
|
50 - 75
|
30 - 50
|
< 30
|
S2
(48-60.5)
|
Ketersediaan air (wa)
|
S3
|
||||
Curah hujan (mm)
|
600 - 1.200
|
500- 600
1.200-1.400 |
400 - 500
> 1.400 |
< 400
|
(1793,214)
|
Bahaya erosi (eh)
|
|||||
Lereng
(%)
|
< 8
|
8 - 16
|
16 - 30
|
> 30
|
S1
(1,67 -3,3)
|
Kesesuaian lahan
|
S3rcwa
|
C.2. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung
Tabel 2. Kesesuaian lahan dan
karakteristik lahan untuk tanaman jagung di Ngemplak, Sleman.
Persyaratan
penggunaan/
karakteristik lahan |
Kelas kesesuaian lahan
|
Kelas
Kesesuaian
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N
|
||
Temperatur (tc)
|
|||||
Temperatur rerata
(°C)
|
20 - 26
|
-
26 – 30
|
16 - 20
30 - 32 |
> 16
< 32 |
S2
(26,15oC)
|
Kelembaban
(%)
|
>42
|
36-42
|
30-36
|
<30 o:p="">30>
|
S1
81.51
Media perakaran (rc)
Tekstur
kasar
halus, agak halus, sedang
-
agak kasar
kasar
S3
(Agak Kasar)
Kedalaman
tanah (cm)
> 60
40 - 60
25 - 40
< 25
S2
(48-60.5)
Ketersediaan air (wa)
S3
Curah hujan (mm)
500 -
1.200
1.200- 1.600
400-500
400-500
>1.600
300-400
300-400
< 300
(1793,214)
Bahaya erosi (eh)
Lereng
(%)
< 8
8 - 16
16 - 30
> 30
S1
(1,67 -3,3)
Kesesuaian lahan
S3rcwa
C.3. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi
Tabel 3. Kesesuaian lahan dan
karakteristik lahan untuk tanaman padi di Ngemplak,
Sleman.
Persyaratan
penggunaan/
karakteristik lahan |
Kelas kesesuaian lahan
|
Kelas
Kesesuaian
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N
|
||
Temperatur (tc)
|
|||||
Temperatur rerata
(°C)
|
24 - 29
|
22-24 29 – 32
|
18 - 22
32 - 35 |
<18 br="">
18>>35
|
S1
(26,15oC)
|
Kelembaban
(%)
|
33 - 90
|
30
- 33
|
<30>90
|
S1
81,51
|
|
Media perakaran (rc)
|
|||||
Tekstur
kasar
|
halus, agak halus
|
sedang
|
agak kasar
|
kasar
|
S3
(Agak Kasar)
|
Kedalaman
tanah (cm)
|
> 50
|
40 - 50
|
25 - 40
|
< 25
|
S2
(48-60.5)
|
Bahaya erosi (eh)
|
|||||
Lereng
(%)
|
< 3
|
3 - 5
|
5 - 8
|
> 8
|
S1
(1,67 -3,3)
|
Kesesuaian lahan
|
S3rc
|
D. Rekomendasi
Berdasarkan hasil
wawancara yang telah kami lakukan pada beberapa petani di dusun Saren,
Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, berikut rekomendasi
berdasarkan kesesuaian lahan beserta budidaya yang telah dilakukan petani di
hamparan tersebut :
1. Pak Idha
Selaku ketua kelompok tani,
beliau bisa membujuk PPL untuk terjun kelapangan agar melihat langsung keadaan
di lapangan, sehingga diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan di lapangan.
Selain itu bedasarkan analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi di dusun Saren,
Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY adalah S3rc yang berarti terdapat hambatan
pada media perakaran akibat tekstur tanah yang berada di daerah tersebut berupa
regosol yang bertekstur agak kasar, sehingga perlu ditingkatkan kelas
kesesuaian lahannya. Salah satu cara dapat dilakukan adalah dengan penambahan
bahan-bahan organik ke lahan agar menjadi lebih sesuai dan pertanaman menjadi
lebih optimal.
2. Pak Sukirin
Diharapkan Pak Sukirin bisa
bergabung kembali ke dalam kelompok petani mengingat sekarang segala bantuan
saprodi pertanian disalurkan melalui kelompok petani sehingga pak sukirin juga
bisa ikut memanfaatkannya. Pak Sukirin yang melakukan budidaya tanaman padi
seperti Pak Idha perlu pula penambahan bahan-bahan organik ke lahan agar
menjadi lebih sesuai dan pertanaman menjadi lebih optimal.
3. Pak Tri
Menurut kami, semangat Pak Tri sebagai petani sudah sangat baik. Beliau mau
belajar meskipun banyak tertinggal dibanding rekan-rekannya sesama petani.
Saran kami, untuk pengendalian hama, dapat dibantu dengan penggunaan predator
seperti belalang sembah atau serangga karnivor lainnya. Selain itu dapat juga dengan pembuatan trap untuk menangani thrips. Jika memiliki dana yang cukup besar, pengendalian juga dapat dilakukan
dengan penyebaran agens hayati hama. Penanganan penyakit pada cabai dapat
ditahan dengan pencabutan organ atau tanaman yang sakit sehingga mengurangi
risiko penyebaran penyakit jamur pada cabai. Pemberian air dengan cara
penyiraman juga dapat mencegah persebaran patogen di lahan pertanaman karena
air tidak menggenang. Kesulitan Pak Tri untuk menentukan kebutuhan air dapat
teratasi seiring berjalannya waktu karena bertambahnya pengalaman. Akan tetapi,
pemberian air dengan penyiraman lebih disarankan karena dapat mengurangi
insidensi penyakit dan mengurangi kemungkinan kelebihan air di lahan cabai.
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan untuk tanaman
cabai dapat diketahui bahwa lahan di dusun Saren, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY memiliki kelas kesesuaian
yaitu S3rcwa yang berarti lahan tersebut memiliki hambatan pada media perakaran
berupa tekstur tanah dan ketersediaan air yang dapat dilihat dari curah hujan.
Tekstur tanah yang agak kasar perlu dilakukan pengelolaan agar menjadi lebih
sesuai bagi pertanaman cabai seperti dengan penambahan bahan-bahan organik ke
tanah. Curah hujan yang berkisar ±1793,214 mm/tahun, sedangkan curah hujan
ideal bagi tanaman cabai adalah 600 - 1.200 mm/tahun maka perlu dilakukan
pengelolaan drainase yang baik agar tidak kelebihan air yang dapat menyebabkan
tanaman mudah terserang patogen atau kekurangan air yang dapat menyebabkan
tanaman mengalami cekaman.
4. Pak Pujo
Pemeliharaan yang dilakukan pada
tanaman budidaya jagung Pak Pujo sudah cukup baik karena dilakukan pengolahan
tanah dan dilakukan pemeliharaan, selain itu penggunaan pestisida dilakukan
secara conditional sehingga potensi
mencemari lingkungan dan resistensi hama berkurang serta sudah menggunakan
sistem tumpang sari dengan kacang sehingga dapat menambat nitrogen yang baik
bagi pertumbuhan jagung serta mengoptimalkan lahan. Rekomendasi yang dapat
diberikan dari kelas kesesuaian lahan jagung (S3rcwa) adalah tekstur tanah yang
agak kasar diberikan penambahan bahan organik agar tekstur tanah menjadi lebih
baik, serta curah hujan yang berkisar ±1793,214 mm/tahun, sedangkan curah hujan
ideal bagi tanaman jagung adalah 500 - 1.200 mm/tahun maka perlu dilakukan
pengelolaan drainase yang baik agar tidak kekurangan air yang dapat menyebabkan
tanaman mengalami cekaman atau kelebihan air yang dapat menyebabkan tanaman
mudah terserang patogen.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Berdasarkan
analisis kesesuaian lahan, diperoleh bahwa di hamparan dusun Saren,
Wedomartani, Ngemplak, Sleman memiliki kendala media perakaran dan ketersediaan
air yang berlebih. Menurut petani, kendala yang dialami adalah OPT.
2. Saran
yang dapat diberikan untuk meningkatkan kesesuaian lahan adalah dengan
penambahan bahan organik sehingga akar tanaman lebih mudah tumbuh dan menyerap
nutrisi dari tanah. Saran untuk petani dalam menangani OPT adalah mencoba
menggunakan predator untuk menangani hama pada lahan pertanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008.
Teknologi Budidaya Jagung. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Anonim, 2012. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Berhubungan Dengan Pertumbuhan Tanaman. <http://staff.unila.ac.id/janter/2012/09/19/faktor-faktor-lingkungan-yang-berhubungan-dengan-pertumbuhan/>.
Diakses 8 Mei 2016.
Daftlogic.
2016. Google Maps Find Altitude. < https://www.daftlogic.com/sandbox-google-maps-find-altitude.htm>.
Diakses 7 Mei 2016.
Dinas
Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman. 2012. Update Data Peruntukan
Tanah Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2012. < http://kppd.slemankab.go.id/wp-content/uploads/2013/04/BAB-LENGKAP.pdf>.
Diakses 7 Mei 2016.
Menteri Pertanian Republik Indonesia.
2012. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/Permentan/Ot.140/2/2012
Tentang Pedoman Teknis Kriteria dan Persyaratan Kawasan, Lahan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. <http://tataruangpertanahan.com/regulasi/pdf/peraturan/permen/permentan/2.pdf>. Diakses
8 Mei 2016.
Roidah, I. S. 2015. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Musim
Hujan Dan Musim Kemarau (Studi Kasus di Desa Sepatan Kecamatan Gondang
Kabupaten Tulungagung). Jurnal Agribisnis Fakultas Pertanian Unita, 11 (13) :
45 – 55.
Sandri,
Fitriawati. 2015. Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian
Negeri Payakumbuh. Jurnal Nasional Ecopedon 2 (1): 43-47.
Setiawan, E. 2016. Hamparan.
<http://kbbi.web.id/hampar>. Diakses 20 April 2016.
Sumarni, N. dan A.Muharam, 2005.
Budidaya Tanaman Cabai Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
LAMPIRAN
A. Kelas Kesesuaian Tanaman Cabai
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan |
Kelas kesesuaian lahan
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N
|
|
Temperatur (tc)
|
||||
Temperatur rerata (°C)
|
21 - 27
|
27 - 28
16 - 21 |
28 - 30
14 - 16 |
> 30
< 14 |
Ketersediaan air (wa)
|
||||
Curah hujan (mm)
|
600 - 1.200
|
500 - 600
1.200 - 1.400 |
400 - 500
> 1.400 |
< 400
|
Ketersediaan oksigen (oa)
|
||||
Drainase
|
baik, agak terhambat
|
agak cepat, sedang
|
terhambat
|
sangat terham-bat, cepat
|
Media perakaran (rc)
|
||||
Tekstur
|
halus, agak halus, sedang
|
-
|
agak kasar
|
kasar
|
Bahan kasar (%)
|
< 15
|
15 - 35
|
35 - 55
|
> 55
|
Kedalaman tanah (cm)
|
> 75
|
50 - 75
|
30 - 50
|
< 30
|
Gambut:
|
||||
Ketebalan (cm)
|
< 60
|
60 - 140
|
140 - 200
|
> 200
|
Ketebalan (cm), jika ada
sisipan bahan mineral/ pengkayaan |
< 140
|
140 - 200
|
200 - 400
|
> 400
|
Kematangan
|
saprik+
|
saprik,
hemik+ |
hemik,
fibrik+ |
fibrik
|
Retensi hara (nr)
|
||||
KTK liat (cmol)
|
> 16
|
≤ 16
|
||
Kejenuhan basa (%)
|
> 35
|
20 - 35
|
< 20
|
|
pH H2O
|
6,0 - 7,6
|
5,5 - 6,0
7,6 - 8,0 |
< 5,5
> 8,0 |
|
C-organik (%)
|
> 0,8
|
≤ 0,8
|
||
Toksisitas (xc)
|
||||
Salinitas (dS/m)
|
< 3
|
3 - 5
|
5-7
|
> 7
|
Sodisitas (xn)
|
||||
Alkalinitas/ESP (%)
|
< 15
|
15 - 20
|
20 - 25
|
> 25
|
Bahaya sulfidik (xs)
|
||||
Kedalaman sulfidik (cm)
|
> 100
|
75 - 100
|
40 - 75
|
< 40
|
Bahaya erosi (eh)
|
||||
Lereng (%)
|
< 8
|
8 - 16
|
16 - 30
|
> 30
|
Bahaya erosi
|
sangat rendah
|
rendah - sedang
|
berat
|
sangat berat
|
Bahaya banjir (fh)
|
||||
Genangan
|
F0
|
-
|
F1
|
> F1
|
Penyiapan lahan (lp)
|
||||
Batuan di permukaan (%)
|
< 5
|
5 - 15
|
15 - 40
|
> 40
|
Singkapan batuan (%)
|
< 5
|
5 - 15
|
15 - 25
|
> 25
|
(sumber :
bbsdlp.litbang.pertanian.go.id)
B. Kelas Kesesuaian Tanaman Jagung
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan |
Kelas kesesuaian lahan
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N
|
|
Temperatur (tc)
|
||||
Temperatur rerata (°C)
|
20 - 26
|
-
26 – 30 |
16 - 20
30 - 32 |
< 16
> 32 |
Ketersediaan air (wa)
|
||||
Curah hujan tahunan (mm)
|
500 – 1.200
|
1.200 - 1.600
400 - 500 |
> 1.600
300 – 400 |
< 300
|
Kelembaban (%)
|
> 42
|
36 – 42
|
30 - 36
|
< 30
|
Ketersediaan oksigen (oa)
|
||||
Drainase
|
baik, agak terhambat
|
agak cepat, sedang
|
terhambat
|
sangat terhambat, cepat
|
Media perakaran (rc)
|
||||
Tekstur
|
halus, agak halus, sedang
|
-
|
agak
kasar
|
kasar
|
Bahan kasar (%)
|
< 15
|
15 – 35
|
35 - 55
|
> 55
|
Kedalaman tanah (cm)
|
> 60
|
40 – 60
|
25 - 40
|
< 25
|
Gambut:
|
||||
Ketebalan (cm)
|
< 60
|
60 – 140
|
140 - 200
|
> 200
|
Ketebalan (cm), jika ada
sisipan bahan mineral/ pengkayaan |
< 140
|
140 - 200
|
200 - 400
|
> 400
|
Kematangan
|
saprik+
|
saprik,
hemik+ |
hemik,
fibrik+ |
fibrik
|
Retensi hara (nr)
|
||||
KTK liat (cmol)
|
> 16
|
≤ 16
|
||
Kejenuhan basa (%)
|
> 50
|
35 - 50
|
< 35
|
|
pH H2O
|
5,8 - 7,8
|
5,5 - 5,8
7,8 – 8,2 |
< 5,5
> 8,2 |
|
C-organik (%)
|
> 0,4
|
≤ 0,4
|
||
Toksisitas (xc)
|
||||
Salinitas (dS/m)
|
< 4
|
4 - 6
|
4 - 8
|
> 8
|
Sodisitas (xn)
|
||||
Alkalinitas/ESP (%)
|
< 15
|
15 - 20
|
20 - 25
|
> 25
|
Bahaya sulfidik (xs)
|
||||
Kedalaman sulfidik (cm)
|
> 100
|
75 - 100
|
40 - 75
|
< 40
|
Bahaya erosi (eh)
|
||||
Lereng (%)
|
< 8
|
8 - 16
|
16 - 30
|
> 30
|
Bahaya erosi
|
sangat rendah
|
rendah - sedang
|
berat
|
sangat berat
|
Bahaya banjir (fh)
|
||||
Genangan
|
F0
|
-
|
F1
|
> F2
|
Penyiapan lahan (lp)
|
||||
Batuan di permukaan (%)
|
< 5
|
5 - 15
|
15 - 40
|
> 40
|
Singkapan batuan (%)
|
< 5
|
5 - 15
|
15 - 25
|
> 25
|
(sumber :
bbsdlp.litbang.pertanian.go.id)
C. Kelas
Kesesuaian Tanaman Padi
Persyaratan penggunaan/
karakteristik lahan |
Kelas kesesuaian lahan
|
|||
S1
|
S2
|
S3
|
N
|
|
Temperatur (tc) |
||||
Temperatur rerata (°C) |
24 - 29
|
22 - 24
|
18 - 22
|
< 18
|
29 - 32
|
32 - 35
|
> 35
|
||
Ketersediaan air (wa) |
||||
Kelembaban (%) |
33 - 90
|
30 - 33
|
< 30; > 90
|
|
Media perakaran (rc) |
||||
Drainase |
agak terhambat,
sedang |
terhambat, baik
|
sangat terhambat, agak
cepat
|
cepat
|
Tekstur |
halus, agak halus
|
sedang
|
agak kasar
|
kasar
|
Bahan kasar (%) |
< 3
|
3 - 15
|
15 - 35
|
> 35
|
Kedalaman tanah (cm) |
> 50
|
40 - 50
|
25 - 40
|
< 25
|
Gambut: |
||||
Ketebalan (cm) |
< 60
|
60 - 140
|
140 - 200
|
> 200
|
Ketebalan (cm), jika ada sisipan bahan mineral/ pengkayaan |
< 140
|
140 - 200
|
200 - 400
|
> 400
|
Kematangan |
saprik+
|
saprik,
hemik+ |
hemik,
fibrik+ |
fibrik
|
Retensi hara (nr) |
||||
KTK liat (cmol) |
> 16
|
≤ 16
|
||
Kejenuhan basa (%) |
> 50
|
35 - 50
|
< 35
|
|
pH H2O |
5,5 - 8,2
|
4,5 - 5,5
8,2 - 8,5 |
< 4,5
> 8,5 |
|
C-organik (%) |
> 1,5
|
0,8 - 1,5
|
< 0,8
|
|
Toksisitas (xc) |
||||
Salinitas (dS/m) |
< 2
|
2-4
|
4-6
|
> 6
|
Sodisitas (xn) |
||||
Alkalinitas/ESP (%) |
< 20
|
20 - 30
|
30 – 40
|
> 40
|
Bahaya sulfidik (xs) |
||||
Kedalaman sulfidik (cm) |
> 100
|
75 - 100
|
40 – 75
|
< 40
|
Bahaya erosi (eh) |
||||
Lereng (%) |
< 3
|
3 - 5
|
5 – 8
|
> 8
|
Bahaya erosi |
sangat rendah
|
rendah
|
sedang
|
berat
|
Bahaya banjir (fh) |
||||
Genangan |
F0,F11,F12,
F21,F23,F31,F32
|
F13,F22,F33,
F41,F42,F43 |
F14,F24,F34,
F44 |
F15,F25, F35,F45
|
Penyiapan lahan (lp) |
||||
Batuan di permukaan (%) |
< 5
|
5 - 15
|
15 – 40
|
> 40
|
Singkapan batuan (%) |
< 5
|
5 - 15
|
15 – 25
|
> 25
|
(sumber :
bbsdlp.litbang.pertanian.go.id)